TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

6 Fakta Benin City, Punya Tembok Lebih Panjang dari Tembok Besar China

Apa benar Benin City sangat makmur & sejahtera pada eranya?

Benin City pada 1600 (blackpast.org)

Sebelum tahun 900, lokasi Benin City saat ini adalah hutan hujan yang lebat dan tidak ramah. Namun, pada awal abad baru, bangsa Edo mulai membuka hutan hujan dan membangun pemukiman di tanah tersebut. Seperti dilansir BBC, kerajaan mereka yang baru terbentuk, Igodomigodo, diperintah oleh raja yang disebut Ogisos, atau "penguasa langit."

Black Past melaporkan bahwa Benin City berkembang pesat. Namun masa lalunya yang kaya dan tidak biasa, tetap menjadi bagian yang menarik dari warisannya. Mari, kita perdalam tentang sejarahnya!

1. Perkembangan bangsa Edo

Benin City pada 1600 (blackpast.org)

Pada 1100-an, bangsa Edo memperoleh kemerdekaan dari Ogisos dan dipimpin oleh serangkaian Oba, yang tetap menjadi bagian penting dari kepemimpinan Benin City hingga hari ini. Dengan pengangkatan Oba pertama mereka, Kerajaan Igodomigodo menjadi Kerajaan Benin dan berkembang menjadi Kekaisaran Benin.

Antara 1440 dan akhir 1800-an, Kekaisaran Benin berkembang pesat dan menjadi pusat perdagangan yang sukses. Seperti dilansir National Geographic, Benin juga dikenal dengan arsitekturnya yang unik, patung perunggu, dan infrastrukturnya yang praktis.

Kekaisaran Benin akhirnya dihancurkan selama Ekspedisi Hukuman Benin tahun 1897. Selama ekspedisi, Benin dihancurkan dan dibakar habis. Tanah, yang saat ini merupakan bagian dari Nigeria selatan, tetap di bawah kendali Inggris sampai tahun 1960.

Baca Juga: 5 Fakta Sejarah Penanggalan Internasional yang Digunakan di Dunia

2. Tembok Benin City lebih panjang daripada Tembok Besar China

ilustrasi Benin City yang dibuat oleh seorang perwira Inggris tahun 1897 (commons.wikimedia.org/Taharqa)

Pada tahun 1974, Guinness Book of Records mengakui Benin City sebagai peradaban bersejarah karena temboknya yang luas, mengelilingi seluruh kerajaan dan membaginya menjadi hampir 500 desa terpisah. Sebagian besar tembok dihancurkan selama Ekspedisi Hukuman Benin tahun 1897, dan tidak ada jejak tembok yang tersisa di Kota Benin modern. Namun, sebelum tahun 1897, tembok ini memiliki panjang hampir 16 ribu kilometer dan menutupi lebih dari 6.400 kilometer persegi. Dinding di sekeliling kerajaan juga di kelilingi oleh parit yang dalam untuk melindungi Benin.

Bahkan diakui bahwa Tembok Benin empat kali lebih panjang dari Tembok Besar China, dan menghabiskan bahan seratus kali lebih banyak daripada Piramida Agung Giza. Dilaporkan bahwa bangsa Edo membutuhkan 150 juta jam untuk menyelesaikannya. Tembok Benin menjadi pekerjaan terbesar di dunia sebelum era mekanik.

Seperti dikutip This is Africa, tembok Benin memberikan perbatasan di sekitar kekaisaran dan batas desa selama lebih dari 400 tahun sebelum dihancurkan dalam invasi Inggris.

3. Keseharian masyarakat di Benin City

Bertentangan dengan pengakuan pasukan Inggris tentang Kerajaan Benin, pengunjung lain justru menggambarkan kota itu sebagai kota yang beradab dan bersih. Benin City bahkan bebas dari kejahatan, dan penduduknya tidak pernah kelaparan.

Masing-masing dari 11 divisi kota, di mana para pengrajin membuat patung, plakat perunggu, dan mengukir gading. Karya seni itu dipajang di galeri dan digunakan untuk menghias rumah dan bangunan umum. Warga juga menunjuk hakim atau moderator untuk menyelesaikan perselisihan dan untuk menjaga moralitas masyarakatnya.

Sejarawan meyakini bahwa penduduk sering berkumpul untuk membuat karya seni, mengunjungi galeri, dan berdiskusi bersama. Penduduk juga berpartisipasi dalam pasar perdagangan yang makmur di Benin City. Warga juga aktif di malam hari, karena jalanan dilengkapi dengan lampu jalan berbahan bakar minyak sawit.

4. Benin City dibangun dengan desain fraktal

ilustrasi Benin City kuno (globalsecurity.org)

Benin City dibangun menggunakan desain fraktal. Pola matematis terlihat di seluruh Benin City, mulai dari panjang dan susunan jalan hingga bentuk dan ukuran bangunan. Awalnya, orang Eropa yang mengunjungi kota itu menggambarkannya sebagai kota yang "tidak teratur". Namun, setelah diperiksa lebih lanjut, mereka menyadari ada pola yang jelas dalam arsitektur dan tata letak kota yang sebenarnya.

Istana raja berada di pusat Benin City. Di tengahnya, 30 jalan, yang lebarnya kira-kira 36 meter, terbentang di sudut kanan seperti jari-jari roda. Selain sangat lurus, jalan dibangun dengan parit dan outlet yang membawa air hujan dari kota. Jalan samping yang lebih kecil juga dibangun dengan pola matematika. Menariknya, jalan samping dibangun dengan potongan rumput di tengahnya — untuk menyediakan tempat bagi hewan untuk merumput.

Rumah keluarga Benin City juga dibangun menggunakan desain fraktal. Setiap rumah memiliki tiga bagian. Ruang utama rumah, yang berada di tengah, adalah kamar suami, kamar istri di sebelah kiri kamar utama, dan kamar anak di sebelah kanan. Setiap rumah juga dilengkapi dengan sumur, yang menyediakan air bersih bagi keluarga.

5. Rumor tentang pengorbanan manusia di Benin City

artefak Benin City di British Museum, London (theartnewspaper.com/Michel Wal)

Di tengah Ekspedisi Hukuman Inggris atau Ekspedisi Benin 1897, Komandan R. H. Bacon membantah laporan bahwa Benin adalah kota yang produktif, modern, dan beradab. Dalam buku The Slave Trade, Depopulation and Human Sacrifice in Benin History, penulis James D. Graham menceritakan kesan Komandan Bacon tentang Benin City.

Menurut Bacon, kota itu penuh dengan pengorbanan manusia, dan darah ada di mana-mana; dioleskan di atas perunggu, gading, dan bahkan tembok. Buku itu juga menyatakan, ada sedikit keraguan bahwa pengorbanan manusia merupakan bagian integral dari agama negara Benin sejak awal.

Salah satu pengorbanan Kota Benin yang paling terkenal adalah Ratu Iden, yang merupakan istri Oba Ewuape. Seperti dilansir Google Arts and Culture, Oba Ewuape menghadapi kritik keras dan pemberontakan dari kerajaan dan kepala suku setelah pengangkatannya.

Para pemimpin agama menyarankan pengorbanan manusia untuk membantu memulihkan ketertiban kerajaan. Agar suaminya tetap aman, Ratu Iden rela menawarkan dirinya untuk dikorbankan. Ratu Iden pun dianggap sebagai pahlawan atas pengorbanannya demi kemajuan Benin. Makamnya masih dipajang di dekat pasar Oba di Benin City.

Tidak jelas seberapa umum pengorbanan manusia di Kota Benin, dan seperti yang dilaporkan oleh Vanguard, Oba saat ini bahkan menyangkal bahwa pengorbanan manusia pernah menjadi bagian dari budayanya.

Baca Juga: Sejarah Anglo-Zanzibar, Perang Tersingkat dalam Sejarah

Verified Writer

Amelia Solekha

Write to communicate. https://linktr.ee/ameliasolekha

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya