TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Fakta Pemilu Republik Romawi, Berbeda dari Demokrasi Modern

Ada kemiripan dengan pemilu Indonesia?

lukisan gambaran pembahasan yang dilakukan Senat Republik Romawi (commons.wikimedia.org/Cesare Maccari)

Sistem pemilihan umum yang dilakukan negara-negara demokratis hari ini sebenarnya bukanlah sesuatu yang baru di dunia. Amerika Serikat yang dikenal sebagai negara pertama yang menerapkan demokrasi modern pun sebenarnya bukan jadi negara pertama yang menggaungkan sistem pemerintahan ini. Peradaban manusia sudah mengenal demokrasi sejak beribu-ribu tahun yang lalu, tetapi tentunya dengan beberapa perbedaan dengan demokrasi modern yang ada saat ini.

Republik Romawi berdiri sejak tahun 509 SM sebelum akhirnya runtuh pada tahun 27 SM dan digantikan dengan Kekaisaran Romawi. Selama periode panjang berdirinya Republik Romawi itu, ada begitu banyak praktik-praktik demokratis yang diterapkan. Bahkan, beberapa terminologi yang digunakan oleh Republik Romawi masih digunakan oleh negara demokrasi modern. Oleh karena itu, bisa dikatakan kalau peradaban ini jadi salah satu peradaban pertama yang mengenalkan sistem demokrasi pada umat manusia.

Akan tetapi, kalau kita berbicara soal sistem pemilihan yang ada di Republik Romawi, ada beberapa perbedaan mencolok dengan sistem pemilihan demokrasi modern. Mulai dari cara pemilihan kepala negara, cara kepala negara mengelola negara, sampai hal-hal lain terkait pemilihan di Republik Romawi dilakukan lewat cara yang disesuaikan dengan zamannya. Kali ini, yuk, kita sama-sama mempelajari fakta-fakta pemilu Republik Romawi, salah satu peradaban kuno yang pertama kali menggunakan sistem demokrasi!

1. Sistem pembagian kekuasaan di Republik Romawi

Gaius Marius, sosok yang pernah menjabat tujuh kali sebagai konsul Republik Romawi, sedang berdiri di atas reruntuhan Kartago yang dihancurkan Republik Romawi. (commons.wikimedia.org/Joseph Kremer)

Meski sangat berbeda dengan demokrasi modern, Republik Romawi nyatanya berusaha menghadirkan sistem pemerintahan yang demokratis lewat pembagian kekuasaan. Menurut Britannica, mulai berkembangnya sistem demokrasi di Yunani kala itu juga turut memengaruhi penerapan sistem serupa di Romawi. Nama Republik Romawi sendiri berasal dari kata rēspūblica dalam bahasa Latin. Rēs dalam kata itu berarti 'urusan' dan pūblicus atau pūblica berarti 'publik'. Republik Romawi berarti 'negara yang segala urusannya adalah milik rakyat Romawi' atau biasa disebut populus Romanus.

Dilansir Britannica, ada dua pemisahan kekuasaan berbeda dalam sistem pemerintahan Republik Romawi. Pertama, ada senat yang jadi sumber kekuasaan utama di Republik Romawi. Lembaga ini jadi yang pertama sekaligus terlama berdiri di sana. Senat Republik Romawi berisi para aristokrat yang dipilih oleh Majelis Romawi. Senat sendiri lebih banyak berfungsi untuk mengatur keuangan, administrasi, dan kebijakan asing dari Republik Romawi.

Kedua, ada konsul yang terdiri atas dua orang yang memegang kekuasaan tertinggi dalam bidang sipil dan militer. ThoughtCo melansir bahwa kekuasaan yang dipegang kedua konsul ini dibagi secara merata dan hanya berlangsung selama 1 tahun sebelum sepasang konsul baru dipilih kembali. Selain kedua bidang utamanya itu, konsul juga dapat mengurus hal-hal lain, semisal menjadi hakim, melaksanakan tugas-tugas keagamaan, sampai menggunakan hak veto untuk konsul lainnya jika dirasa tidak berkompeten dalam tugasnya.

Kemudian, pemegang kekuasaan tertinggi dalam sistem pemerintahan Republik Romawi adalah lembaga legislatif dan forum majelis Romawi. Lembaga legislatif di Republik Romawi secara mendasar dibagi atas dua bagian, yakni comitia atau komite dan concilia atau dewan. Komite berisikan seluruh masyarakat Republik Romawi, sedangkan dewan lebih merujuk pada kelompok tertentu di sana.

Sementara, majelis Romawi berfungsi untuk menyusun dan mengesahkan undang-undang di sana. Di dalam majelis ini, digunakan sistem voting untuk menentukan suatu kebijakan. Dilansir National Geographic, majelis Romawi terbagi atas dua bagian, yakni comitia centuriata yang berisikan kaum Patricia (aristokrat Republik Romawi) dan comitia tributa yang berisikan kaum Plebeian (kelompok masyarakat sipil).

Baca Juga: Pembantaian Ocoee, Hari Pemilu Terburuk dalam Sejarah Amerika

2. Sistem pemilihan di Republik Romawi

lukisan gambaran pembahasan yang dilakukan Senat Republik Romawi (commons.wikimedia.org/Cesare Maccari)

Sebenarnya, dalam sistem demokrasi di Republik Romawi tidak mengenal pemilihan yang dilakukan secara langsung oleh rakyat. Umumnya, kriteria bagi warga Republik Romawi yang berhak memilih dan dipilih untuk posisi kepemimpinan adalah para pria, tokoh masyarakat, sampai orang-orang dengan status sosial yang tinggi. Bagi masyarakat sipil, suara mereka akan diwakilkan oleh comitia tributa.

Menurut ThoughtCo, comitia tributa ini terdiri atas 35 suku berbeda yang didasarkan pada wilayah geografis di seluruh wilayah Republik Romawi. Untuk memilih kandidat dalam comitia tributa, masyarakat Romawi akan hadir ke Saepta, sebuah lokasi yang terbuat dari kayu yang digunakan untuk pemilihan. Sekitar 70 ribu masyarakat akan hadir ke tempat ini untuk melakukan pemilihan terhadap tokoh-tokoh suku yang mereka inginkan untuk mengisi posisi comitia tributa

Sementara, untuk comitia centuriata, posisi ini bisa dibilang jadi salah satu bentuk hak prerogatif bagi para aristokrat di Republik Romawi. Pasalnya, komite ini terdiri atas 193 anggota yang dipilih secara berurutan sesuai dengan kelas dari para centuriae. Menurut History, aristokrat kelas atas jadi pihak pertama yang berhak memilih. Untuk meloloskan anggota tertentu, pada aristokrat ini bisa saja bekerja sama untuk membuat calon-calon anggota itu melewati ambang batas suara. Keistimewaan ini pun punya bahasa sendiri oleh masyarakat Romawi, yaitu praerogativa, sebuah terminologi yang masih kita gunakan hingga hari ini.

Meski kedua lembaga legislatif di Republik Romawi ini menjalankan praktik pemilu, nyatanya sistem ini tak sepenuhnya mewakili tiap individu yang ada di sana. Dilansir History Extra, baik pemilihan di comitia tributa maupun comitia centuriata, keduanya sama-sama lebih banyak menguntungkan kelompok tertentu saja. Bahkan, perwakilan dengan suara minoritas di lembaga itu kadang tidak dilibatkan sama sekali dalam proses pemerintahan di Republik Romawi dan hanya sekadar dijadikan figur.

Selain itu, meski Republik Romawi percaya kalau hak pilih tiap warganya tidak bisa dicabut, ada pengecualian untuk beberapa kelompok. Perempuan, pendatang atau warga asing, sampai budak sayangnya tidak diberikan kesempatan untuk memilih kala itu. Olah karena itu, yang dimaksud sebagai "hak pilih tiap warganya tak bisa dicabut" itu lebih merujuk pada hak pilih dari pria dewasa yang lahir dan tinggal sebagai masyarakat Romawi.

Verified Writer

Anjar Triananda Ramadhani

Penulis yang suka menulis dengan tema sains, alam, dan teknologi

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya