TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Wah, Ini Lho 6 Jenis Makanan Mungkin Kita Konsumsi di Masa Depan

Kamu mau makan ini?

wikimedia.org

Populasi manusia telah menembus angka 7 milyar orang pada tahun 2011, dan jumlah ini pun akan terus bertambah. Lonjakan  ini membuat berbagai ilmuwan pun khawatir tentang masa depan kita, khususnya di bidang pangan.

Dengan laju pertumbuhan populasi saat ini, diperkirakan populasi kita akan mencapai angka 9 milyar pada tahun 2040. Jika pada saat itu kita masih bergantung pada sistem produksi pangan seperti sekarang, kemungkinan besar bencana kelaparan yang dahsyat akan melanda seluruh dunia!

Kondisi ini pun diperparah dengan berbagai tekanan cuaca akibat perubahan iklim. Kekeringan, banjir, musim dingin berkepanjangan, hingga hujan asam dapat mempengaruhi produksi pangan kita di masa depan. Selain itu, lahan produksi pangan juga semakin menurun dari tahun ke tahun akibat alih fungsi lahan yang semakin menggila.

Para ilmuwan pun berlomba-lomba mencari solusi pangan alternatif yang bisa digunakan untuk memberi makan populasi manusia yang membengkak di masa depan. Sumber pangan alternatif ini harus bisa diproduksi di kondisi yang ekstrem, efisien, tidak butuh banyak ruang, namun tetap memberi nilai gizi yang baik bagi masyarakat.

Nah, mau tahu jenis makanan apa saja sih yang mungkin harus kita konsumsi di masa depan? Simak di bawah ini ya!

1. Serangga

bangkok.com

Mungkin kedengarannya menjijikkan, namun serangga bisa menjadi sumber protein yang penting dalam menghadapi masa depan. Berbagai jenis serangga seperti jangkrik, rayap, belalang dan ulat hongkong memiliki tingkat reproduksi yang sangat tinggi tanpa memerlukan banyak ruang gerak.

Kita bisa menternakan serangga di kontainer kecil yang bertingkat untuk memaksimalkan produksinya di lahan terbatas.

Serangga merupakan satu dari sedikit hewan yang memiliki Food Conversion Ratio (FCR) yang sangat tinggi. FCR sendiri merupakan rasio antara berat pangan yang diberikan pada suatu hewan dibandingkan dengan berat hasil produk yang dihasilkan.

Hewan-hewan besar seperti sapi memiliki nilai FCR 6, yang berarti butuh 6 kilogram makanan ternak untuk menghasilkan 1 kilogram daging. Coba bandingkan dengan jangkrik atau ulat hongkong yang memiliki nilai FCR 1, alias satu kilogram pakan untuk 1 kilogram daging serangga.

Meskipun tergolong makanan super, serangga masih sulit diterima di masyarakat karena stigma menjijikan yang melekat. Hal ini pun berusaha dipecahkan oleh para ilmuwan dengan mengolah serangga menjadi berbagai produk yang tidak terlihat aneh, seperti sosis jangkrik, es krim rayap, atau tepung ulat hongkong berprotein tinggi.

Kalau sudah tidak berbentuk serangga lagi, kamu masih mau makan gak?

 

2. Ikan Lele

guardian.ng

Meskipun dianggap sebagai ikan murahan, lele sebenarnya juga termasuk salah satu sumber protein paling efisien di muka bumi. Sama seperti serangga, ikan lele memiliki nilai FCR yang besar: 1 kilogram pakan untuk 1 kilogram daging, tergantung dari model pemeliharaan dan pakan yang diberikan. Selain itu, bentuk dan rasa yang ditawarkan juga cenderung lebih mudah diterima masyarakat ketimbang serangga.

Berbeda dengan ikan budidaya lainnya, ikan lele tergolong bandel dan bisa bertahan hidup dalam kondisi air yang buruk sekalipun. Mereka juga bisa hidup dalam kolam-kolam kecil dengan ruang gerak terbatas tanpa merasakan stress yang berarti.

Hal ini membuat ikan lele sangat berpotensi dikembangkan di saat bumi sedang dilanda kelangkaan lahan dan air bersih di masa depan.

3. Mikroalga

nomorfilm.eu

Jangan remehkan kehadiran alga yang tumbuh di akuarium/kolammu, karena mereka bisa menjadi kunci penting untuk menghadapi kekurangan makanan global. Berbagai jenis mikroalga seperti Spirulina mulai dikembangkan sebagai sumber makanan alternatif di masa depan. Meskipun kecil, mereka memiliki nilai gizi yang cukup tinggi, hampir sebanding dengan sayuran hijau lho!

Bila dibandingkan dengan sayuran, mikroalga memiliki efisiensi produksi yang jauh lebih besar. Mikroalga membutuhkan lebih sedikit tempat pertumbuhan, nutrisi dan air, serta jauh lebih tahan banting bila dibandingkan dengan sayuran atau tanaman lain.

Mereka bisa ditumbuhkan di kolam-kolam kecil atau akuarium bertingkat untuk memaksimalkan tempat, lalu dipanen secara periodik untuk dijadikan bahan makanan bernilai gizi tinggi.

Secara rasa, alga mungkin tidak bisa dibilang lezat. Kemungkinan besar sel-sel mikroalga yang telah dipanen akan dimasukan ke dalam pil untuk kita telan sebagai makanan. Namun, hal ini tidak menutup kemungkinan para chef di masa depan bisa menemukan resep yang cocok untuk mengolah makanan ini.

 

4. Lab Grown Meat

oz.com

Lab Grown Meat alias daging yang ditumbuhkan di dalam laboratorium sudah lama menjadi perbincangan pakar pangan dunia. Daging ini berasal dari sel hewan yang ditumbuhkan di lab dengan perlakuan tertentu, hingga akhirnya membentuk jaringan otot yang bisa dimakan. Wuih, canggih ya?

Secara produksi, daging yang ditumbuhkan di lab memiliki efisiensi yang lebih besar dalam menyerap nutrisi. Hal ini diakibatkan karena energi yang diberikan tidak digunakan untuk mengkontraksikan otot. Daging ini juga bisa ditumbuhkan di tempat yang terbatas dalam skala industri, berbeda dengan peternakan yang membutuhkan lahan luas.

Meskipun terlihat menjanjikan, beberapa orang mungkin sedikit ragu untuk memakan daging yang bukan berasal dari hewan hidup. Pakar kuliner juga meragukan rasa dan tekstur daging ini mirip dengan daging asli. Tapi mengingat situasi yang bisa jadi sangat mendesak di masa depan, citarasa suatu makanan mungkin sudah tidak penting lagi.

5. Singkong

thespruce.com

Siapa sangka, tanaman dari Amerika Selatan ini juga menjadi salah satu penghasil pangan yang penting di masa depan. Tanaman ini begitu digemari di beberapa wilayah yang kurang subur di dunia, seperti gurun di Afrika atau perbukitan karst di Gunungkidul. Hal ini disebabkan oleh daya tahan singkong yang sangat tinggi terhadap kekeringan, seperti yang mungkin bisa terjadi di masa depan.

Singkong (Manihot utillisima) bisa tumbuh di hampir semua jenis tanah. Tanaman ini juga sangat minim perawatan. Cukup tancapkan saja batangnya ke tanah, singkong pun sudah bisa tumbuh dengan sendirinya. Dalam beberapa bulan, umbi singkong pun bisa langsung dipanen!

Dari segi nilai gizi, singkong memang lebih miskin nutrisi bila dibandingkan dengan makanan pokok lainnya, seperti padi dan gandum. Namun hal ini bisa disiasati dengan proses pemasakan yang baik untuk memaksimalkan pelepasan nutrisi di dalam perut. Para ilmuwan juga bisa melakukan rekayasa genetika pada sel singkong untuk menghasilkan varietas yang lebih kaya akan nutrisi, lebih cepat tumbuh, dan mungkin dengan rasa bervariasi.
 

Verified Writer

Panji Gusti Akbar

Science nerd, crazy birdwatcher and third-wave coffee aficionado

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya