TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Bukan Mitos, Ini 5 Fakta Sains tentang Mimpi yang Dialami Manusia

Dalam sains, mimpi juga bisa menjadi pertanda buruk, lho

Pexels.com/John Mark Smith

Bagi banyak orang, mimpi sering dianggap sebagai bunga tidur yang terkadang dipercaya memiliki arti dan maksud tertentu. Bahkan, ada banyak ramalan dan tulisan-tulisan fiktif yang dibuat khusus untuk menjelaskan arti dari mimpi tersebut. Pada dasarnya, setiap orang pasti pernah bermimpi, meskipun tidak semuanya ingat akan mimpinya tersebut.

Nah, kali ini mimpi dan fakta-fakta ilmiahnya akan dibahas secara mendalam dalam sudut pandang sains. Rupanya, mimpi bagi sains juga bisa menunjukkan pertanda buruk, lho. Seperti apa penjelasannya? Yuk, disimak!

1. Mimpi dalam pandangan sains

insider.com

Mimpi menjadi salah satu hal misterius yang terasa cukup sulit untuk dijelaskan, bahkan di mata sains itu sendiri. Namun, dalam kajian psikologis dan cara kerja otak, ternyata mimpi bisa dijabarkan menjadi sesuatu yang ilmiah. Sebuah studi yang diterbitkan dalam Journal of Neuroscience, terbukti bahwa mimpi memiliki ikatan yang kuat dengan ingatan atau memori kita.

Penelitian yang juga ditulis dalam laman Scientific American ini mengungkap bahwa manusia mampu mengingat mimpi-mimpinya sebagai bagian dari pola khusus dalam gelombang di otak. Studi dilakukan dengan melibatkan empat gelombang di otak yang diukur dengan elektroensefalogram (EEG), sebuah komputer medis untuk mendeteksi dan merekam aktivitas listrik dalam otak manusia.

Ternyata hasilnya cukup bervariasi. Pada sebagian orang yang terbangun mendadak pada saat keadaan tidur REM (rapid eye movement), biasanya mereka akan mengingat mimpinya dengan baik. Ini terjadi karena adanya gelombang berfrekuensi rendah di lobus frontal, bagian otak yang bertugas untuk mengolah memori dan perilaku manusia.

Di satu sisi, sebagian orang lainnya akan lupa dengan mimpinya jika tidak terdapat aktivitas gelombang listrik dalam lobus frontal mereka. Bahkan, mereka merasa tidak bermimpi apapun. Nah, ini membuktikan bahwa mimpi erat kaitannya dengan aktivitas gelombang listrik dengan frekuensi tertentu yang terjadi di otak pada saat seseorang memasuki tidur REM.

Baca Juga: 17 Mimpi yang Paling Sering Dialami Manusia, Ini Ternyata Maknanya

2. Mimpi juga berkaitan dengan ingatan atau memori manusia

psychologytoday.com

Sebuah jurnal sains berjudul "Relationship between Dreaming and Memory Reconsolidation" yang diterbitkan oleh Tsinghua University Press mengungkap bahwa mimpi sangat berkaitan dengan memori yang tertanam dalam ingatan manusia. Studi dalam hal ini melibatkan kinerja saraf otak dan segala hal yang berkaitan dengan konsolidasi memori.

Selama bermimpi, bagian-bagian dari memori seseorang bisa tampak dan tergambar dengan jelas di alam tidurnya. Misalnya, ada seorang yang sangat menginginkan mobil mewah, ini bisa terbawa ke dalam sebuah mimpi sebagai bentuk konsolidasi memori di alam tidurnya. Itu sebabnya mimpi sering diselaraskan dengan berbagai macam konteks realita di sekitar kita.

Sebuah prinsip sederhana yang selalu berhubungan dengan memori dan mimpi adalah pengalaman. Semakin banyak pengalaman seseorang di dunia nyata, maka memorinya juga akan semakin aktif dan bisa terbawa ke dalam mimpi. Begitu juga dengan usia. Semakin bertambah usia seseorang, maka semakin sering juga ia mengalami mimpi di sepanjang hidupnya.

3. Apakah bayi juga bermimpi layaknya orang dewasa?

Pexels.com/Pixabay

Sebuah artikel sains dan kesehatan yang ditulis dalam laman Healthline mengungkap bahwa bayi, terutama yang baru lahir, belum mampu mengalami mimpi layaknya orang dewasa. Para ahli dan ilmuwan sepakat bahwa bayi pada hari-hari pertama setelah dilahirkan belum bisa berinteraksi terhadap lingkungan di sekitarnya secara intens. Itu sebabnya, bayi yang baru lahir tidak mengalami mimpi layaknya orang yang lebih dewasa.

Uniknya, pada saat beranjak di usia lebih dari dua minggu, bayi mulai mengalami mimpi dalam takaran yang sangat minimal. Jika pun bermimpi, biasanya bayi hanya memimpikan sesuatu yang tergambar tanpa dialog atau perkataan. Mungkin ini sebabnya bayi bisa tersenyum sendiri pada saat ia tertidur lelap.

Menurut Jodi Mindell, Ph.D., seorang profesor dan peneliti dari RS Anak Philadelphia, bayi di awal-awal kehidupannya tidak akan bermimpi layaknya anak-anak yang telah aktif berbicara. Ia berpendapat bahwa mimpi dari bayi yang berusia dua minggu ke atas merupakan citra atau penampakan yang samar tanpa dialog karena hanya sebatas itulah otak bayi merespons realita lingkungannya.

4. Mimpi menjadi bagian psikologis seseorang

Unsplash.com/Bruce Christianson

Mimpi tidak hanya berhubungan dengan gelombang listrik di otak, konsolidasi memori, dan sistem saraf saja, melainkan juga dengan psikologis seseorang. Menurut laman Verywell Mind, dalam dunia psikologi, mimpi dikaitkan dengan ekspresi bawah sadar. Ahli psikologi bernama Sigmund Freud pernah menyatakan bahwa mimpi merupakan perwakilan dari keinginan, motivasi, pikiran, dan bahkan harapan yang tidak disadari.

Freud juga menyatakan bahwa mimpi merupakan citra dari naluri yang diubah menjadi sebuah ekspresi di alam bawah sadar manusia. Namun, tidak semua ilmuwan psikologi setuju dengan pandangan Freud. Pasalnya, anggapan Freud dianggap terlalu mengedepankan sifat-sifat primitif manusia yang justru bertentangan dengan kompleksnya cara kerja otak manusia.

Di saat studi dan penelitian sudah semakin canggih, didapatkan kesimpulan bahwa mimpi merupakan kejadian kompleks yang melibatkan psikologis, kerja otak, sekaligus memori atau ingatan manusia. Dalam psikologi, mimpi dapat muncul manakala lobus frontal otak merangkai sebuah memori menjadi kejadian dan sensasi yang dapat dirasakan oleh seseorang pada saat tidur.

Baca Juga: 6 Mimpi Paling Umum Pertanda Keberuntungan, Ada Mimpi Kematian!

Verified Writer

Dahli Anggara

Age quod agis...

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya