TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Fakta Hypatia, Nasib Tragis Seorang Ahli Matematika Perempuan 

Akhir masa keemasan ilmu pengetahuan Yunani, sedih! 

ilustrasi penangkapan hypatia (dok. Wikimedia Commons)

Setuju dong perempuan dapat menjadi seorang ilmuwan dari latar belakang apapun? Namun sayangnya hal ini tidak berlaku di masa lalu. Hypatia menjadi simbol kematian ilmu pengetahuan di tengah budaya agama yang fanatik. Ia menjadi ilmuwan perempuan yang kerap kali disebut di masa akhir Yunani kuno.

Sayangnya ia tidak dapat menyelesaikan berbagai penelitiannya di bidang matematika dan astronomi karena tidak berumur panjang akibat pembunuhan brutal yang dilakukan oleh kelompok agama fanatik. Seperti apa kisah tragis seorang Hypatia yang harus kehilangan segalanya? Simak selengkapnya di sini.

1. Lahir dan besar di kota Alexandria, pusat peradaban dunia 

ilustrasi kota alexandria (dok. Wikimedia Commons)

Kota Alexandria didirikan oleh Alexander Agung pada 331 SM, dengan cepat tumbuh menjadi pusat budaya dan pembelajaran bagi peradaban dunia kuno. Melansir World History, lebih dari setengah juta koleksi gulungan tentang bermacam pengetahuan disimpan di perpustakaan Alexandria. Kota ini makmur di bawah dua penguasa pertama Dinasti Ptolemeus namun terus mengalami penurunan hingga diambil oleh Roma setelah Pertempuran Actium pada 31 SM.

Ketika kaisar Romawi Konstantinus Agung l (272-337 M) menjadikan agama Kristen sebagai agama negara, orang-orang Kristen di Aleksandria yang sebelumnya dianiaya merasa diberdayakan untuk menyerang balik musuh-musuh “kafir” mereka. Hypatia yang lahir sekitar tahun 355 M lahir dan besar dalam situasi perebutan pengaruh antara berbagai kepercayaan seperti Kristen, Yahudi dan Paganisme.

2. Kecerdasan menurun dari sang ayah 

ilustrasi theon dan hypatia dalam film Agora (www.worldhistory.org)

Ayah Hypatia, Theon adalah seorang matematikawan dan astronom yang cukup berpengaruh di Alexandria. Tidak diketahui secara pasti tentang ibunya, sebab tidak ada catatan yang menyebutkannya. Peran Theon yang paling diingat ialah dalam penulisan Elemen Euclid, menjadi satu-satunya versi yang diketahui dari karya utama geometri hingga abad ke-19. Selain itu Ia juga menulis ulasan Almagest dan Tabel Praktis Ptolemy yang menunjukkan dedikasi pada keahliannya dan diduga Hypatia turut andil dalam penulisan ini.

Theon menolak untuk memaksakan pada Hypatia peran tradisional yang diberikan kepada perempuan dalam tradisi Yunani kuno. Ia memutuskan untuk membesarkannya seperti seseorang yang membesarkan anak laki-laki dalam tradisi Yunani yakni dengan mengajarinya keahliannya sendiri dan memberikan akses ilmu pengetahuan yang ia miliki.

3. Mengabdikan diri untuk belajar dan mengajar 

ilustrasi hypatia (dok. Wikimedia Commons)

Hypatia merupakan matematikawan perempuan paling awal yang kehidupan dan pekerjaannya memiliki pengetahuan cukup rinci. Dalam berbagai catatan disebutkan ia tidak pernah menikah dan dikenal sebagai seorang perempuan dengan kekuatan intelektual yang luar biasa.

Seperti yang tercatat di Britannica, hari-harinya dihabiskan dengan mengajar filsafat dan astronomi di sekolah Neoplatonik di Alexandria. Dedikasi tinggi dalam bidang matematika dan astronomi cukup menjadikannya sebagai seoarang akademisi, posisi yang sebelumnya hanya dimiliki oleh laki-laki.  Banyak yang ingin masuk kelas untuk mendengarkannya. Masyarakat Yunani kuno juga menghargai Hypatia karena kecerdasan yang dia miliki.

Di luar bidang keahlian ayahnya, Hypatia memantapkan dirinya sebagai seorang filsuf dengan aliran yang disebut sebagai Neoplatonik, sebuah sistem kepercayaan di mana segala sesuatu berasal dari Yang Esa. Ceramah publiknya populer dan menarik banyak orang. Ia bahkan mengenakan jubah seorang sarjana di sekitar pusat kota, menjelaskan di depan umum kepada mereka yang mau mendengarkan soal Plato atau Aristoteles.

4. Penganut Pagan di tengah Kristenisasi yang kuat 

ilustrasi hypatia (dok. Wikimedia Commons)

Hypatia mempraktikkan paganisme yakni sebuah kepercayaan/praktik spiritual penyembahan terhadap benda-benda tertentu atau disebut berhala yang pengikutnya disebut Pagan ketika agama Kristen masih dalam masa pertumbuhan di kota Alexandria.

Beberapa dekade sebelumnya, penganut Kristen sempat mendapatkan perundungan. Ketika Alexandria di bawah kuasa Romawi dan Kristen dijadikan agama resmi negara, sebagian penganut mencoba untuk membalas apa yang telah orang-orang terdahulu lakukan di masa lalu. Akibatnya banyak dari mereka yang menganut Kristen agar tidak mendapatkan penganiayaan maupun perundungan.

Sebaliknya, Hypatia bertentangan dengan yang lain, ia terus mempraktekkan paganisme dan tidak berusaha menutupinya seperti yang tercatat dalam Arkeonews. Meskipun dia terkenal sebagai seorang filsuf yang berpengaruh, kedudukannya membuatnya menjadi sasaran lingkaran Kristen yang kuat.

Baca Juga: 6 Ilmuwan Besar Ini Lahir di Bulan Januari, Simak Terobosan Mereka!

Verified Writer

Dina Stevany

Member IDN Times Community ini masih malu-malu menulis tentang dirinya

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya