TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Perlu Diluruskan, 7 Miskonsepsi Pandemik Flu Spanyol 1918

Tenyata, virus penyebab pandemik bukan berasal dari Spanyol

ilustrasi flu Spanyol (health.mil)

Saat ini, dunia sedang dibuat gaduh oleh pandemik COVID-19 yang mengerikan. Sebenarnya, ini bukanlah pandemik pertama yang dialami dunia. Dunia berkali-kali mengalami pandemik sebelumnya, dan bahkan lebih buruk daripada saat ini. Salah satu contoh yang dianggap paling mirip dengan COVID-19 adalah pandemik flu Spanyol yang terjadi pada tahun 1918.

Sayangnya, ada beberapa miskonsepsi tentang pandemik influenza tersebut yang mungkin memicu ketakutan yang tidak berdasar tentang COVID-19. Jadi, sekarang adalah waktu yang sangat tepat untuk mengoreksinya.

Dengan mengoreksi seputar miskonsepsi ini, harapannya kita semua dapat lebih memahami apa yang sebenarnya terjadi dan mengambil pelajaran darinya untuk menghadapi wabah serupa di masa depan.

1. Wabah ini berasal dari Spanyol

Spanyol (pixabay.com/dominickvietor)

Hanya karena lebih dikenal sebagai flu Spanyol, bukan berarti pandemik flu ini benar-benar berasal dari Spanyol. Dijelaskan dalam laman National Geographic, asal geografis flu ini masih diperdebatkan hingga hari ini, tetapi ada beberapa hipotesis yang mengatakan bahwa flu ini mungkin berasal dari Asia Timur, Eropa, dan bahkan Kansas.

Wabah flu ini pecah saat dunia sedang dilanda Perang Dunia I. Negara-negara besar yang terlibat dalam perang, seperti Jerman, Austria, Prancis, Inggris dan AS tidak ingin musuh mengetahui berapa jumlah prajurit mereka yang terdampak flu sehingga mereka menyembunyikan apa yang sedang mereka alami.

Sebaliknya, Spanyol merupakan negara netral yang tidak perlu menyembunyikan kasus flu di negara tersebut. Karena secara terbuka mengabarkan tentang wabah flu di sana, ini menciptakan kesan yang salah bahwa Spanyol adalah negara asal penyakit itu.

2. Wabah flu Spanyol disebabkan oleh virus super

ilustrasi virus influenza (unsplash.com/CDC)

Wabah flu yang terjadi di tahun 1918 ini menyebar dengan cepat, hingga membunuh 25 juta orang hanya dalam enam bulan pertama. Hal ini kemudian memicu anggapan bahwa wabah ini berasal dari jenis influenza sangat mematikan.

Namun, penelitian tahun 2007 yang dipublikasikan pada The Journal of Infectious Diseases menunjukkan bahwa virus itu sendiri pada dasarnya tidak berbeda dari yang menyebabkan epidemik di tahun-tahun lain. Besarnya tingkat kematian selama wabah ini dikaitkan dengan kepadatan di kamp-kamp militer dan lingkungan perkotaan, serta gizi dan sanitasi yang buruk selama masa perang.

Baca Juga: Luar Biasa, Ini 7 Wabah yang Mengubah Sejarah Dunia

3. Virus ini membunuh sebagian besar orang yang terinfeksi

ilustrasi seseorang terkena influenza (freepik.com/wayhomestudio)

Banyak yang percaya bahwa virus ini membunuh sebagian besar orang yang terjangkit. Faktanya, sebagian orang yang terinfeksi flu 1918 selamat, menurut data Centers for Disease Control and Prevention (CDC). Tingkat kematian di antara orang-orang yang terinfeksi virus ini tidak lebih dari 20 persen.

Memang, kepercayaan bahwa probabilitas kematian akibat flu Spanyol besar adalah sesuatu yang berlebihan. Namun, tingkat kematian ini jauh melebihi flu biasa, yang biasanya membunuh kurang dari 1 persen dari mereka yang terinfeksi.

4. Pandemik flu mengubah arah Perang Dunia I

ilustrasi Perang Dunia I (world101.cfr.org)

Banyak yang percaya bahwa arah Perang Dunia I berubah akibat pecahnya wabah flu Spanyol. Menurut laman World War I Centenary, para prajurit di semua sisi medan perang relatif sama-sama terpengaruh sehingga tidak mungkin flu mengubah hasil perang.

Sebaliknya, ada anggapan bahwa perang sangat memengaruhi jalannya pandemik. Mengkonsentrasikan jutaan orang dalam satu pasukan menciptakan keadaan ideal untuk penyebaran virus secara agresif ke seluruh dunia.

5. Pandemik berakhir setelah vaksinasi massal

ilustrasi vaksinasi (pexels.com/Karolina Grabowska)

Imunisasi untuk flu ini tidak dilakukan pada tahun 1918, menurut laman Virginia Tech. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa imunisasi tidak berperan dalam mengakhiri pandemik.

Diperkirakan bahwa paparan terhadap jenis flu sebelumnya yang menawarkan beberapa perlindungan. Misalnya, prajurit yang telah bertugas selama bertahun-tahun memiliki tingkat kematian yang lebih rendah daripada anggota baru. Selain itu, virus yang bermutasi cepat kemungkinan berevolusi dari waktu ke waktu menjadi jenis yang kurang mematikan.

6. Gelombang pertama pandemik flu Spanyol paling mematikan

ilustrasi flu Spanyol (health.mil)

Menurut laporan CDC, kematian akibat pandemik 1918 pada gelombang pertama sebenarnya relatif rendah. Kemudian, pada gelombang kedua, dari Oktober hingga Desember, terjadi kasus kematian tertinggi. Lalu, pada gelombang ketiga, yaitu pada musim semi tahun 1919, tingkat kematiannya lebih tinggi daripada gelombang pertama, tetapi lebih sedikit daripada yang kedua.

Para ilmuwan percaya bahwa peningkatan kasus kematian pada gelombang kedua disebabkan oleh kondisi yang mendukung penyebaran jenis yang lebih mematikan. Waktu itu, orang-orang dengan kasus ringan tinggal di rumah, sementara pasien dengan kasus parah berkumpul bersama di rumah sakit dan kamp, yang meningkatkan penularan bentuk virus yang lebih mematikan.

Baca Juga: Dulu Ditakuti, 5 Penyakit Mematikan Ini Sudah Hampir Punah

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya