TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

5 Fakta Mary Wollstonecraft, Penggagas Gerakan Feminisme

Tokoh perintis feminsme gelombang pertama

Potret Mary Wollstonecraft oleh John Opie, public domain, via Wikimedia

Adanya feminisme tak terlepas dari seorang penulis perempuan yaitu Mary Wollstonecraft. Wollstonecraft dikenal sebagai penggagas feminisme gerakan pertama. Selain sebagai penulis ia juga merupakan seorang aktivis dan sekaligus filsuf. 

Paham feminisme diartikan sebuah gerakan kesetaraan gender, emansipasi, dan pemberdayaan perempuan. Dalam tulisannya, Mary Wollstonecraft banyak menyuarakan hak-hak perempuan yang termarjinalkan di era Abad Pencerahan. Berikut beberapa fakta Mary Wollstonecraft, pejuang hak-hak perempuan.

1. Ayah yang abusif

potret Mary Wollstonecraft oleh Richard Rothwell, public domain, via Wikimedia

Mary Wollstonecraft lahir di London, Inggris, pada tanggal 27 April 1759. Ibunya bernama Elizabeth Dixon dan ayahnya adalah John Wollstonecraft. Mary merupakan anak kedua dari tujuh bersaudara.

Mulanya, kehidupan Mary sangat nyaman hingga ayahnya jatuh dalam kebangkrutan finansial. Ayahnya menjadi abusif, pemabuk, dan sering memukuli ibunya. Mary tidak tinggal diam dan berusaha melindungi ibunya. 

Saudara perempuannya bernama Eliza juga mengalami permasalahan rumah tangga yang buruk. Eliza menjadi depresi setelah melahirkan dan mendapat tekanan dari keluarga suaminya. Mary pun meminta Eliza untuk meninggalkan suaminya dan kembali ke rumah. Waktu itu, perempuan yang meninggalkan rumah suaminya merupakan pelanggaran norma sosial. 

2. Pernah melakoni berbagai pekerjaan

potret lukisan Mary Wollstonecraft oleh John Opie tahun 1790, public domain, via Wikimedia

Setelah membantu Elisa bercerai dengan suaminya, Mary dibantu dengan Elisa mendirikan sekolah khusus perempuan di tahun 1784. Sayangnya, sekolahan itu tidak bertahan lama dan bangkrut. Mary kemudian mendapat pekerjaan menjadi pengasuh puteri dari Kingsoborough, orang kaya dari Irlandia. Tak berselang lama, Mary berhenti dari pekerjaannya.

Tahun 1788, Mary bertemu Joseph Johnson yang mengenalkan pekerjaan penerjemahan dan tulis menulis padanya. Sejak saat itu, Mary menghabiskan waktunya membacai berbagai literatur dan buku. Dari sinilah, Mary mulai sadar akan isu sosial, khususnya perempuan. Ia mulai aktif menulis berbagai artikel tentang perempuan.

Baca Juga: 25 Kumpulan Quotes dari Michelle Yeoh, Nyalakan Semangat Feminisme!

3. Menulis a Vindication of the Rights of Woman tahun 1792

buku A Vindication of the Rights of the Woman, public domain, via Wikimedia

Pada tahun 1792, Mary mengunjungi Prancis saat Revolusi sedang berkecamuk. Mary merasa geram dengan kondisi perempuan yang inferior dan selalu dinomorduakan. Pada saat itu, situasi rumahtangga Prancis masih dominan dipegang oleh laki-laki. Banyak suami yang melakukan kekerasan dan tidak memberikan hak yang setara pada perempuan, khususnya bidang pendidikan.

Mary kemudian menulis A Vindication of the Rights of the Woman. Sebuah buku yang mengeritik kebijakan tirani dan menyuarakan agar perempuan mendapatkan pemberdayaan di bidang pendidikan yang sama seperti laki-laki.

Meskipun sedikit kontroversial, A Vindication of the Rights of the Woman menjadi buku bestseller dan laris manis setelah penerbitannya. Buku ini menjadi cikal bakal pembelaan hak-hak perempuan, sekaligus menginspirasi berbagai perempuan untuk mengasah bakat dan keterampilan layaknya yang dilakukan laki-laki. 

4. Mary Wollstonecraft bukan penemu istilah feminisme

patung Mary Wollstonecraft di Newington Green, London, Grim23, CC BY-SA 4.0, via Wikimedia

Istilah feminisme baru ada pada tahun 1837. Istilah itu diciptakan oleh Charles Fourier yang merupakan filsuf Prancis. Pada saat menulis A Vindication of the Rights of the Woman, Wollstonecraft tidak mencatut sama sekali kata feminisme. Wollstonecraft menggunakan frasa woman movement atau gerakan perempuan dalam bukunya.

Meskipun bukan penemu istilah feminisme, Mary Wollstonecraft merupakan perintis dan penggagas gerakan feminisme gelombang pertama. Gerakan ini berfokus pada partisipasi perempuan untuk bisa mengenyam pendidikan, berkarir, dan memiliki hak suara dalam politik. 

Baca Juga: [OPINI] Peran Feminisme dalam Kesetaraan Hak Perempuan

Verified Writer

Ema Endrawati

Temannya burung hantu

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya