TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

5 Makna Kisah Pygmalion, Pentingnya Membedakan Harapan dan Kenyataan

Pernah mendengar kisah Pygmalion?

ilustrasi Pygmalion dan Galatea (Jean-Baptiste Regnault, Public domain, via Wikimedia Commons)

Dikatakan, pada periode sekitar 500 tahun Sebelum Masehi, peradaban Yunani telah mencapai puncaknya. Pada tahun-tahun tersebut muncul berbagai kisah pada dewa sebagaimana yang kini orang-orang ketahui, seperti Zeus (pimpinan para dewa yang bertahta di Gunung Olympus) atau dewi Venus (dewi cinta dan kecantikan).

Para dewa pun memiliki tugas masing-masing dalam menata kehidupan manusia di dunia. Di antara kisah para dewa itu, bermunculan juga sejumlah legenda. Salah satunya ialah legenda Pygmalion yang dikenal sebagai sang pematung. Siapa itu Pygmalion? Bagaimana kisah hidupnya dan pelajaran yang bisa kita petik darinya? Berikut telah dirangkum mengenai 5 makna kisah hidup Pygmalion.

1. Mengenal Pygmalion 

ilustrasi Pygmalion dan Galatea (alcaweb.org)

Bagi kamu yang menyukai mitologi Yunani, tentunya sudah tidak asing lagi dengan tokoh Pygmalion. Lantas, siapa Pygmalion itu? Pygmalion merupakan seorang pematung kelas atas yang dikenal masyarakat akan karya-karya indahnya.

Keputusannya untuk tidak menikah karena merasa bahwa ada banyak hal negatif yang terdapat pada diri perempuan membuatnya menyibukkan diri menciptakan karya-karya patung. Energi sensualitasnya ia salurkan ke dalam berbagai patung ciptaannya. Patungnya yang terkenal ialah Galatea.

Galatea menjadi patung terbaik karya Pygmalion yang merepresentasikan seorang perempuan yang sempurna dalam khayalan Pygmalion. Sosok perempuan sempurna yang tak pernah ia jumpai di kehidupan nyatanya.

Paras wajah Galatea tak tertandingi oleh perempuan mana pun di daratan Yunani. Begitu pula lekuk tubuh dan kehalusan kulitnya yang terbuat dari gading dikisahkah selembut sutera tatkala disentuh. Pygmalion senantiasa menatap Galatea dan bercengkerama dengannya.

Baca Juga: 5 Benda Penemuan Bangsa Yunani Kuno yang Masih Digunakan Saat Ini

2. Galatea sebagai realitas dari impian Pygmalion 

ilustrasi uluran tangan (unsplash.com/Hannah Busing)

Ya, begitu cintanya Pygmalion kepada Galatea tibalah saat diselenggarakannya pesta rakyat tahunan di Cyprus untuk memuja Venus, sang dewi keindahan. Pada pesta rakyat tersebut, masyarakat berkumpul memberikan persembahan untuk memperoleh berkah dalam hidup mereka. Pygmalion pun turut bergabung di dalamnya.

Di hadapan altar persembahan di dalam kesunyian, Pygmalion berkata dalam keraguan dan ketakutan, “Oh dewata, engkau yang mampu melakukan segala sesuatu, berikanlah kepadaku, melalui doa dan persembahan ini, demi istriku yang satu yang tampak seperti perawan gading,”. Alih-alih mengucapkan “patung perawan gading” dalam doanya, ia justru mengucapkan “tampak seperti perawan gading”. Pygmalion seakan menyangkal realitas yang ada dan menjadikan Galatea sebagai realitas dari impiannya.

Sebab perkataannya itu didengar oleh Venus yang dapat merasakan kesepian dalam diri Pygmalion, sang dewi pun memberikan kekuatan hidup pada Galatea tanpa sepengetahuan Pygmalion. Sampai pada akhirnya Pygmalion menyadari bahwa Galatea (istrinya) hidup. Mereka kemudian memiliki seorang anak bernama Paphos yang namanya kelak diabadikan menjadi nama kota tempat bangsa Hellenik merayakan pesta meriah untuk memuja Venus.

3. Pemaknaan kisah Pygmalion 

ilustrasi Pygmalion dan Galatea (alcaweb.org)

Dari kisah tersebut, kita memahami dan menyadari bahwa Pygmalion merupakan representasi dari sosok yang mendambakan kesempurnaan sehingga menjadi seorang perfeksionis. Sisi perfeksionis yang dimilikinya membuat ia kemudian mampu menciptakan patung yang sempurna. Patung gading yang digambarkan sebagai sosok perempuan yang tidak ada tandingannya di dunia nyata.

Hal itu lantas membuat kita kembali memahami bahwa Pygmalion adalah sosok yang beranggapan bahwa di dalam realitas terkandung banyak ketidaksempurnaan yang ada. Pygmalion berupaya untuk tetap berfokus pada dirinya sendiri dan memilih hidup dalam khayalan indahnya tanpa memandang kehidupan secara realistis. Meskipun memang kesendirian yang dialaminya mampu menghasilkan penemuan imajinatif.

4. Penggambaran kisah Pygmalion dalam kehidupan sehari-hari 

ilustrasi orang menulis (unsplash.com/Gabrielle Henderson)

Kita tentu menyadari bahwa setiap individu memiliki idealisme dan karakteristiknya sendiri yang spesifik, karena setiap jiwa itu unik. Selama kita mampu menerima realitas yang ada sekalipun tidak sama dengan idealisme yang kita punya, kita akan mampu beradaptasi dengan lingkungan sekitar dan hidup di tengah masyarakat sosial. Namun, jika kita tidak mau menerima realitas yang ada dan terkesan memaksakan idealime kita, kita akan senantiasa menarik diri dari lingkungan sosial dan menyendiri.

Kisah Pygmalion memberikan pelajaran kepada kita dari dua sisi yang berbeda, positif dan negatif. Dari sisi positif, kisah Pygmalion menggambarkan tentang betapa kuatnya daya kreasi seseorang, sehingga berawal dari imajinasi dan harapan seseorang mampu merealisasikan cita-citanya. Dari sisi negatif, kisah Pygmalion melukiskan bahwa sikap perfeksionis cenderung memperbesar jarak antara ketidakserasian idealisme dengan realitas yang harus dihadapi oleh seseorang.

Satiadarma (2001) dalam Persepsi Orang Tua Membentuk Perilaku Anak: Dampak Pygmalion di dalam Keluarga menyatakan, jika kisah ini ditinjau kembali dari sudut positif dan negatif. Sebab, ada hal yang membuat kita menyadari bahwa apa yang dipikirkan oleh seseorang itu adalah apa yang akan dialami olehnya. Cara seseorang mempersepsi sesuatu pun akan menentukan sikap dan tindakannya terhadap objek persepsinya.

Baca Juga: Merdeka 25 Maret, 5 Fakta Menarik Negeri Peradaban, Yunani

Verified Writer

Riani Shr

Menulis adalah salah satu upaya menyembuhkan yang ampuh.

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya