TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

7 Bukti Kekejaman Penjajah Jepang, dari Romusha hingga Perbudakan Seks

Banyak hal tak manusiawi yang dilakukan para penjajah Jepang

dingyue.ws.126.net

Kedatangan Jepang ke Indonesia pada tahun 1942 berpengaruh besar, dalam artian yang baik dan buruk. Dampak baiknya, mereka berhasil mengusir Belanda yang telah menduduki Indonesia selama tiga abad. Namun kabar buruknya, Jepang memiliki caranya tersendiri untuk menjajah bangsa kita. 

Walaupun masa pendudukan Jepang relatif singkat, yakni 3,5 tahun, mereka berhasil mengubah mimpi buruk menjadi nyata. Pemerintah dan tentara Jepang memimpin dengan begitu kejam dan merenggut banyak hal, padahal mereka mengaku akan memberikan kemerdekaan di awal kedatangannya.

Berikut ini sejumlah bukti kekejaman para penjajah Jepang terhadap rakyat Indonesia!

1. Membuat rakyat Indonesia hidup secara tak manusiawi

dictio.id

Para penjajah Jepang memiliki cara yang licik untuk mengelabui rakyat Indonesia. Mereka datang mengaku sebagai "saudara tua" bangsa kita untuk mendapatkan simpati. Tak hanya itu, janji kemerdekaan juga digemborkan di awal kedatangan, sehingga rakyat memercayainya. 

Namun ternyata, semua kebaikan itu hanya berlangsung dalam waktu yang singkat. Tak lama setelah Jepang menduduki Banten, makanan, obat-obatan, pakaian, dan berbagai barang kebutuhan lainnya menghilang dari pasar.

Akibatnya, rakyat pun sangat menderita. Mereka terpaksa makan seadanya dan mengenakan karung goni sebagai alat penutup tubuh. Belum lagi jika sakit, tak ada obat yang bisa diakses, sehingga rakyat menggunakan tumbuh-tumbuhan herbal seadanya. 

2. Romusha, kerja paksa ala Jepang

kaskus.co.id

Bukti kekejaman Jepang yang paling terkenal adalah romusha. Mereka memaksa rakyat, terutama para petani, untuk mengerjakan berbagai hal. Mulai dari terjun ke medan perang, membangun berbagai benteng, penjara, dan lain sebagainya. 

Para pekerja romusha direkrut dengan paksa. Setiap kepala daerah harus menyetorkan data laki-laki usia produktif, setelah itu mereka akan dipanggil untuk menjadi romusha. Saat panggilan datang, keluarga harus merelakan mereka, karena sering kali para pekerja tersebut tidak kembali lagi ke rumahnya.

Setelah menjadi romusha, mereka akan diberi pakaian "seragam" berupa karung goni yang berkutu. Setiap hari para pekerja paksa itu harus melakukan tugas yang berat tanpa istirahat dan makanan yang cukup. Tubuh mereka pun kurus dan lemah, namun tetap harus bekerja dengan berat.

Para tentara Jepang pun mengawasinya setiap waktu. Cambuk, pentungan logam, dan berbagai senjata siap untuk diayunkan kapan saja ketika ada romusha yang melawan, berusaha melarikan diri, atau mencuri waktu istirahat. 

Baca Juga: 7 Tokoh Belanda Penjajah Indonesia Terkejam, Populer di Buku Sejarah

3. Membangun penjara-penjara yang tidak manusiawi

Gedung Lawang Sewu Semarang. IDN Times/Fariz Fardianto

Jepang juga terkenal dengan penjara-penjaranya yang tak kenal ampun dan tidak manusiawi. Salah satu contohnya adalah penjara bawah tanah yang ada di Lawang Sewu, Semarang, Jawa Tengah. 

Bangunan tersebut awalnya dibuat oleh pemerintah Belanda untuk kantor kereta api. Namun saat Jepang menguasai Indonesia, ia dialihfungsikan menjadi penjara. Terdapat dua macam penjara yang terkenal di Lawang Sewu, yakni penjara jongkok dan berdiri. 

Penjara jongkok dibuat seperti bak dengan tinggi 50 sentimeter. Para tahanan harus jongkok di dalamnya. Seakan tak cukup kejam, bak tersebut diisi air yang mencapai leher lalu ditutup dengan besi. 

Sementara penjara berdiri dibuat dengan ukuran 1 x 1 meter. Ruangan tersebut biasanya diisi oleh delapan orang. Para tahanan yang berasal dari pribumi maupun warga Belanda harus berdiri berdesak-desakan di dalamnya. 

4. Menyiksa dan membiarkan tahanan mati kelaparan

soscili.my

Seakan penjara yang dibuatnya tak cukup menyiksa, para penjajah Jepang juga terkenal sering membiarkan tahanannya mati kelaparan. Para sipir dengan sengaja tidak memberikan makanan kepada tahanan selama berhari-hari.

Ketika diberi pun, makanan tersebut tidak cukup untuk memenuhi nutrisi yang diperlukan. Ini terjadi karena penjajah Jepang menganggap penjara adalah tempat untuk menyiksa, bukan hanya menahan. Maka tak heran jika banyak tahanan yang mati sebelum dieksekusi. 

Belum lagi, tahanan juga sering mendapatkan siksaan dari Kempeitai, polisi militer Jepang yang sangat sadis. Mereka tak ragu mengeluarkan berbagai metode untuk menyiksa orang. Mulai dari mencambuk, menggantung tubuh secara terbalik, memukul dengan pentungan logam, dan lain sebagainya. 

5. Diduga menyuntikkan virus dan bakteri terhadap para tahanan

allthatsinteresting.com

Tak banyak yang tahu bahwa penjajah Jepang juga menggunakan senjata biologis untuk upaya memenangkan Perang Dunia II. Metode ini disebut sebagai operasi Unit 731 yang memiliki laboratorium di Harbin, Tiongkok. 

Mereka sering melakukan uji coba obat kimia, virus, dan bakteri terhadap manusia. Misalnya dengan menyuntikkan bakteri sifilis kepada wanita hamil, meledakkan bom untuk melihat efeknya pada manusia, membedah tahanan tanpa bius, dan lain-lain.

Walaupun menurut sejarah, orang Tiongkok yang sering menjadi "kelinci percobaannya", banyak ahli yang mengatakan bahwa Indonesia juga tak luput dari sasaran Unit 731. Dilansir Historia, salah satunya terjadi di markas romusha Klender, Jakarta. 

Sekitar tahun 1942-1943, ratusan pekerja paksa tiba-tiba ditemukan dalam kondisi yang kritis dan menunjukkan gejala tetanus. Hal yang sama ditemukan pada romusha Surabaya dan Kalimantan. Diduga Unit 731 terlibat ketika para tentara memberikan injeksi imunisasi kepada romusha. 

6. Tragedi Mandor Berdarah, pembantaian massal Jepang di Kalimantan

tripadvisor.com

Pembantaian yang paling tak terlupakan di masa penjajahan Jepang adalah Tragedi Mandor Berdarah yang terjadi di Mandor, Kalimantan Barat. Peristiwa ini terjadi pada 28 Juni 1944.

Diawali dengan rasa benci rakyat yang memuncak terhadap Jepang, muncullah sebuah kelompok antifasisme. Mereka berencana untuk berpura-pura kerja sama dengan pemerintah Jepang. Kelompok tersebut terdiri dari generasi unggulan Kalimantan, mulai dari cendekiawan, politisi, tokoh agama, dan lain sebagainya.

Jepang pun mengakomodasinya dengan membentuk Nissinkai, organisasi politik yang bertujuan untuk mendukungnya. Namun tokoh di dalamnya diam-diam memata-matai pergerakan Jepang untuk melakukan serangan balik. 

Sayangnya, gerakan bawa tanah mereka ketahuan. Semua tokoh Nissinkai, keluarga, kerabat, dan siapa pun yang terlibat di dalamnya diciduk. Dengan mata tertutup dan tangan terikat, mereka dibawa ke tempat tersembunyi dan dibunuh dengan cara dipenggal atau ditembak mati. Tercatat korban peristiwa ini mencapai ribuan orang yang terdiri atas generasi unggulan Kalimantan Barat. 

Baca Juga: Gugur Karena Kekejaman G30S/PKI, Ini 10 Pahlawan Revolusi Indonesia

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya