TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Bertahan di Alam Menantang, Ini 5 Kekaisaran Kuno di Afrika Barat

Nomor 5 yang paling tersohor dan terbesar! #IDNTimesScience

Masjid Djinguereber, Timbuktu, Mali (pixabay.com/Kibi86)

Kawasan Afrika Barat terdiri dari banyak sekali negara besar dan kecil yang memiliki sejarah yang panjang dan budaya yang sangat kaya. Selain keragaman adat lokal, daerah ini juga mendapat pengaruh yang besar dari Inggris dan Prancis ketika era kolonialisme pada abad ke-20.  

Afrika Barat pernah mengalami zaman kemakmuran ketika beberapa kekaisaran atau kerajaan besar berdiri di sana sebelum kedatangan orang Eropa. Penasaran apa saja monarki yang dulu pernah ada di Afrika Barat? Yuk, simak daftar berikut ini!

1. Kekaisaran Wolof

ilustrasi ketua Wolof dan rakyatnya (worldhistory.org)

Bangsa Wolof adalah suku besar yang tinggal di ujung barat Benua Afrika sejak milenium pertama sebelum masehi. Bangsa asli Senegal dan Gambia ini hidup dengan beternak dan bercocok tanam, serta menghasilkan perhiasan dan tembikar dari besi. Mereka berhasil berkembang dan membangun kekaisaran besar yang berdiri sejak abad ke-14 Masehi. 

Kekaisaran Wolof makmur berkat Sungai Senegal dan Gambia yang menjadi sarana pendukung perdagangan dan sumber daya alam. Barang-barang andalan suku Wolof yang diperdagangkan antara lain kulit binatang, gading gajah, getah, garam, lilin lebah, tanaman indigo, kacang kola, dan lain sebagainya. Akan tetapi, emas menjadi komoditas favorit karena bangsa Portugis (dan kemudian Prancis) akhirnya tertarik untuk berdagang dengan bangsa Wolof. 

Kekaisaran Wolof akhirnya terpecah-belah pada abad ke-16 Masehi, kemungkinan karena banyaknya kota di pinggir pantai yang menjadi sangat makmur dan memilih berdiri sendiri. Salah satu negara pecahan kecil yang masih melanjutkan warisan, Kerajaan Wolof, nantinya juga tidak bertahan lama akibat pengaruh Eropa yang semakin besar. 

Baca Juga: Semakin Jarang Dibahas, Ini 5 Monarki Prakolonial di Amerika Selatan

2. Kekaisaran Kanem-Bornu

oasis di Kota Mao, Chad (worldhistory.org)

Pada awalnya, sebuah kerajaan kecil mulai berkembang pada abad ke-9 dan berlokasi di dekat Danau Chad di Gurun Sahara. Kekaisaran Kanem makmur berkat perdagangan dengan suku lainnya dan negara-negara Afrika Utara di sisi lain Gurun Sahara. Sejak abad ke-11, pemerintah Kanem mengadopsi agama Islam sebagai akibat dari interaksi dengan pedagang Muslim. 

Perdagangan karavan di Gurun Sahara menjadi kesempatan Kekaisaran Kanem untuk memeroleh berbagai barang penting atau berharga. Garam, emas, tembaga, tin, kulit binatang, dan unta adalah beberapa komoditas yang diperjualbelikan di pusat perdagangan tersebut. 

Pada akhir abad ke-14, pemimpin Kanem terpaksa kabur setelah wilayahnya dijajah oleh suku Bulala. Pemerintahan baru dipindahkan ke provinsi Bornu di bagian selatan dan kursi pemimpin tetap dipegang oleh dinasti dari Kanem. Negara baru ini berhasil bertahan cukup lama hingga Prancis tiba pada abad ke-19. 

3. Kekaisaran Ghana

Arsitektur tradisional Ghana di Oulata, Mauritania (worldhistory.org)

Kekaisaran Ghana di Afrika Barat diyakini sudah ada sejak abad ke-6 Masehi. Kekaisaran ini secara spesifik berlokasi di selatan Mauritania dan Mali, yang diapit oleh Gurun Sahara di daerah utara dan hutan hujan di selatan. Kata "Ghana" sendiri dipercaya adalah bahasa asli sana yang berarti "raja".

Kekaisaran Ghana menguasai perdagangan di Afrika Barat dan mengandalkan beberapa komoditas, antara lain emas, bijih besi, tembaga, kulit hewan, gading, dan bulu burung unta. Emas menjadi alasan utama negara-negara Afrika Utara dan Eropa tertarik untuk berdagang dengan Ghana. Pemerintah juga berhasil mempertahankan dan meluaskan wilayah kekuasaan berkat militer yang kuat.

Sayangnya, Kekaisaran Ghana semakin terpuruk sejak abad ke-12 Masehi karena kekeringan tanah di masa-masa ketatnya persaingan perdagangan di Afrika Barat. Terjadi pula konflik agama antara penduduk Islam dan penganut kepercayaan lokal. Kemudian, serangan dari Kerajaan Sosso dan kebangkitan Kekaisaran Mali pada abad ke-13 mengakhiri Kekaisaran Ghana.

4. Kekaisaran Mali

Masjid Djinguereber, Timbuktu, Mali (pixabay.com/Kibi86)

Kekaisaran Mali didirikan oleh Sundiata Keita pada abad ke-13 Masehi. Diplomasi dan militer yang kuat, serta sentralisasi pemerintahan adalah alasan Kekaisaran Mali mampu bertahan cukup lama. Pada pemerintahan Mansa Musa, Mali mencapai "zaman keemasan" sebagai akibat dari keragaman budaya, meluasnya wilayah secara pesat, dan peningkatan kemakmuran.

Timbuktu, kota independen yang kemudian dikuasai oleh para pemimpin Mali, berperan besar dalam perdagangan karena memiliki sumber daya alam yang berharga dan penting. Contohnya kacang kola, sereal (termasuk sorgum dan jewawut), rempah-rempah, manik-manik batu, gading, tekstil, barang pecah belah, dan kerajinan tangan lainnya. Agama Islam juga masuk dan berkembang di Kekaisaran Mali, termasuk Timbuktu. Area itu kemudian menjadi lokasi Masjid Djinguereber yang dibangun oleh Mansa Musa.

Kekaisaran Mali mengalami kejatuhan mulai abad ke-15 ketika terjadi perang saudara di dalam lingkungan keluarga kekaisaran, serta serangan dari bangsa Tuareg dan Mossi. Pada akhirnya, Kekaisaran Songhai yang baru bertumbuh berhasil menjajah dan menguasai Mali. 

Baca Juga: Tidak Hanya Mesir Kuno, Ini 5 Kerajaan Tua Lainnya di Afrika Utara

Verified Writer

Juan A. Soedjatmiko

Mohon maaf apabila terdapat kesalahan informasi atau kata dalam artikel

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya