TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Bagaimana Masyarakat Kuno Melakukan Pungutan Suara? Begini Faktanya

Ada yang pakai sistem sortir undian

ilustrasi Cicero dalam gedung senat Romawi kuno (wikimedia.org/Cesare Maccari)

Dalam masyarakat dan negara modern yang menganut sistem demokrasi menerapkan voting hingga pencoblosan langsung untuk memilih presiden maupun anggota dewan. Cara votingnya pun sangat beragam dan tak jarang memanfaatkan teknologi terbaru untuk memudahkan prosesnya. 

Hal itu tentu sangat berbeda dengan masyarakat yang hidup di zaman kuno. Berbagai teknologi canggih dan dianggap lebih transparan serta demokratif belum ada. Cara-cara sederhana dengan beberapa keterbatasan masyarakat kuno tetap melakukan voting untuk memilih pemimpin dan anggota dewan di majelis. Lalu, bagaimana dengan negara atau masyarakat di peradaban kuno melaksanakan pemilu?

1. Masyarakat Athena memilih dewan perwakilan dengan sistem sortir

koin yang menggambarkan seorang pemilih menjatuhkan tablet sebagai surat suara ke guci (wikimedia.org/Charles Chamberlain)

Dilansir laman History, menurut Eric Robinson, seorang profesor sejarah Universitas Indiana mengatakan bahwa supaya demokrasi dapat memberikan hak dan kekuasaan penuh atas rakyat untuk menjalankan sesuatunya, dan bukan hanya orang kaya, maka masyarakat harus memilih orang secara acak. Sehingga mereka menerapkan sistem sortir.

Dewan perwakilan negara-kota Athena waktu itu disebut Dewan 500. Untuk memutuskan siapa saja yang akan menduduki kursi dewan tersebut, mereka menyortir penduduknya secara acak. Aturannya, dalam setiap suku akan mewakili 50 orang di dalam dewan tersebut. Jika ada 10 suku di Athena, maka ada 500 anggota dewan perwakilan di majelis . 

Sistem pemilihannya relatif sederhana. Setiap warga negara yang memenuhi syarat akan mengambil token yang sudah dimasukkan dalam mesin acak berbentuk tabung atau bola. Nama yang keluar, maka terhitung sebagai kandidat terpilih. 

2. Mengasingkan politisi yang tidak disukai rakyat Athena

gambar ostraka atau tembikar kecil untuk menulis kandidat yang ingin diasingkan dari polis (worldhostory.org/museum Agora)

Pada sekitar tahun 347 SM hingga 416 SM di Athena juga menerapkan sistem pengasingan. Sebagaimana dilansir Smithsonian Magazine, seorang sejarawan dari Universitas Florida, James Sickinger mengatakan bahwa sistem tersebut diterapkan untuk konsteks politisi yang mendapat nilai negatif dari warga negara untuk menghindari pemimpin tiran.

Selain itu, sistem unik tersebut dilakukan untuk menghukum calon pemimpin ataupun anggota dewan yang memiliki masalah norma sosial, namun tidak bisa dibawa ke meja hijau. Bagi masyarakat Athena dulu itu sangat penting untuk menghindari kerugian bagi masyarakat.

Awalnya mereka akan menentukan apakah harus ada sistem pengasingan atau ostracophoria. Apabila iya maka akan menetapkan waktunya. Kemudian setiap pemilih akan diberi ostraka (semacam kartu dari lempeng tanah liat) untuk memilih kandidat yang ingin diasingkan. 

Agar kandidat bisa diasingkan harus memenuhi syarat pemilihan yaitu mendapat 6.000 suara. Hal itu tentu pernah terjadi Athena dan puncaknya pada masa kejayaan sistem demokrasi. Ada belasan kasus pengasingan yang pernah terjadi selama demokrasi Athena.

3. Pemungutan suara rahasia di republik Romawi

ilustrasi Cicero dalam gedung senat Romawi kuno (wikimedia.org/Cesare Maccari)

Laman History Extra melanisr, sejak abad kedua SM pemerintah Romawi kuno melaksanakan pemilu dengan cara pungutan suara secara rahasia. Cara itu diterapkan untuk memilih anggota legislatif, yudikatif, maupun pemimpin negara.

Sebagaimana namanya, setiap warga negara yang memiliki hak pilih harus menulis salah satu kandidat pilihan, namun tidak diperkenankan untuk menunjukkannya kepada publik khususnya elit politik. Mereka harus langsung memasukkannya ke dalam kotak suara. Hal itu bertujuan agar kebebasan rakyat dalam memilih lebih terjamin serta terhindar dari intervensi para elit. 

Tentu saja sistem seperti itu ditentang banyak politikus Romawi kala itu karena banyak kehilangan kendali. Akhirnya Cicero memberikan solusi khusus yakni sebelum memasukkan surat suara ke kotak, rakyat hanya harus menunjukkannya kepada warga negara terkemuka, sehingga dapat merasakan kebebasan yang sama khususnya bagi elit politik.

4. Tepuk tangan untuk memberikan suaranya pada pemilu di Sparta

lukisan abas ke sembilan belas karya Philipp Foltz yang menggambarkan seorang politisi Athena Pericles menyampaikan orasi di depan Majelis (en.m.wikipedia.org/Philipp von Foltz)

Dilansir laman History, menurut Eric Robinson, seorang profesor sejarah Universitas Indiana mengatakan bahwa supaya demokrasi dapat memberikan hak dan kekuasaan penuh atas rakyat untuk menjalankan sesuatunya, dan bukan hanya orang kaya, maka masyarakat harus memilih orang secara acak. Sehingga mereka menerapkan sistem sortir.

Dewan perwakilan negara-kota Athena waktu itu disebut Dewan 500. Untuk memutuskan siapa saja yang akan menduduki kursi dewan tersebut, mereka menyortir penduduknya secara acak. Aturannya, dalam setiap suku akan mewakili 50 orang di dalam dewan tersebut. Jika ada 10 suku di Athena, maka ada 500 anggota dewan perwakilan di majelis . 

Sistem pemilihannya relatif sederhana. Setiap warga negara yang memenuhi syarat akan mengambil token yang sudah dimasukkan dalam mesin acak berbentuk tabung atau bola.

Verified Writer

Khus nul

-

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya