TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Sejarah Tradisi Beli Baju Lebaran, Begini Asal-usulnya

Sejak kapan sih kita mulai beli baju pas Lebaran?

ilustrasi belanja (pexels.com/PNW Productions)

Bukan rahasia jika Lebaran jadi satu momen menyenangkan. Pasalnya, saat Lebaran kita akan dapat libur panjang, THR, plus bisa berkumpul bersama keluarga. Momen Idul Fitri juga melahirkan banyak tradisi bagi masyarakat Indonesia, salah satunya kebiasaan membeli baju baru.

Berbagai pusat perbelanjaan pun banjir pengunjung yang berburu pakaian terkini. Sejarah tradisi baju Lebaran tercatat sudah dilakukan sejak abad ke-20, lho! Bagaimana awalnya?

Sejarah tradisi beli baju lebaran

Kamu termasuk yang membeli baju baru saat Lebaran? Bisa dipastikan sebagian besar masyarakat Indonesia menerapkannya sebagai kebiasaan menjelang Lebaran.

Kalau ditanya kenapa, jawabannya beragam. Ada yang menyebut karena ingin berpenampilan baru, memanfaatkan tunjangan hari raya, hingga memang tradisinya.

Well, kebiasaan membeli baju saat Lebaran tercatat sudah dilakukan sejak awal abad ke-20. Ini dibuktikan dengan catatan penasihat urusan pribumi untuk pemerintah kolonial, Snouck Hugronje, kepada Direktur Pemerintahan Dalam Negeri. 

Keterangannya juga termuat dalam surat Nasihat-Nasihat Snouck Hugronje Semasa Kepegawaiannya kepada Pemerintah Hindia Belanda 1889-1939 Jilid IV. Dalam surat yang ditulis 20 April 1904 tersebut, tercatat bagaimana cara masyarakat memperingati Idul Fitri.

Dijelaskan bahwa orang-orang pada masa tersebut merayakan pesta disertai dengan hidangan khusus. Mereka juga saling berkunjung dengan sanak saudara dan kerabat. Tidak ketinggalan, masyarakat juga membeli pakaian baru sebagai hiburan yang menggembirakan. 

Baca Juga: Sejarah Khong Guan, Kini Jadi Sajian Khas Idul Fitri

Lebaran, baju baru, dan pendudukan Belanda

ilustrasi belanja (pexels.com/PNW Productions)

Tradisi membeli pakaian saat Lebaran ternyata mirip dengan kebiasaan orang di Eropa. Snouck dalam Islam di Hindia Belanda menjelaskan bahwa rutinitas tersebut kerap dilakukan setahun sekali saat perayaan tahun baru.

Meski demikian, hal ini dianggap tidak oleh pemerintah Hindia-Belanda. Seorang Residen Semarang, Steinmetz, dan pejabat Hindia Belanda, De Wolff, mengkritik kebiasaan tersebut. Mereka bahkan menyebut tradisi lain saat menyambut Lebaran sebagai 'sumber bencana ekonomi'.

Wah, kenapa? 

Keduanya mengungkapkan bahwa kebiasaan membeli baju, membeli petasan, dan lainnya dapat merugikan pemerintahan. Alasannya, para bupati dan pamongpraja bumiputra 'memakan' dana pemerintah untuk merayakannya. Hadeeeh!

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya