TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Benarkah Melepas Balon ke Udara Bisa Merusak Lingkungan?

Kebiasaan ini sebaiknya dihentikan

ilustrasi balon (unsplash.com/Gaelle Marcel)

Dalam berbagai acara seperti pernikahan, wisuda, perayaan ulang tahun, atau peresmian tempat, terkadang diselingi dengan pelepasan balon ke udara. Balon ibarat mimpi-mimpi mereka yang diharapkan menjadi nyata.

Namun, tanpa disadari, melepas balon ke udara adalah petaka bagi lingkungan. Sefatal apakah efeknya?

1. Setelah terbang ratusan kilometer, balon akan mendarat di sembarang tempat

ilustrasi sampah balon di lautan (noaa.gov)

Dalam satu event, jumlah balon yang dilepaskan ke udara bisa mencapai puluhan atau bahkan ratusan. Setelahnya, balon tersebut dilupakan begitu saja.

Mengutip The Conversation, setelah menempuh jarak puluhan atau bahkan ratusan kilometer, balon akan mendarat sebagai sampah di pantai, sungai, hutan, danau, lautan, dan area alami lainnya. Tidak ada yang bisa memprediksi jatuhnya di mana.

2. Sangat sulit terurai dan bisa menyebabkan listrik padam

ilustrasi balon tersangkut di kabel listrik (nj.pseg.com)

Foto di atas adalah balon berjenis mylar. Karena terbuat dari lembaran nilon plastik dengan lapisan logam, balon ini tidak bisa terurai. Bahkan, bisa menyebabkan pemadaman listrik ketika bersentuhan dengan kabel listrik atau pemutus arus!

Yang membuat balon mylar sangat berbahaya adalah karena material pembuatnya, yaitu lapisan logam tipis. Seperti yang kita ketahui, logam adalah konduktor atau penghantar listrik yang baik.

Sementara, balon lateks adalah balon oval yang biasanya berisi gas helium. Balon jenis ini bisa terurai secara alami (biodegradable), tetapi butuh waktu yang cukup lama, antara enam bulan hingga empat tahun.

Baca Juga: Mengganggu Lingkungan Juga, Ini 7 Fakta Polusi Cahaya di Sekitar Kita

3. Berbahaya bagi satwa liar, hewan ternak, dan peliharaan

ilustrasi penyu makan plastik (meridiandobra.ru)

Balon merupakan ancaman nyata bagi satwa liar, hewan ternak, dan peliharaan. Mereka bisa terluka dan terbunuh karena memakan pecahan balon hingga terjerat pita atau tali balon yang panjang.

Salah satu korbannya adalah penyu, yang mengira balon sebagai ubur-ubur lalu memakannya. Dilansir The Dodo, balon itu tersangkut di saluran pencernaannya, menjebak udara, dan mengganggu kemampuannya untuk menyelam.

"Sampah yang tertelan seperti kantong plastik, balon, dan plastik non-biodegradable lainnya hampir tidak mungkin dideteksi dengan sinar-X, CT scan, atau diagnosa lainnya," ujar Lauren Bell, ahli biologi akuatik di Clearwater Marine Aquarium (CMA).

Korban lainnya adalah burung laut seperti burung camar. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh CSIRO di tahun 2019, burung laut memiliki risiko kematian 32 kali lebih besar ketika menelan balon daripada jenis plastik keras lainnya.

4. Menjadi sampah laut dan merugikan nelayan

ilustrasi nelayan (pexels.com/Quang Nguyen Vinh)

Balon yang dilepaskan ke udara bisa berakhir sebagai sampah laut (marine debris). Menurut Debris Tracker, sampah laut telah diakui sebagai bentuk pencemaran selama lebih dari 50 tahun terakhir.

Selain mengotori pemandangan, sampah laut menyebabkan kerugian ekonomi bagi sektor perikanan dan kelautan. Berdasarkan studi berjudul "Impacts of Marine Debris on Subsistence Fishermen" yang diterbitkan dalam jurnal Marine Pollution Bulletin, kantong plastik merupakan jenis sampah yang paling banyak dilaporkan oleh para nelayan.

Jaring yang seharusnya terisi oleh ikan, malah dipenuhi oleh sampah laut. Akibatnya, nelayan kehilangan waktu untuk memilah dan membuang sampah tersebut. Jumlah tangkapannya pun menjadi berkurang.

Baca Juga: Tambang Emas Ternyata Merusak Lingkungan! Ini Buktinya

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya