TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Tak Hanya La Nina, 6 Fenomena Sebabkan Curah Hujan Tinggi di Indonesia

Menyebabkan hujan deras hingga badai

ilustrasi hujan (pixabay.com/xusenru)

Baru-baru ini BMKG menyebutkan bahwa Indonesia akan dilanda La Nina menjelang akhir tahun. La Nina sendiri adalah fenomena alam ketika suhu permukaan laut di sepanjang barat Samudera Pasifik mengalami penghangatan, sehingga angin yang membawa uap air cukup banyak dari Samudera Pasifik menuju daerah suhu hangat tersebut.

Peristiwa ini akan menyebabkan peningkatan intensitas hujan di beberapa daerah di Indonesia. La Nina bahkan dapat menyebabkan terjadinya hujan badai hingga banjir di sejumlah daerah.

Selain La Nina, ternyata ada beberapa fenomena iklim lainnya yang sebabkan curah hujan meningkat di Indonesia. Simak informasinya berikut ini.

1. Monsun Asia

visualisasi data tentang monsun (svs.gsfc.nasa.gov)

Secara umum, terdapat tiga sistem monsun di dunia, yaitu Afrika, Asia dan Australia. Monsun di Asia sendiri dibagi menjadi Monsun India dan Monsun Asia Tenggara. Monsun menyebabkan terjadinya musim hujan dan musim kemarau.

Terjadinya monsun ini akibat adanya penghangatan suhu di daratan akibat dari gerak semu tahunan matahari. Akibatnya terjadi perbedaan suhu antara daratan dan lautan. Perbedaan ini menyebabkan pergerakan angin.

Angin monsun Asia akan bertiup dari daerah bertekanan tinggi, yaitu daerah dengan suhu dingin melintasi wilayah perairan dan mengambil uap air dari lautan menuju daerah bertekanan rendah yaitu daerah dengan suhu yang lebih hangat. Angin ini akan memberikan hujan di wilayah bersuhu hangat tersebut.

2. Madden Jullian Oscillation

ilustrasi terjadinya Madden Julian Oscillation (climate.gov)

Madden Julian Oscillation (MJO) adalah sistem sirkulasi atmosfer tropis berskala besar yang bergerak perlahan ke arah timur di atas perairan khatulistiwa yang hangat di Hindia dan Samudra Pasifik Barat. Skala waktu MJO dapat terjadi selama mingguan hingga bulanan. Fenomena ini dapat berulang 30 hingga 60 hari.

Efek yang ditimbulkan oleh MJO sangat jelas di sekitar Samudera Hindia dan Pasifik Barat. Efek yang akan terjadi seperti meningkatnya curah hujan hingga badai di beberapa wilayah seperti Indonesia. Ketika MJO yang terbentuk cukup kuat, akan menimbulkan siklon tropis.

Baca Juga: Pusat Layanan Iklim Dunia Prediksi Puncak La Nina Terjadi Awal 2022

3. Kelvin and Rossby

ilutrasi data Gelombang Rossby (oceanservice.noaa.gov)

Gelombang Kelvin dan Rossby memiliki dua jenis yang berada di atmosfer dan lautan. Gelombang Kelvin dan Rossby di atmosfer adalah gelombang yang bergerak menggerakkan massa udara.

Gelombang Rossby memindahkan udara panas dari daerah tropis menuju kutub dan sebaliknya untuk mencapai kesetimbangan atmosfer. Gelombang ini terbentuk akibat topografi bumi, yaitu pemanasan bumi dari matahari yang tidak merata dan udara tidak dapat melewati pegunungan. Adanya gelombang ini akan menghangatkan perairan di sekitar Indonesia dan memungkinkan timbulnya bibit siklon.

Gelombang Kelvin merupakan gerakan gelombang skala besar. Di Indonesia gelombang ini mengarah menuju timur. Gelombang Kelvin dipengaruhi oleh gravitasi dan rotasi bumi. Gelombang ini memainkan peran penting dalam pembangkitan fenomena Madden Jullian Oscillation. Gelombang-gelombang ini menyebabkan curah hujan di Indonesia meningkat dan bahkan dapat menimbulkan cuaca esktrem.

4. Bibit Siklon Tropis

siklon tropis (pixabay.com/janeb13)

Siklon tropis merupakan badai yang berputar cepat dari lautan tropis yang memiliki pusat tekanan rendah dan terdapat awan berputar mengelilingi pusat. Badai ini memiliki diameter sekitar 200 bahkan bisa mencapai 1000 km. Siklon ini dapat terjadi ketika terdapat suatu daerah yang memiliki tekanan udara rendah dikelilingi daerah tekanan tinggi sehingga akan terbentuk pusaran angin. Adanya siklon ini akan membawa hujan lebat, angin kencang dan gelombang tinggi.

Wilayah perairan Indonesia sering terjadi pembentukan bibit-bibit siklon tropis. Beberapa kali terjadi bencana meteorologi di Indonesia disebabkan oleh fenomena ini. Sebagai contoh, pengaruh ekor Siklon Cempaka di Samudera Hindia yang terjadi pada 2017 lalu menyebabkan hujan lebat beberapa hari di Indonesia. Hujan ini menimbulkan banjir dan longsor di beberapa tempat.

5. Intertropical Convergence Zone (ITCZ)

ITCZ (earthobservatory.nasa.gov)

Intertropical Convergence Zone atau ITCZ adalah sebuah sabuk tekanan rendah di atmosfer yang umumnya terletak di dekat khatulistiwa. ITCZ diakibatkan oleh gerak semu tahunan matahari. Wilayah yang dilintasi matahari saat itu akan membentuk tekanan rendah. Kemudian angin pasat dari belahan bumi utara dan selatan datang bersama-sama membawa uap air.

Hal tersebut yang akan menyebabkan hujan lebat bahkan terjadi badai petir di wilayah yang dilalui ITCZ. Badai petir ini dapat mencapai Ketinggian 16 kilometer, 55 ribu kaki atau 10 mil di atas permukaan. ITCZ bergerak sepanjang tahun dan mengikuti gerak semu tahunan matahari. Karena lautan memanas lebih lambat daripada daratan, maka ITCZ ​​cenderung bergerak lebih jauh ke utara dibandingkan wilayah bumi selatan.

Pada bulan Juli dan Agustus, ITCZ ​​terletak tepat di utara khatulistiwa di atas Afrika, Asia, dan Amerika Tengah. Bulan Januari dan Februari ITCZ akan bergerak ke selatan menuju Amerika Selatan, Afrika tengah, dan Australia. Sedangkan di Indonesia, tepatnya Jawa, Bali, dan sebagian Sumatera, ITCZ akan terjadi sekitar Desember hingga Januari.

Verified Writer

Puspa

Love myself, love yourself!

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya