ilustrasi hujan (pexels.com/Pixabay)
Kemarau basah adalah kondisi ketika seharusnya sudah memasuki musim kemarau, tetapi curah hujan masih cukup tinggi meskipun wilayah tersebut memasuki musim kemarau. Biasanya, musim kemarau identik dengan cuaca panas, minim awan, dan langit cerah. Namun, pada kemarau basah, kelembapan udaranya tetap tinggi sehingga hujan bisa terjadi di sejumlah wilayah.
Deputi Bidang Meteorologi BMKG, Guswanto, menjelaskan bahwa fenomena ini dapat disebabkan oleh berbagai faktor, termasuk perubahan iklim dan pola cuaca yang tidak stabil.
Di luar itu, beberapa dinamika atmosfer yang turut berkontribusi terhadap kemunculan kemarau basah tahun ini. Sebut saja sirkulasi siklonik di wilayah Indonesia, fenomena Madden-Julian Oscillation (MJO), serta gelombang atmosfer seperti gelombang Kelvin, Rossby Ekuator, dan Low Frequency. Kondisi ini menyebabkan awan-awan hujan tetap terbentuk dan menurunkannya di beberapa wilayah meskipun secara umum sudah memasuki musim kemarau.
Fenomena kemarau juga dikenal secara global dengan istilah wet drought yaitu situasi ketika suatu daerah mengalami curah hujan yang tampaknya normal atau bahkan di atas rata-rata, tetapi ketersediaan air tetap menurun. Hal ini bisa terjadi karena hujan turun dalam waktu singkat atau tidak cukup terserap ke dalam tanah dan sistem penyimpanan air seperti waduk atau salju. Akibatnya, meski hujan turun, pasokan air jangka panjang tetap terganggu.