Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Kapan Musim Kemarau 2025 Dimulai? BMKG Prediksi Durasi Lebih Singkat

ilustrasi kemarau (pexels.com/Feyza Daştan)
Intinya sih...
  • Musim kemarau di Indonesia telah berlangsung sejak April 2025.
  • Puncak musim kemarau diperkirakan terjadi pada rentang Juni hingga Agustus, dengan intensitas kekeringan tertinggi di beberapa wilayah.
  • BMKG merekomendasikan langkah-langkah mitigasi dan adaptasi, termasuk penyesuaian jadwal tanam, pemilihan varietas tanaman yang tahan kekeringan, dan pengelolaan air yang optimal.

Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) melalui Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati, mengonfirmasi bahwa musim kemarau di Indonesia telah mulai berlangsung sejak April 2025. Pernyataan ini diumumkan dalam keterangan tertulis pada Sabtu (12/4/2025). 

Namun, berbeda dari tahun-tahun sebelumnya, musim kemarau kali ini diprediksi akan datang lebih bertahap dan cenderung lebih singkat di banyak wilayah.

Berdasarkan hasil pemantauan, BMKG mencatat bahwa sebanyak 115 Zona Musim (ZOM) di Indonesia sudah memasuki musim kemarau sejak bulan ini. Jumlah tersebut diperkirakan terus bertambah pada Mei dan Juni, mencakup daerah-daerah utama seperti Jawa, Bali, Nusa Tenggara, Kalimantan, hingga Papua.

1. Puncak kemarau diprediksi pada rentang Juni hingga Agustus

Ilustrasi kemarau kekeringan (pixabay.com/ThorstenF)

BMKG menjelaskan bahwa saat ini fenomena iklim global, seperti El Nino-Southern Oscillation (ENSO) dan Indian Ocean Dipole (IOD), berada dalam fase netral. Kondisi ini berarti tidak ada gangguan iklim besar yang bersumber dari Samudra Pasifik maupun Samudra Hindia.

Selain itu, Dwikorita mengungkapkan bahwa puncak musim kemarau 2025 diperkirakan akan terjadi pada rentang Juni hingga Agustus. Tingkat kekeringan tertinggi diprediksi melanda wilayah-wilayah seperti Jawa bagian tengah hingga timur, Kalimantan, Sulawesi, Bali, Nusa Tenggara, dan Maluku pada bulan Agustus.

Menariknya, musim kemarau tahun ini tidak hanya diprediksi berlangsung lebih pendek dari biasanya, tetapi juga menunjukkan variasi sifat yang cukup beragam. Sekitar 60% wilayah Indonesia diperkirakan mengalami musim kemarau dengan intensitas normal.

"Durasi kemarau diprediksi lebih pendek dari biasanya di sebagian besar wilayah, meskipun terdapat 26% wilayah yang akan mengalami musim kemarau lebih panjang, terutama di sebagian Sumatera dan Kalimantan,” ungkapnya.

2. Perlu adanya sistem mitigasi

Dwikorita menyarankan untuk melakukan langkah-langkah mitigasi, khususnya di sektor-sektor vital seperti pertanian. Ia mendorong menyampaikan agar petani dan pemangku kebijakan daerah melakukan penyesuaian jadwal tanam berdasarkan prakiraan awal musim kemarau di masing-masing wilayah.

Selain itu, pemilihan varietas tanaman yang lebih tahan terhadap kondisi kekeringan juga menjadi salah satu langkah adaptasi yang penting. Pengelolaan air yang lebih optimal pun diimbau untuk diterapkan, agar pasokan air untuk irigasi tetap stabil di tengah keterbatasan curah hujan.

"Untuk wilayah yang mengalami musim kemarau lebih basah, ini bisa menjadi peluang untuk memperluas lahan tanam dan meningkatkan produksi, dengan disertai pengendalian potensi hama," imbuhnya.

3. Antisipasi kebencanaan dan risiko kesehatan

ilustrasi nelayan (pexels.com/Quang Nguyen Vinh)

Di sektor kebencanaan, Dwikorita menegaskan bahwa potensi kebakaran hutan dan lahan (karhutla) menjadi ancaman serius. 

BMKG merekomendasikan agar pemerintah daerah dan masyarakat mulai melakukan langkah antisipatif sejak periode musim hujan masih berlangsung. Ini termasuk pembasahan lahan gambut untuk menjaga tinggi muka air, serta pengisian embung dan penampungan air di kawasan rawan karhutla.

Selain itu, sektor lingkungan dan kesehatan juga perlu mewaspadai dampak lanjutan musim kemarau, seperti penurunan kualitas udara. Potensi suhu panas yang dipadukan dengan kelembapan tinggi juga bisa memengaruhi kenyamanan dan kesehatan masyarakat.

 

BMKG memprediksi bahwa musim kemarau 2025 akan terjadi lebih singkat dari biasanya. Masyarakat dihimbau untuk melakukan langkah-langkah pencegahan yang bisa memengaruhi kesehatan hingga potensi bencana yang muncul akibat kemarau. 

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Achmad Fatkhur Rozi
Rifki Wuda
Achmad Fatkhur Rozi
EditorAchmad Fatkhur Rozi
Follow Us