Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Apakah Sawit Bisa Menahan Banjir
ilustrasi kebun kelapa sawit (pixabay.com/sarangib)

Intinya sih...

  • Perkebunan sawit tidak mampu menahan banjir seperti hutan alami.

  • Sawit tidak memiliki keanekaragaman tanaman yang dapat menyeimbangkan ekosistem dan menjaga kesehatan tanah.

  • Sawit juga tak memberikan tekanan tambahan pada ekosistem sekitar, memaksa petani mengairi perkebunan dengan lebih banyak air dari sumber alami.

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Bencana banjir yang melanda Aceh, Sumatra Utara, dan Sumatra Barat beberapa waktu terakhir menjadi sorotan nasional. Banyak masyarakat membahas penyebabnya, dari cuaca ekstrem hingga dampak perubahan lingkungan akibat alih fungsi hutan menjadi perkebunan sawit.

Dengan perkebunan sawit yang makin luas, banyak orang mulai mempertanyakan efektivitasnya dalam mengatasi limpasan air. Lantas, apakah sawit bisa menahan banjir? Perkebunan kelapa sawit yang bersifat monokultur tidak mampu menahan limpasan air seperti hutan alami. Untuk memahami lebih lanjut, simak penjelasan berikut.

Apakah sawit bisa menahan banjir?

Ada pihak yang menyebut perkebunan kelapa sawit sebagai “hutan” karena terdapat banyak pohon di suatu area. Namun, kenyataannya sawit merupakan tanaman monokultur, bukan hutan alami.

Wong Ee Lynn dalam Malaysiakini menjelaskan bahwa monokultur tidak memiliki keanekaragaman tanaman yang dapat menyeimbangkan ekosistem dan menjaga kesehatan tanah. Berbeda dengan hutan yang memiliki berbagai jenis tanaman dengan akar atau tanaman penutup tanah guna membantu menahan erosi, perkebunan sawit tidak menyediakan perlindungan alami semacam itu.

Akibatnya, kemampuan sawit untuk menahan air dan mencegah banjir sangat terbatas. Pohon sawit, terutama saat masih muda, memiliki kanopi kecil sehingga tidak mampu menahan air hujan secara optimal. Sebuah studi pada DAS Sungai Kais menunjukkan bahwa setelah lahan hutan diganti menjadi perkebunan sawit, limpasan permukaan meningkat 21 persen dan sedimen meningkat hampir 17 persen. Alhasil, risiko banjir meningkat lima kali lebih besar dibandingkan kondisi hutan alami. Ini membuktikan bahwa sawit tidak dapat menggantikan fungsi hutan dalam mengendalikan banjir.

Dampak perkebunan sawit terhadap kualitas air dan tanah

ilustrasi kebun sawit (commons.m.wikimedia.org/Dyima Guszita)

Selain tidak mampu menahan banjir, sawit juga tak memberikan tekanan tambahan pada ekosistem sekitar. Perkebunan monokultur membutuhkan banyak pupuk dan pestisida untuk melindungi tanaman karena tidak ada keseimbangan alami seperti di hutan. Penggunaan bahan kimia ini tidak hanya merusak tanah, tetapi juga mencemari sumber air di sekitarnya. Fiona McAlpine dari The Borneo Project menekankan bahwa monokultur sawit, seberkelanjutan apa pun, tetap tidak memiliki keanekaragaman hayati dan harmoni ekologis hutan asli.

Apalagi tanah di perkebunan sawit juga cepat mengalami degradasi. Tanpa tanaman penutup tanah yang alami, lapisan atas tanah mudah terkikis, mengurangi kemampuan retensi air, hingga akhirnya lahan menjadi kurang subur. Proses ini memaksa petani mengairi perkebunan dengan lebih banyak air dari sungai atau danau yang kemudian dapat menguras sumber air alami.

Perbedaan hutan asli dan perkebunan sawit

Hutan alami memiliki struktur kompleks dan keanekaragaman hayati tinggi yang membuatnya mampu menahan air hujan, mencegah erosi, dan menyaring polutan secara alami. Daun, batang, dan akar pohon bekerja bersama-sama menahan air, memperlambat aliran hujan ke tanah, dan menjaga kualitas air sungai. Di sisi lain, sawit dengan monokultur dan kanopi kecil tidak mampu melakukan fungsi ini.

Selain itu, sawit tidak mendukung keberadaan berbagai spesies mikroorganisme, serangga, dan tanaman penutup tanah yang dapat menjaga keseimbangan ekosistem. Kehilangan keanekaragaman ini berarti menunjukkan bahwa perkebunan sawit tidak mampu menahan dampak alam, seperti banjir dan erosi.

Setelah mengetahui apakah sawit bisa menahan banjir jelas bahwa hutan alami jauh lebih efektif menahan limpasan air, menjaga kualitas tanah, dan mempertahankan keseimbangan ekosistem. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa upaya melestarikan hutan jauh lebih penting daripada mengandalkan perkebunan sawit.

FAQ seputar apakah sawit bisa menahan banjir

Apakah perkebunan sawit bisa mencegah banjir?

Tidak, sawit tidak seefektif hutan alami dalam menahan limpasan air karena merupakan monokultur dengan kanopi kecil.

Mengapa sawit lebih rentan menyebabkan banjir?

Sawit tidak memiliki akar dan tanaman penutup tanah yang beragam, sehingga air hujan cepat mengalir ke sungai dan tanah mudah tererosi.

Bagaimana perbandingan sawit dan hutan dalam menahan air?

Hutan alami memiliki keanekaragaman tanaman dan akar dalam yang menahan air, sedangkan sawit tidak mampu meniru fungsi alami tersebut.

Apa solusi untuk mengurangi risiko banjir di area sawit?

Melestarikan hutan di sekitarnya dan menerapkan praktik konservasi tanah dapat membantu mengurangi limpasan air dan risiko banjir.

Referensi
"Beyond Deforestation, Oil Palm Estates Pose Flood And Water Contamination Risks". Mongabay. Diakses Desember 2025.
Asmara, Briantama, and Timothy O. Randhir. “Modeling the Impacts of Oil Palm Plantations on Water Quantity and Quality in the Kais River Watershed of Indonesia.” The Science of the Total Environment 928 (April 16, 2024): 172456.
Merten, Jennifer, dkk. “Flooding and Land Use Change in Jambi Province, Sumatra: Integrating Local Knowledge and Scientific Inquiry.” Ecology and Society 25, no. 3 (January 1, 2020).

Editorial Team