Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Kenapa Kelapa Sawit Tidak Bisa Mencegah Banjir?

ilustrasi banjir yang merendam ratusan rumah warga
ilustrasi banjir yang merendam ratusan rumah warga (unsplash.com/Iqra Rinaldi)
Intinya sih...
  • Perkebunan sawit tidak memiliki serasah daun seperti hutan alami sehingga air hujan tidak tertahan dan langsung membanjiri tanah saat curah hujan tinggi.
  • Akar kelapa sawit bersifat serabut dan dangkal. Ia hanya berfungsi menambatkan pohon sehingga tidak efektif menyerap dan menahan aliran air seperti akar pohon hutan.
  • Alih fungsi hutan menjadi perkebunan sawit merusak ekosistem dan keanekaragaman hayati yang berperan penting untuk menjaga keseimbangan lingkungan.
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Banjir bandang yang menghantam sejumlah provinsi seperti Sumatra Barat, Sumatra Utara, dan Aceh pada 25 November 2025 lalu meninggalkan duka yang luar biasa dalam. Gak hanya merendam ratusan desa dan merusak infrastruktur, banjir bandang yang terjadi juga menyebabkan lebih dari 600 nyawa melayang. Jumlah ini kemungkinan besar akan semakin bertambah mengingat banyaknya wilayah bencana yang masih terisolasi dan belum mendapatkan pertolongan. 

Membahas soal banjir bandang, banyak pihak menyebutnya semata-mata sebagai bencana alam. Namun, jika dilihat lebih saksama, kita tahu bahwa alam bukanlah pelaku utamanya. Perusakan hutan dan alih fungsi lahan menjadi perkebunan sawit memainkan peran besar dalam bencana ini. Kenapa bisa begitu? Bukankah kelapa sawit juga pohon? Kenapa kelapa sawit tidak bisa mencegah banjir? Berikut penjelasannya!

1. Perkebunan sawit gak memiliki serasah daun untuk menahan air

ilustrasi perkebunan kelapa sawit
ilustrasi perkebunan kelapa sawit (unsplash.com/James Lo)

Fungsi utama pepohonan dan hutan ialah untuk menyerap polusi sekaligus juga menyediakan oksigen. Namun, bukan hanya pepohonan dan tumbuhan yang menjulang tinggi aja yang berguna, bahkan serasah daun di bawahnya pun memiliki sejumlah manfaat. Dilansir Tunley Environmental, serasah daun adalah lapisan daun kering, ranting-ranting patah, hingga puing organik yang menutupi permukaan tanah.

Gak hanya jadi tempat sembunyi para serangga, manfaat lain dari serasah daun ialah mencegah banjir dan erosi. Ini karena saat curah hujan tinggi, tetesan air hujan akan mengisi seresah daun. Seresah kemudian mengalirkan air yang terkumpul agar tanah bisa menyerapnya secara bertahap. Masalahnya, perkebunan sawit gak memiliki serasah tanah seperti yang dimiliki oleh hutan alami. Akibatnya tetesan air hujan akan langsung meresap ke tanah. Sebetulnya, ini bukan masalah jika hujan yang turun intensitasnya ringan. Namun, jika curah hujan tinggi, tanah akan kewalahan dalam menyerap air dan akhirnya menimbulkan genangan.

2. Sistem akar kelapa sawit dirancang hanya untuk menambatkan pohon

ilustrasi pohon kelapa sawit
ilustrasi pohon kelapa sawit (commons.m.wikimedia.org/Marco Schmidt)

Kelapa sawit dan pohon di hutan memang sama-sama memiliki daun. Masalahnya, bukan daun yang dapat menahan air, melainkan akar. Dilansir The Conversation, seperti yang kita tahu, pepohonan di hutan memiliki akar yang besar, kuat, dan kokoh. Akar-akar ini menembus jauh ke dalam dan membentuk jalur yang memungkinkan air meresap ke pori-pori tanah. Meski terdengar sederhana, keberadaan akar pohon dapat memperlambat bahkan mengurangi jumlah air yang mengalir ke sungai sehingga mencegah terjadinya banjir.

Sayangnya, kemampuan ini gak dimiliki oleh pohon kelapa sawit. Alih-alih akar yang besar dan kuat, pohon kelapa sawit memiliki sistem akar serabut. Layaknya pohon-pohon palem lainnya, akar-akar ini begitu tipis dan menyebar ke segala arah. Namun, gak seperti akar pohon yang menyebar jauh ke dalam tanah, akar kelapa sawit tumbuh dangkal di kedalaman 91 sentimeter. Dengan sistem akar seperti ini, akar-akar pohon sawit hanya berfungsi untuk menambatkan pohon di atas tanah dan gak memiliki kemampuan lebih untuk menyerap air hujan, apalagi menahan banjir.

3. Perkebunan sawit juga gak ramah bagi hewan-hewan hutan

ilustrasi induk gajah dan anaknya di hutan
ilustrasi induk gajah dan anaknya di hutan (unsplash.com/Riccardo Chiarini)

Sekilas, hutan hanyalah sebuah wilayah luas yang diisi oleh ribuan pohon. Namun, di balik rimbunnya pohon-pohon di hutan, ada banyak kehidupan di sana. Dilansir WWF, hutan merupakan rumah bagi 80 persen keanekaragaman hayati, termasuk berbagai spesies hewan. Di hutan, para hewan, seperti gajah dan orang utan, memakan berbagai jenis buah. Lalu, mereka menyisakan biji yang nantinya akan tumbuh sebagai pohon baru dan berguna bagi hewan-hewan lain.

Ketika menebang pohon-pohon dan menggantinya dengan perkebunan sawit, manusia bukan hanya menghabisi hutan, melainkan juga menghabisi kelangsungan hidup hewan-hewan yang tinggal di dalamnya. Perkebunan hanya menyisakan satu jenis tanaman sawit itu sendiri gak bisa menggantikan hutan yang sudah dibabat habis, apalagi menyediakan makanan yang cukup bagi para hewan. Belum lagi konflik kepentingan dengan manusia, hal tersebut membuat keberadaan hewan yang populasinya memang sudah sedikit jadi semakin terancam.

Indonesia saat ini menduduki posisi pertama sebagai produsen minyak sawit terbesar dunia dan menyuplai lebih dari 50 persen pasokan minyak sawit global. Sekilas, hal ini terdengar seperti sebuah keuntungan. Namun, tanpa kita sadari, menjamurnya perkebunan sawit sebetulnya juga menyebabkan kerusakan yang luar biasa. Di Indonesia, terjadi deforestasi besar-besaran, hilangnya habitat berbagai spesies hewan, hingga yang terbaru bencana banjir bandang yang buat ratusan nyawa melayang.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Yudha ‎
EditorYudha ‎
Follow Us

Latest in Science

See More

5 Fakta Phyllochoreia Ramakrishnai, Belalang Daun yang Ahli Kamuflase

02 Des 2025, 20:29 WIBScience