Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
ilustrasi hujan deras (unsplash.com/Christopher)
ilustrasi hujan deras (unsplash.com/Christopher)

Intinya sih...

  • Perubahan iklim meningkatkan intensitas hujan dan badai

  • Curah hujan ekstrem disebabkan oleh penguapan laut yang lebih tinggi

  • Pemanasan global memperkuat badai dan meningkatkan risiko banjir

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Beragam bencana hidrometeorologi yang terjadi dalam beberapa tahun terakhir membuat banyak orang mempertanyakan bagaimana perubahan iklim memicu curah hujan ekstrem. Para ilmuwan kini sepakat bahwa atmosfer yang semakin hangat akibat akumulasi gas rumah kaca mampu menahan lebih banyak uap air.

Akhirnya, fenomena ini membuat intensitas hujan bisa jauh lebih besar dibandingkan beberapa dekade lalu. Fenomena ini tidak hanya meningkatkan risiko banjir bandang, tetapi juga memperluas wilayah yang rentan terhadap hujan ekstrem, termasuk di kawasan tropis seperti Indonesia.

Banjir Sumatra menjadi salah satu contoh nyata dari dampak perubahan iklim yang memengaruhi tingkat curah hujan.

Curah hujan ekstrem terjadi ketika atmosfer mengangkut lebih banyak uap air

"Heavy precipitation" atau curah hujan ekstrem merujuk pada kondisi ketika jumlah hujan atau salju jauh melampaui normal di suatu wilayah, bergantung pada musim dan lokasinya. Perubahan iklim membuat fenomena ini semakin sering terjadi, karena lautan yang menghangat meningkatkan penguapan dan mengisi atmosfer dengan lebih banyak uap air.

Ketika massa udara lembap ini bergerak ke daratan atau bergabung dalam sistem badai, hasilnya adalah hujan dan badai salju yang jauh lebih intens. Dampaknya bisa sangat luas, termasuk kerusakan tanaman, erosi tanah, penurunan kualitas air akibat limpasan yang membawa polutan, hingga risiko banjir yang dapat menyebabkan cedera, tenggelam, dan berbagai masalah kesehatan.

Pemanasan laut menguatkan badai

ilustrasi banjir (pexels/Sveta K)

Badai besar seperti siklon akan semakin kuat seiring meningkatnya suhu global karena sistem badai mendapatkan energinya dari air laut yang hangat. Contohnya terlihat jelas pada tahun 2024 pada saat Hurricane Helene menimbulkan banjir bersejarah di Amerika Serikat bagian Tenggara. Badai ini menewaskan lebih dari seratus orang dan memadamkan listrik jutaan rumah.

Beberapa bulan sebelumnya, Gulf Coast juga dihantam Hurricane Beryl, badai kategori 5 paling awal yang pernah tercatat. Para ilmuwan memperingatkan bahwa seiring pemanasan iklim, badai tidak hanya akan menjadi lebih kuat, tetapi juga akan mengalami intensifikasi cepat.

Perubahan iklim jelas memainkan peran besar dalam memperkuat curah hujan ekstrem di berbagai belahan dunia, termasuk banjir Sumatra. Dengan udara yang semakin hangat dan sarat uap air, badai masa depan berpotensi menjadi lebih dahsyat dan merusak. Upaya mitigasi dan adaptasi pun menjadi kunci agar masyarakat dapat lebih siap menghadapi intensitas cuaca yang terus berubah.

Referensi

"How Climate Change Is Fueling Extreme Weather". Diakses pada Desember 2025. Earth Justice.
"Climate Change Indicators: Heavy Precipitation". Diakses pada Desember 2025. United States Environmental Protection Agency.

Editorial Team