daging hiu biru di pasar (commons.wikimedia.org/Dans)
Meski merupakan predator puncak, hiu tetap tak luput untuk diambil daging mereka. Daging hiu umumnya ditawarkan dalam bentuk steik, filet, atau flake. Sayangnya, daging hiu sering dijual atau disajikan dengan nama-nama menyesatkan. Menurut Oceanic Preservation Society, istilah untuk daging hiu bervariasi di setiap negara dan bahasa. Beberapa di antaranya ada flake, surimi, rock salmon, ikan putih (white fish), grayfish, seabass, halibut, dan lain-lain. Bahkan, makanan hewan peliharaan juga bisa mengandung daging hiu dengan label whitefish dan ocean fish atau 'ikan laut'.
Hiu cenderung memiliki kandungan beracun tinggi karena terakumulasi dari mangsa-mangsa mereka lewat proses biomagnifikasi. Makin tinggi posisi mereka dalam rantai makanan, makin beracun pula spesies itu untuk dikonsumsi. Oleh karena itu, predator seperti hiu berukuran besar mengakumulasi zat-zat berbahaya dalam kadar sangat tinggi, seperti metilmerkuri, DDT, PCB, timbal, arsenik, dan lain-lain.
Mengutip laman Shark Spotters, keracunan merkuri dan arsenik bisa menyebabkan berbagai masalah kesehatan serius. Beberapa gangguan kesehatan tersebut meliputi kerusakan neurologis, masalah perkembangan pada anak, kerusakan ginjal, penyakit kardiovaskular, hingga disfungsi kekebalan tubuh. Meski sadar akan risiko kesehatan dan lingkungan berkaitan dengan mengonsumsi daging hiu, label menyesatkan membuat kita sulit menghindari ini.