Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
ilustrasi kondisi wabah black death di Eropa (commons.wikimedia.org/wiki/Fæ)
ilustrasi kondisi wabah black death di Eropa (commons.wikimedia.org/wiki/Fæ)

Ketika wabah Black Death melanda Eropa pada abad ke-14, jutaan orang meninggal dalam waktu singkat, dan ketakutan merajalela di seluruh benua. Ilmu medis yang masih terbatas membuat orang mencari jawaban di luar penjelasan rasional, termasuk dalam kepercayaan pada sihir dan ilmu hitam.

Wabah yang mengerikan ini bukan hanya membawa kematian, tetapi juga memperkuat ketakutan terhadap kekuatan gelap yang diduga menjadi penyebab bencana. Munculnya perburuan penyihir, tuduhan terhadap kelompok tertentu, dan praktik supranatural untuk menangkal penyakit menjadi bukti betapa paniknya masyarakat Eropa saat itu.

Kira-kira seperti apa ya fenomena kepercayaan ini terjadi ketika penyebaran wabah Black Death di Eropa? Simak artikel ini hingga selesai, yuk!

1. Penyihir sebagai kambing hitam dalam fenomena penyebaran wabah Black Death

ilustrasi wanita yang dianggap penyihir dihakimi oleh masyarakat (commons.wikimedia.org/wiki/Jacob Cornelisz van Oostsanen)

Selama puncak wabah Black Death, banyak orang mulai percaya bahwa penyakit ini bukan hanya disebabkan oleh wabah, tetapi oleh kekuatan jahat yang menyebarkan kematian. Penyihir sering kali menjadi sasaran tuduhan karena mereka dianggap memiliki kemampuan untuk menciptakan atau menyebarkan penyakit melalui mantra atau ramuan sihir. Kepercayaan ini didorong oleh ketakutan yang semakin besar dan ketidakmampuan para dokter untuk menemukan obat yang efektif.

Banyak perempuan yang memiliki pengetahuan tentang herbal dan penyembuhan justru dicurigai sebagai penyihir. Mereka yang berani melawan norma atau hidup menyendiri sering kali dianggap memiliki hubungan dengan kekuatan gelap. Salah satu contoh adalah para tabib perempuan yang dituduh menyebarkan wabah dengan ramuan mereka. Tuduhan terhadap penyihir ini diperkuat oleh tulisan Johannes Nider seorang teolog dalam bukunya Formicarius, yang menggambarkan penyihir sebagai pelaku kejahatan yang merusak masyarakat.

2. Munculnya kebijakan gereja terhadap ilmu hitam dan perburuan penyihir yang sadis

ilustrasi fenomena perburuan sadis pada wanita yang dianggap sebagai penyihir (commons.wikimedia.org/wiki/Ralph Gardiner)

Gereja memiliki peran penting dalam membentuk ketakutan terhadap ilmu hitam selama wabah Black Death. Pada masa itu, Inkuisisi sudah aktif dalam menekan praktik-praktik yang dianggap bid’ah, termasuk sihir. Pandangan bahwa penyakit ini merupakan hukuman dari Tuhan membuat banyak orang percaya bahwa setan atau pengikutnya memiliki andil dalam menyebarkan wabah. Meskipun tidak semua otoritas gereja mendukung tuduhan terhadap penyihir, beberapa kelompok fanatik menggunakan momentum ini untuk mengintensifkan perburuan mereka terhadap individu yang dianggap sesat.

Selain itu, banyak orang yang dituduh sebagai penyihir diadili berdasarkan pengakuan yang diperoleh melalui penyiksaan. Mereka dipaksa mengakui bahwa mereka melakukan perjanjian dengan iblis atau menggunakan sihir untuk menciptakan wabah. Salah satu kasus terkenal adalah eksekusi perempuan yang dianggap penyihir di Jerman dan Prancis, di mana mereka dihukum mati dengan tuduhan meracuni sumur atau melakukan ritual gelap. Matteo Villani, seorang sejarawan Italia, mencatat bagaimana kepanikan masyarakat terhadap sihir dan tuduhan yang semakin meningkat selama wabah berlangsung.

3. Upaya ilmuwan dan tokoh medis untuk menangani wabah Black Death

potret Guy de Chauliac (commons.wikimedia.org/wiki/Fæ)

Di tengah ketakutan terhadap ilmu hitam, beberapa tokoh medis mencoba memberikan penjelasan ilmiah mengenai wabah. Guy de Chauliac, seorang dokter dari Prancis, berusaha mengobati para pasien dan mencatat gejala penyakit dengan detail. Ia menolak gagasan bahwa Black Death disebabkan oleh sihir dan lebih menekankan penyebaran penyakit melalui udara yang terkontaminasi. Sementara itu, Konrad von Megenberg, seorang ilmuwan Jerman, menulis tentang wabah dan mencoba menjelaskan bahwa penyebabnya lebih bersifat alamiah daripada supranatural.

Meski begitu, suara-suara rasional ini sering kali tenggelam dalam kepanikan dan ketakutan masyarakat. Banyak orang tetap percaya bahwa ilmu hitam berperan dalam penyebaran penyakit, dan mereka yang mencoba melawan gagasan ini sering kali diabaikan atau bahkan dicurigai bersekutu dengan kekuatan gelap.

4. Ritual mistis dan takhayul yang terus berkembang dan menyebar di masyarakat

ilustrasi praktik mistis di Eropa (commons.wikimedia.org/wiki/Malcolm Lidbury (aka Pinkpasty))

Di samping perburuan terhadap penyihir, masyarakat juga mengembangkan berbagai ritual dan takhayul untuk melindungi diri dari wabah. Jampi-jampi, jimat, serta upacara keagamaan menjadi bagian dari usaha manusia untuk bertahan di tengah ketakutan. Beberapa kelompok mengadakan prosesi penyucian massal, berharap bahwa pengorbanan atau doa bersama dapat menghentikan penyebaran penyakit. Sementara itu, orang-orang yang dicurigai memiliki ilmu hitam sering kali diusir atau dibakar hidup-hidup sebagai bentuk perlindungan komunitas dari "pengaruh jahat."

Ketika Black Death akhirnya mereda, ketakutan terhadap ilmu hitam tetap bertahan dalam kesadaran masyarakat Eropa. Wabah ini meninggalkan jejak panjang dalam sejarah perburuan penyihir yang terus berlanjut hingga berabad-abad setelahnya. Pandangan bahwa sihir dapat menjadi penyebab penyakit masih bertahan dalam berbagai budaya, menunjukkan betapa kuatnya pengaruh ketakutan dan kepanikan dalam membentuk kepercayaan kolektif.

Wabah Black Death bukan hanya membawa kehancuran dalam bentuk penyakit, tetapi juga mengubah cara masyarakat melihat dunia dan mencari penjelasan atas bencana yang menimpa mereka. Ketakutan yang meluas memperkuat kepercayaan pada sihir dan memperburuk perburuan terhadap penyihir. Ritual, tuduhan, dan kebijakan gereja semakin menambah ketegangan sosial di tengah wabah yang sudah cukup menghancurkan.

Menurut kamu, apakah ketakutan terhadap sihir masih berpengaruh dalam kehidupan modern? Atau apakah kita sudah sepenuhnya meninggalkan pola pikir seperti itu? Bagikan pendapatmu di kolom komentar!

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team