ilustrasi kepiting pantai (unsplash.com/Gabriel Cattaruzzi)
Beberapa spesies krustasea, termasuk kepiting pantai, telah mengembangkan adaptasi penting yang memungkinkan mereka menoleransi tetrodotoksin. Kepiting pantai memiliki protein pengikat tetrodotoksin dalam hemolimfa mereka. Hal ini mencegah munculnya efek berbahaya pada sistem saraf mereka. Dengan begitu, kepiting pantai bisa memakan ikan buntal dan hewan lain yang mengandung tetrodotoksin.
Keberadaan protein pengikat tetrodotoksin ini menunjukkan adanya hubungan koevolusi antara krustasea ini dan organisme beracun yang mereka temui di lingkungan mereka. Karena mampu mengonsumsi mangsa beracun, seperti ikan buntal atau organisme pembawa tetrodotoksin lain dengan aman, kepiting pantai dapat memanfaatkan ceruk yang kurang dapat diakses oleh banyak predator. Kemampuan ini meningkatkan kelangsungan hidup dan keberhasilan reproduksi mereka dalam ekosistem laut yang kompetitif.
Demikianlah beberapa hewan yang kebal terhadap racun ikan buntal. Secara umum, hewan-hewan ini dapat mengonsumsi ikan buntal tanpa keracunan karena telah mengalami mutasi genetik. Selain itu, mereka bisa beradaptasi sehingga kebal terhadap tetrodotoksin, racun yang ditemukan pada ikan buntal. Hewan yang bisa memakan ikan buntal dengan aman biasanya juga bisa memangsa hewan lain yang mengandung tetrodotoksin.
Referensi
"Pufferfish vs. Blowfish: Are They the Same Thing?". A-Z Animals. Diakses pada Januari 2025.
"Why are Pufferfish So Deadly Poisonous - Able to Kill a Human - And How on Earth do They Avoid Poisoning Themselves?". Discover Wildlife. Diakses pada Januari 2025.
Noguchi, T. 2008. "Tetrodotoxin – distribution and accumulation in aquatic organisms, and cases of human intoxication". Marine Drugs: 6(2), 220–242.
Venkatesh, B., dkk. 2005. "Genetic basis of tetrodotoxin resistance in pufferfishes". Current Biology: 15(22), 2069–2072.