Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
ilustrasi tikus berbulu (unsplash.com/Sandy Millar)
ilustrasi tikus berbulu (unsplash.com/Sandy Millar)

Intinya sih...

  • Ilmuwan ciptakan tikus berbulu dengan teknologi rekayasa genetika untuk meniru mammoth
  • Teknik rekayasa genetika mempengaruhi pertumbuhan bulu dan metabolisme tikus secara positif
  • Proyek de-extinction masih menghadapi banyak tantangan, seperti kompleksitas genom gajah dan aspek etis
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Upaya menghidupkan kembali spesies yang telah punah semakin mendekati kenyataan dengan kemajuan teknologi rekayasa genetika. Ilmuwan ciptakan tikus berbulu sebagai salah satu langkah terbaru dalam proyek de-extinction.

Penciptaan "tikus berbulu" ini dikembangkan oleh ilmuwan untuk meniru karakteristik mammoth berbulu.

Eksperimen ini dianggap sebagai tonggak awal dalam perjalanan panjang menuju kebangkitan mammoth yang telah punah ribuan tahun lalu. Namun, apakah eksperimen ini benar-benar membuka jalan bagi kebangkitan spesies yang telah lama menghilang?

1. Teknologi di balik tikus berbulu

ilustrasi penelitian (Pexels.com/Pixabay)

Para ilmuwan menggunakan teknik rekayasa genetika untuk memodifikasi DNA tikus sehingga memiliki karakteristik serupa dengan mammoth berbulu. Salah satu pendekatan utama yang digunakan adalah CRISPR. Ini merupakan teknologi penyuntingan gen yang memungkinkan ilmuwan mengganti atau menambahkan gen tertentu ke dalam genom hewan.

Dalam eksperimen ini, gen yang berperan dalam pertumbuhan bulu tebal dan adaptasi terhadap lingkungan dingin dimasukkan ke dalam DNA tikus. Hasilnya, tikus yang dihasilkan memiliki bulu lebih tebal dan menunjukkan perubahan metabolisme yang menyerupai spesies purba tersebut.

2. Mengapa tikus?

Pemilihan tikus sebagai subjek penelitian bukan tanpa alasan. Tikus merupakan hewan yang mudah dikembangbiakkan, memiliki siklus hidup yang pendek, dan sudah banyak digunakan dalam penelitian genetika.

Selain itu, kemiripan dalam mekanisme biologis antara tikus dan mamalia lain memungkinkan para ilmuwan untuk menguji gen tertentu. Dengan memahami bagaimana gen yang dimodifikasi bekerja pada tikus, para ilmuwan bisa memperoleh wawasan lebih lanjut sebelum menerapkannya pada spesies yang lebih kompleks.

3. Hasil eksperimen dan implikasinya

ilustrasi tikus (unsplash.com/Matt Seymour)

Eksperimen dengan tikus berbulu menunjukkan bahwa gen yang dimodifikasi berhasil mempengaruhi pertumbuhan bulu dan metabolisme hewan tersebut. Tikus yang mengalami rekayasa genetika ini memiliki bulu yang lebih tebal dan menunjukkan peningkatan kemampuan beradaptasi dengan suhu dingin. 

Hasil ini mengindikasikan bahwa teknologi yang digunakan dalam eksperimen ini bisa menjadi langkah awal dalam upaya membangkitkan spesies yang telah punah. Namun, meskipun hasilnya menjanjikan, masih banyak tantangan yang harus dihadapi. 

4. Tantangan dalam menghidupkan kembali mammoth

Meskipun eksperimen tikus berbulu menunjukkan kemajuan, menerapkan teknik yang sama pada gajah bukanlah tugas yang mudah. Salah satu tantangan utama adalah kompleksitas genom gajah yang jauh lebih besar dibandingkan tikus.

Selain itu, proses kehamilan gajah memakan waktu hampir dua tahun, sehingga setiap uji coba membutuhkan waktu yang sangat lama. Tantangan lain adalah menciptakan lingkungan yang sesuai bagi mammoth berbulu di era modern.

Habitat alami mereka sudah tidak ada lagi, sehingga kebangkitan spesies ini harus mempertimbangkan faktor ekologi dan adaptasi terhadap perubahan iklim saat ini. 

5. Kontroversi dan etika de-extinction

ilustrasi Mammoth (commons.wikimedia.org/Mauricio Antón)

Upaya menghidupkan kembali spesies yang telah punah menuai beragam tanggapan dari komunitas ilmiah dan aktivis lingkungan. Beberapa pihak berpendapat bahwa proyek ini bisa membantu memulihkan ekosistem yang telah terganggu akibat kepunahan mammoth berbulu.

Namun, ada pula yang khawatir bahwa de-extinction justru mengalihkan perhatian dari upaya konservasi spesies yang saat ini berada di ambang kepunahan. Selain itu, aspek etis juga menjadi perdebatan. Ini termasuk dengan hak hewan hasil rekayasa genetika dan konsekuensi yang mungkin timbul jika mereka dilepaskan ke alam liar.

6. Masa depan proyek mammoth berbulu

Keberhasilan eksperimen tikus berbulu menunjukkan bahwa de-extinction bukan sekadar konsep fiksi ilmiah, tetapi sebuah kemungkinan nyata yang terus dikembangkan. Langkah berikutnya dalam proyek ini adalah menerapkan teknologi serupa pada gajah.

Para ilmuwan juga tengah mengembangkan metode untuk memastikan bahwa spesies hasil rekayasa genetika ini dapat bertahan hidup di lingkungan modern. Namun, apakah kebangkitan mammoth benar-benar akan terjadi dalam waktu dekat? Ini masih menjadi pertanyaan besar yang belum terjawab.


Eksperimen tikus berbulu telah membuka jalan bagi impian menghidupkan kembali mammoth berbulu. Akan tetapi, perjalanan menuju de-extinction masih panjang dan penuh tantangan. 

Referensi

Chen, Rui, Kanokwan Srirattana, Melissa L. Coquelin, Rafael Vilar Sampaio, Raphael Wilson, Rakesh Ganji, Jacob Weston, et al. “Multiplex-Edited Mice Recapitulate Woolly Mammoth Hair Phenotypes.” bioRxiv (Cold Spring Harbor Laboratory), March 4, 2025.
"Woolly mice are a first step to resurrecting mammoths, but there’s a very long way to go". Diakses pada Maret 2025. The Conversation

Editorial Team