Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Ilustrasi dark matter (flickr.com/Maxwell Hamilton)
Ilustrasi dark matter (flickr.com/Maxwell Hamilton)

Intinya sih...

  • Kilau Gamma di Halo Galaksi Bima Sakti

  • Petunjuk dari materi yang tak terlihat

  • Mengapa halo galaksi jadi wilayah kunci pencarian

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Selama puluhan tahun, dark matter menjadi salah satu misteri terbesar dalam kosmologi. Ia tak terlihat, namun diyakini membentuk sebagian besar massa alam semesta. Kini, sebuah petunjuk baru muncul dari lingkungan terdekat kita sendiri.

Analisis terbaru terhadap 15 tahun data Teleskop Antariksa Sinar Gamma Fermi mengungkap cahaya aneh berenergi sangat tinggi di halo Galaksi Bima Sakti yang belum pernah terdeteksi sebelumnya. Kilau misterius ini sulit dijelaskan oleh sumber astrofisika yang sudah dikenal. Menurut astronom Tomonori Totani dari University of Tokyo, ini bisa jadi merupakan radiasi yang dihasilkan ketika partikel-partikel dark matter hipotetis saling bertabrakan dan saling memusnahkan.

Temuan ini diterbitkan dalam Journal of Cosmology and Astroparticle Physics pada November 2025.

1. Kilau Gamma di Halo Galaksi Bima Sakti

Upaya mencari cahaya khas dari dark matter sebenarnya bukan hal baru bagi para astronom, namun temuan kali ini berbeda. Ini karena untuk pertama kalinya sinar gamma terdeteksi memuncak pada tingkat energi spesifik, yakni sekitar 20 gigaelectronvolts, di wilayah halo galaksi.

Menurut Totani yang terlibat dalam penelitian ini, sinar gamma berenergi sangat tinggi ini membentang membentuk struktur menyerupai halo yang mengarah ke pusat Bima Sakti. Pola sebarannya dinilai sangat cocok dengan bentuk yang secara teoritis diharapkan dari halo dark matter.

Kesesuaian ini memperkuat dugaan bahwa sumber kilau tersebut bukan berasal dari objek astrofisika biasa, melainkan terkait dengan dark matter.

Dark matter sendiri merupakan komponen misterius alam semesta yang hanya “terlihat” lewat efek gravitasinya yang berlebih dibandingkan jumlah materi yang bisa kita amati langsung.

2. Petunjuk dari materi yang tak terlihat

Ilustrasi galaksi (Vecteezy.com/Joydeep Mitra)

Perhitungan kosmologis menunjukkan bahwa materi biasa, seperti bintang, planet, dan gas yang dapat kita amati, hanya menyusun sekitar 16 persen dari total materi di Alam Semesta. Sementara sisanya, sekitar 84 persen, diduga berupa dark matter dengan identitas yang masih misterius.

Salah satu kandidat terkuat untuk dark matter adalah partikel hipotetis bernama weakly interacting massive particles (WIMPs). Teori menyebutkan bahwa ketika WIMPs bertabrakan dengan antipartikelnya, keduanya akan saling memusnahkan dan menghasilkan semburan partikel, termasuk foton sinar gamma yang berpotensi terdeteksi.

Karena itu, kemunculan cahaya sinar gamma tanpa sumber yang jelas kembali menjadi petunjuk penting. Ada kemungkinan bahwa ini jejak radiasi yang tercipta dari proses pemusnahan dark matter itu sendiri.

3. . Mengapa halo galaksi jadi wilayah kunci pencarian

Upaya ilmuwan untuk mendeteksi sinyal dark matter sejauh ini masih menghasilkan temuan yang belum konklusif. Selama ini, pusat galaksi menjadi wilayah paling sering diteliti karena kepadatan dark matter di area tersebut diyakini sangat tinggi, sehingga sinyal keberadaannya lebih mudah muncul dan memang sempat terindikasi.

Sebaliknya, halo galaksi relatif jarang dieksplorasi dalam pencarian jejak pemusnahan dark matter. Di wilayah ini, sinyal yang mungkin muncul diperkirakan jauh lebih lemah dibandingkan pusat galaksi, sehingga jauh lebih sulit terdeteksi sejak awal, namun justru berpotensi memberikan petunjuk yang lebih bersih dan berbeda.

4. Menggunakan data 15 tahun dari Fermi Large Area Telescope

ilustrasi galaksi (pexels.com/ PHILIPPE SERRAND)

Berbeda dengan pusat galaksi yang dipenuhi berbagai sumber sinar gamma seperti pulsar milidetik, halo galaksi relatif “bersih” dari gangguan sumber serupa. Ini menyebabkan sinyal potensial dari dark matter lebih mudah dibedakan.

Namun, tantangannya adalah cahaya di halo sangat redup yang membuat jumlah sinar gamma yang terdeteksi sangat terbatas. Untuk mengatasi hal ini, Totani memanfaatkan kumpulan data luar biasa besar berupa 15 tahun pengamatan dari Fermi Large Area Telescope.

Dengan jumlah foton yang lebih banyak, analisis statistik untuk menemukan kelebihan sinyal menjadi memungkinkan. Cara ini juga meningkatkan rasio sinyal terhadap derau (signal-to-noise ratio) agar hasilnya lebih andal.

5. Ditemukan puncak energi sekitar 20 gigaelectronvolts

Dalam analisisnya, Totani membandingkan data sinar gamma yang terkumpul dengan berbagai sumber emisi yang sudah dikenal di halo galaksi, seperti Fermi bubbles dan sumber titik lainnya. Setelah seluruh kontribusi sumber-sumber tersebut diperhitungkan dan disisihkan, emisi yang tersisa kemudian dikompilasi ke dalam sebuah peta.

Hasilnya memperlihatkan wilayah besar berbentuk hampir bulat di halo galaksi dengan emisi sinar gamma yang sangat lemah, namun memiliki puncak energi sekitar 20 gigaelectronvolts. Ini adalah rentang yang diprediksi untuk proses anihilasi WIMP. Meski belum bisa disebut sebagai bukti definitif, temuan ini cukup menggugah untuk mendorong penelitian lanjutan.

6. Masih perlu penelitian panjang

Jika interpretasi ini benar, maka untuk pertama kalinya manusia mungkin benar-benar “melihat” dark matter, sebagaimana dikatakan Totani. Ini sekaligus membuka kemungkinan adanya partikel baru yang belum tercakup dalam model standar fisika partikel.

Temuan ini berpotensi menjadi lompatan besar bagi astronomi dan fisika, namun para peneliti menekankan bahwa jalan menuju kepastian masih panjang. Diperlukan analisis independen untuk mereplikasi hasil ini, pengujian apakah ada proses astrofisika lain yang bisa menghasilkan cahaya serupa, serta pencarian sinyal sejenis di lingkungan kosmik lain seperti galaksi kerdil.

Meski belum bisa disebut sebagai bukti final, cahaya misterius di halo Bima Sakti ini memberi harapan baru dalam perburuan salah satu misteri terbesar alam semesta. Jika kelak terkonfirmasi, temuan ini bukan hanya mengubah cara kita memahami galaksi, tetapi juga membuka bab baru dalam fisika fundamental tentang penyusun utama alam semesta.

Referensi

Totani, Tomonori. “20 GeV Halo-like Excess of the Galactic Diffuse Emission and Implications for Dark Matter Annihilation.” Journal of Cosmology and Astroparticle Physics 2025, no. 11 (November 1, 2025): 080.

"After nearly 100 years, scientists may have detected dark matter". Diakses pada Desember 2025. EurekAlert.

Editorial Team