Hasil penelitian ini akan berguna baik dalam situasi hukum maupun dalam psikososial korban perkosaan. Karena selama ini pihak hukum menentukan bahwa kasus perkosaan akan ditutup, jika korban gak terbukti melakukan perlawanan balik atau pertahanan diri.
Padahal secara ilmiah perlawanan balik itu sangat susah. Sebuah studi tahun 2002 dari Florida menyatakan bahwa penyerang lebih mungkin untuk diadili, jika korban menunjukkan tanda-tanda trauma. Sayangnya, tidak semua orang bisa menunjukkan tanda-tanda trauma secara gamblang.
Temuan tambahan soal imobilitas tonik ini dipublikasikan pada tanggal 7 Juni 2017 di jurnal Acta Obstetricia et Gynecologica Scandinavica.
Sebanyak 70 persen wanita yang mengalami serangan seksual dilaporkan mengalami imobilitas tonik ini dan 48 persennya dalam taraf ekstrem. Efek imobilitas teknik juga gak main-main. Jika mengalaminya maka, korban 2 kali lebih rentan terkena PTSD setidaknya 6 bulan setelah serangan dan 3-4 kali lebih rentan alami depresi berat. Risiko imobilitas tonik meningkat drastis untuk wanita yang baru saja minum alkohol.
Jadi, berhati-hati dan jaga diri ya, minimal jauhkan diri dari kondisi berisiko terjadi serangan seksual. Dan untuk kamu yang belum pernah mengalami, jangan sembarangan mengomentari korban ya, karena situasi saat kejadiannya tak selalu seperti yang kamu bayangkan. Buat rasa aman kepada orang sekitar atau terdekatmu yang menjadi korban pelecehan seksual, tanpa banyak bertanya, mengomentari apalagi menghakimi.