Kalau dipikir-pikir, waktu azan Magrib di Indonesia saat Ramadan tidak jauh berbeda dengan bulan lain. Paling tidak perubahannya hanya sekitar 5 menit. Namun, kenapa bisa terasa jauh lebih lama dibanding saat sedang tidak berpuasa, ya?
Tidak ada penjelasan gamblang terkait hal tersebut. Akan tetapi, perasaan tersebut boleh jadi berkaitan dengan bagaimana persepsi kita soal waktu. Dibanding standar waktu yang konsisten dan tepat, persepsi otak akan itu sangat personal dan dipengaruhi banyak faktor seperti atensi, ingatan, emosi, ritme biologis, hingga usia.
Saat berpuasa, kita lebih menantikan azan Magrib. Sementara itu, pada hari-hari biasa, atensi terhadap azan Magrib cenderung rendah. Nah, atensi berlebih pada momen buka puasa ini membuat kita lebih menunggu kapan datangnya azan.
Belum lagi menahan lapar sepanjang hari bisa terasa membosankan. Selama kebosanan tersebut, otak cenderung menyimpan lebih banyak informasi. Otak pun akan menciptakan kesan bahwa momen membosankan ini berlangsung lebih lama. Akhirnya, kita menyadari tiap detik dan waktu terasa lambat.
Perasaan azan Magrib yang tak kunjung tiba ini mungkin akan lebih terasa ketika sudah memasuki jam-jam bersiap buka puasa. Tepatnya, ketika tidak ada lagi aktivitas yang dilakukan selain mempersiapkan makanan dan minuman. Atensi pada azan Magrib akan meningkat sehingga otak makin menghitung detik demi detik.