burung layang-layang asia bertengger (commons.wikimedia.org/Rhododendrites)
Burung dan hewan lain sudah melakukan migrasi sejak dulu kala. Selama ribuan tahun, mereka sudah mengembangkan beberapa adaptasi perilaku dan fisiologi. Hal ini demi migrasi yang lebih efektif dan berhasil.
Burung layang-layang asia (Hirundo rustica) atau barn swallow, misalnya, bisa mengecilkan ukuran organ pencernaannya sebelum waktunya migrasi. Fungsinya adalah untuk mengurangi berat badan. Sebagai gantinya, ukuran otot terbangnya bertambah. Dengan begini, mereka bisa melakukan penerbangan jarak jauh tanpa mudah kelelahan.
Di samping itu, burung yang bermigrasi juga menyadari fotoperiode atau durasi waktu siang dalam 24 jam. Mereka menggunakan pengetahuan tersebut sebagai pertanda untuk melakukan migrasi. Burung menunjukkan beberapa perilaku yang disebut migratory restlessness. Mereka terlihat mengepakkan sayap berulang-ulang, melompat, atau sering melakukan terbang jarak jauh saat mendekati waktu migrasi. Perilaku ini membantu mempersiapkan diri mereka untuk perjalanan jarak jauhnya.
Nah, adaptasi-adaptasi inilah yang bikin burung bisa mempersiapkan diri untuk bermigrasi. Dengan begini, jam tubuh atau ritme sirkadian mereka bisa menyesuaikan diri dengan perubahan zona waktu. Itu alasannya mereka tidak mengalami jet lag meski melakukan perjalanan jarak jauh.
Sementara itu, kita tidak diciptakan untuk melakukan perjalanan jarak jauh. Tidak seperti burung dan hewan lain yang bermigrasi, kita tidak didukung evolusi dan tidak punya adaptasi khusus untuk melakukan perjalanan jarak jauh dalam waktu singkat. Oleh karena itu, kita kerap mengalami jet lag kalau melakukan penerbangan jarak jauh.