Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
ilustrasi memeriksa peralatan selam di atas kapal
ilustrasi memeriksa peralatan selam di atas kapal (pexels.com/Kindel Media)

Baru saja menikmati keindahan bawah laut yang memesona, rasanya ingin segera pulang untuk berbagi cerita. Namun, bagi para penyelam, terutama bagi kamu yang melakukan scuba diving, ada satu aturan emas yang wajib dipatuhi: jangan langsung naik pesawat setelah menyelam. Aturan ini bukan sekadar anjuran, melainkan protokol keselamatan vital yang didasari oleh ilmu fisika dan biologi tubuh manusia.

Penyebab utamanya adalah "perang" tekanan ekstrem yang dialami tubuhmu. Saat menyelam dengan tabung scuba, tubuh menyerap gas nitrogen di bawah tekanan air yang tinggi. Sebaliknya, kabin pesawat memiliki tekanan udara yang jauh lebih rendah, setara dengan berada di puncak gunung. Kombinasi inilah yang bisa memicu risiko kesehatan serius jika tubuh tidak diberi waktu yang cukup untuk kembali normal. Berikut penjelasan lengkapnya.

1. Tubuh menyerap gas nitrogen saat menyelam

ilustrasi scuba diving (Tim Sheerman-Chase, CC BY 2.0, via Wikimedia Commons)

Saat kita menyelam, kita bernapas menggunakan tabung scuba yang berisi udara terkompresi. Udara ini sebagian besar terdiri dari nitrogen dan oksigen. Di bawah tekanan air yang tinggi, gas nitrogen ini larut dan diserap oleh jaringan tubuh dalam jumlah yang lebih banyak daripada di permukaan. Fenomena ini mirip seperti botol soda: saat tertutup rapat (bertekanan tinggi), gas tak terlihat; namun saat dibuka (tekanan turun), gas keluar membentuk gelembung.

Semakin dalam dan lama seseorang menyelam, semakin banyak pula nitrogen yang terakumulasi di dalam tubuh. Saat penyelam naik ke permukaan secara perlahan, kelebihan nitrogen ini akan dilepaskan dari tubuh secara alami dan aman melalui pernapasan. Proses pelepasan gas sisa nitrogen dari dalam tubuh ini membutuhkan waktu. Jika prosesnya terlalu cepat, nitrogen akan membentuk gelembung di dalam aliran darah dan jaringan tubuh yang dapat menyebabkan kondisi berbahaya.

2. Perubahan tekanan di kabin pesawat pemicu utamanya

ilustrasi melakukan perjalanan dengan pesawat (freepik.com/freepik)

Alasan utama mengapa penyelam dilarang terbang adalah karena tekanan udara di dalam kabin pesawat tidak sama dengan tekanan di permukaan laut. Meskipun kabin pesawat diberi tekanan, tekanannya setara dengan berada di ketinggian 1.800 hingga 2.400 meter di atas permukaan laut. Bagi orang biasa, ini bukan masalah. Namun bagi penyelam yang tubuhnya masih mengandung sisa nitrogen, penurunan tekanan drastis ini sangat berbahaya.

Penurunan tekanan udara di kabin akan memicu sisa nitrogen dalam tubuh untuk mengembang dan membentuk gelembung-gelembung gas, mirip seperti saat membuka botol minuman bersoda yang sudah dikocok. Gelembung nitrogen inilah yang menyebabkan penyakit dekompresi atau decompression sickness (DCS), yang juga dikenal dengan sebutan "the bends". Gejalanya bisa bervariasi, mulai dari nyeri sendi, ruam kulit, pusing, mati rasa, hingga gejala yang lebih parah seperti kelumpuhan, gangguan pernapasan, dan bahkan bisa berakibat fatal.

3. Ada jeda waktu aman yang direkomendasikan

ilustrasi memeriksa peralatan selam di atas kapal (pexels.com/Kindel Media)

Untuk menghindari risiko penyakit dekompresi, organisasi selam dan kesehatan dunia telah mengeluarkan panduan mengenai interval waktu permukaan (surface interval) yang harus dipatuhi sebelum terbang. Divers Alert Network (DAN) dan PADI (Professional Association of Diving Instructors) memberikan rekomendasi yang menjadi acuan para penyelam di seluruh dunia. Aturan ini penting untuk memberi tubuh waktu yang cukup untuk "membuang" kelebihan nitrogen secara aman.

Secara umum, untuk satu kali penyelaman tanpa henti dekompresi (no-decompression dive), direkomendasikan jeda waktu minimal 12 jam sebelum terbang. Jika melakukan penyelaman beberapa kali dalam sehari atau selama beberapa hari berturut-turut, maka jeda waktu yang disarankan adalah minimal 18 jam, bahkan lebih aman jika menunggu hingga 24 jam. Aturan ini berlaku untuk penyelaman rekreasi. Untuk penyelaman teknis yang lebih dalam dan kompleks, jeda waktu yang dibutuhkan bisa lebih lama lagi.

Kamu bisa lakukan ini sambil menunggu jadwal terbang

ilustrasi makan makanan favorit sebagai reward (pexels.com/Julia Filirovska)

Menunggu jeda waktu sebelum terbang mungkin terasa membosankan. Namun ini adalah kesempatan emas untuk menikmati destinasi liburanmu lebih lama dari sisi yang berbeda. Kamu bisa memanfaatkan waktu ini untuk melakukan berbagai aktivitas santai yang tidak melibatkan perubahan tekanan ekstrem. Menjelajahi kuliner lokal, mengunjungi museum atau tempat bersejarah, atau sekadar bersantai di pantai bisa menjadi pilihan yang menyenangkan.

Penting juga untuk menjaga kondisi tubuh selama masa tunggu ini. Pastikan tubuh tetap terhidrasi dengan baik dengan meminum banyak air putih, karena dehidrasi dapat memperlambat pelepasan nitrogen dan meningkatkan risiko DCS. Hindari konsumsi alkohol secara berlebihan dan pastikan kamu mendapatkan istirahat yang cukup. Aktivitas fisik yang ringan seperti berjalan santai diperbolehkan, namun hindari olahraga berat yang bisa memicu pembentukan gelembung gas dalam tubuh.

Pada akhirnya, aturan jeda waktu sebelum terbang bukanlah sekadar rekomendasi, melainkan sebuah prinsip keselamatan fundamental dalam dunia scuba diving. Ini adalah pemahaman dasar tentang bagaimana tubuh kita berinteraksi dengan lingkungan bertekanan dan mengabaikannya sama saja dengan mengambil risiko yang tidak perlu.

Dengan sedikit kesabaran, kamu tidak hanya melindungi dirimu dari risiko penyakit dekompresi yang serius, tetapi juga memastikan setiap petualangan bawah laut bisa dikenang dengan indah, tanpa insiden. Jadi, rencanakan perjalananmu dengan bijak dan biarkan kenangan menakjubkan di bawah laut menjadi satu-satunya hal yang kamu bawa pulang ke rumah.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team