Ya, pada pembahasan di atas, kita menemukan jawaban kalau suara memang mustahil merembet di ruang hampa udara. Akan tetapi, sebenarnya luar angkasa yang kosong itu tetap memiliki suara khas, lho. Hanya saja, mekanisme kerja suara yang ada di luar angkasa itu berbeda dengan apa yang kita alami di Bumi saat ini.
Dilansir NASA, ada cara bernama sonifikasi yang menyediakan metode baru dalam mengonseptualisasikan data digital yang diperoleh teleskop menjadi "suara" yang dapat didengar oleh manusia. Metode ini dilakukan dengan cara mengatur tingkat kecerahan warna dan posisi gambar yang ditangkap oleh teleskop dengan takaran tertentu. Nantinya, warna tersebut akan diberi nada dan volume sampai menghasilkan suara yang dapat didengar oleh indra pendengaran manusia. Teleskop Hubble yang dimiliki NASA sudah beberapa kali memberikan contoh metode ini, semisal suara dari Mice Galaxy, ARP 140, V838 Monocerotis, RS Puppis, Pismis 24, dan sebagainya.
Selain menginterpretasikan lewat gambar dari teleskop ruang angkasa, sebenarnya ada penjelasan lain soal keberadaan suara di luar angkasa. Jadi, sekalipun kondisi luar angkasa itu benar-benar vakum, bukan berarti tidak ada partikel sama sekali yang bisa melintas di sekitar. IFLScience melansir kalau bintang, seperti Matahari, terus mengirimkan partikel ke luar angkasa secara konstan. Namun, partikel ini punya kepadatan sangat rendah, yakni sekitar 1—100 partikel per meter kubik saja.
Walau sedikit, gelombang masih mungkin merembet pada partikel-partikel tersebut. Kalau merujuk pada definisi suara di Bumi, suara merembet lebih cepat pada media padat ketimbang cair dan gas. Sementara itu, di luar angkasa ada partikel lain yang bernama plasma. Partikel ini punya karakteristik yang unik karena di dalamnya elektron terpisah dari proton atau atom. Itu sebabnya, cara suara merembet di antara plasma jadi unik dan sukar untuk dijabarkan. Intinya, guna merembet di plasma, suara harus punya gelombang yang jauh lebih besar ketimbang pada partikel lain yang ada di Bumi.
Menariknya, beberapa objek luar angkasa dapat melepaskan gelombang suara yang keras tersebut, contohnya aktivitas bintang maupun suara lubang hitam. Meski begitu, frekuensinya amat sangat kecil, sekitar 57 oktaf, sehingga perlu disesuaikan agar bisa didengar oleh manusia, dilansir Astronomy. NASA pernah memperoleh suara dari lubang hitam pada 2022 silam lewat data sinar-X. Rekaman itu adalah aktivitas lubang hitam yang memakan plasma di Galaksi Perseus yang berjarak 250 juta tahun cahaya dari Bumi.