Pengantin dengan baju Bugis (unsplash.com/@thor_id)
Bukan cuma ekonomi, tapi ilmu pengetahuan dan budaya lokal juga ditekan. Sebelum kolonialisme masuk, masyarakat Bugis punya sistem gender yang jauh lebih kompleks daripada “laki-laki” dan “perempuan” doang. Dalam budaya Bugis, ada lima kategori gender:
Oroané (laki-laki)
Makunrai (perempuan)
Calalai (lahir perempuan tapi berperan sosial sebagai laki-laki)
Calabai (lahir laki-laki tapi berperan sosial sebagai perempuan)
Bissu (pendeta androgini, dianggap sakral dan punya peran spiritual penting)
Sistem ini bikin masyarakat Bugis relatif lebih inklusif terhadap ekspresi gender yang di luar biner, bahkan memberi posisi terhormat (terutama bissu) dalam upacara adat dan ritual keagamaan.
Tapi begitu kolonialisme masuk, terutama lewat misi Kristenisasi dari Belanda, dibawa serta ideologi Barat yang hanya mengakui dua gender dan hanya menerima heteroseksualitas. Nilai-nilai kolonial ini kemudian dipropagandakan lewat sekolah misi, gereja, dan bahkan hukum kolonial. Dampaknya:
Norma gender non-biner dianggap menyimpang → bissu, calalai, dan calabai dipinggirkan, bahkan dianggap “tidak bermoral”.
Ritual tradisional ditekan atau dilarang karena dianggap bertentangan dengan ajaran Kristen yang dibawa kolonial.
Stigma baru muncul: ekspresi gender di luar biner yang sebelumnya diterima dalam masyarakat Bugis jadi dilihat sebagai dosa, penyakit, atau sesuatu yang harus “dihapuskan”.
Sejarawan dan antropolog seperti Sharyn Graham Davies (Gender Diversity in Indonesia, 2007) menunjukkan jelas bagaimana kolonialisme mempersempit spektrum gender dan seksualitas di Bugis, mengganti sistem lokal yang kaya dengan norma Barat yang kaku. Ini contoh konkret bahwa kolonialisme bukan cuma soal ekonomi, tapi juga mengacak-ngacak tatanan budaya dan identitas masyarakat lokal. Jadi kalau orang bilang kolonialisme bawa “kemajuan”, kasus Bugis ini bukti sebaliknya: yang terjadi justru penghapusan keragaman budaya dan pengerdilan identitas.
Masih ngeyel kalau budaya LGBTQ+ itu propaganda barat? Pikir lagi.