Burung ciduk cokelat berenang di permukaan sungai. (commons.wikimedia.org/Alpsdake)
Di samping kebiasaan uniknya, burung ciduk paling dikenal dari kemampuan berenang dan menyelamnya. Layaknya penguin dan burung penyelam lainnya, burung ciduk mengepakkan sayapnya di dalam air. Sayap pendeknya itu disusun dari otot-otot yang sangat kuat untuk mendayung di dalam sungai yang berarus deras.
Burung ciduk juga menyimpan lebih banyak oksigen berkat kadar hemoglobin yang sangat tinggi di dalam darahnya untuk bantu menyelam dalam waktu lama. Ia juga bisa mengontrol lensa matanya untuk bantu melihat lebih jelas di dalam air. Lubang hidungnya dilindungi lipatan khusus untuk mencegah masuknya air. Matanya pun dilindungi dari air lewat kelopak mata tambahan alias membran pengelip.
Semua adaptasi ini tidak ditemukan pada burung pengicau lainnya karena burung pengicau memang tidak menyelam. Adaptasi seperti ini justru umum dimiliki burung penyelam dan burung laut seperti penguin, pecuk, bebek selam, alka (auk), dendang laut (gannet), hingga beo laut (puffin). Namun adaptasi ini dikembangkan oleh burung ciduk lewat evolusi selama ribuan, bahkan jutaan tahun.
Menariknya lagi, burung ciduk tidak sekadar berenang dan menyelam. Ia menambatkan tubuhnya di dasar sungai dan berjalan di dalam air. Berkat jari kaki yang panjang serta cakar yang kuat, burung ciduk bisa mencengkeram dasar sungai yang licin untuk berjalan di bawah air yang mengalir deras. Dengan begini, ia bisa menggapai telur ikan, larva serangga, dan invertebrata air yang hidup di dasar sungai.