Bulan-bulan tersebut diidentifikasi menggunakan teknik "pergeseran dan penumpukan", di mana para astronom mengambil gambar berurutan yang melacak jalur bulan di langit dan menggabungkannya untuk membuat objek tersebut cukup terang untuk dideteksi.
Ke-128 bulan baru tersebut merupakan bulan tak beraturan, yaitu objek berbentuk kentang yang ukurannya hanya beberapa kilometer saja. Meningkatnya jumlah objek-objek ini menyoroti potensi ketidaksepakatan di masa depan tentang apa yang sebenarnya dianggap sebagai bulan.
Pengamatan yang lebih dekat terhadap kumpulan bulan-bulan kecil ini bisa memberi para ilmuwan jendela ke masa-masa penuh gejolak di awal tata surya, ketika planet-planet bermigrasi dalam orbit yang tidak stabil dan tabrakan sering terjadi.
Bulan-bulan baru ini tersusun dalam kelompok-kelompok, menunjukkan bahwa sebagian besar merupakan sisa-sisa objek yang jauh lebih besar yang bertabrakan dan hancur dalam 100 juta tahun terakhir. Semua bulan memiliki orbit elips yang besar dan miring terhadap orbit bulan-bulan yang lebih dekat dengan planet.
"Mereka kemungkinan besar merupakan fragmen dari sejumlah kecil bulan yang awalnya tertangkap, yang terpecah akibat tabrakan keras, baik dengan bulan Saturnus lainnya atau dengan komet yang melintas," kata Prof Brett Gladman, astronom dari University of British Columbia.
Memahami dinamika bulan-bulan Saturnus juga dapat membantu menjawab pertanyaan tentang asal-usul cincin Saturnus, yang menurut para ilmuwan bisa jadi berasal dari bulan yang terkoyak oleh gravitasi planet.