ilustrasi gempa San Francisco (sfmuseum.org)
Meskipun gempa sering terjadi sejak dahulu, upaya mengkaji fenomena alam secara ilmiah baru dimulai pada pertengahan abad ke-18. Pemicunya yakni terjadinya gempa dan tsunami yang memporakporandakan kota Lisbon, Portugal pada tahun 1755.
Guna mengamati lebih lanjut, penelitian oleh lembaga pemerintahan mulai dilakukan setelah terjadi gempa di Calabria, Italia tahun 1783. Fenomena patahan sebagai penyebab diketahui pertama kali pada peristiwa gempa di Cutch India, 1819. Adapun gempa di Naples 1857 menjadi fenomena pertama yang diamati dan diteliti berbasis ilmu geofisika.
Pengamatan-pengamatan tersebut hanya dilakukan secara kualitatif, karena belum adanya alat bantu pantau atau seismometer. Pengkajian gempa bumi pada masa itu hanya terbatas pada efek sekunder atau dampak yang ditimbulkan setelah terjadi peristiwa. Sementara, untuk mengetahui penyebab primer gempa belum dilakukan.
Eksplorasi terkait gempa bumi semakin masif setelah peristiwa gempa di San Fransisco pada tahun 1906. Setelah momen ini, lahirlah sebuah teori sumber gempa oleh Reid yang bernama teori Loncatan Elastik (Elastic Rebound Theory). Pada tahun 1878, Jerman R Hoernes seorang ahli seismologi mengusulkan pengelompokan gempa bumi berdasarkan penyebabnya, yakni:
- Gempa bumi runtuhan (collapse earthquakes) dengan penyebab runtuhnya lubang-lubang dalam bumi, seperti gua atau tambang
- Gempa bumi vulkanik (volcanic earthquakes) yakni gempa bumi yang disebabkan oleh aktivitas gunung berapi
- Gempa bumi tektonik (tectonic earthquakes) yang merupakan akibat dari pergerakan lempeng bumi.