Henry Dunant (commons.m.wikimedia.org/Wellcome Library London)
Nama Henry Dunant tentu tidak asing bagi kamu yang dulu sewaktu sekolah tergabung dalam ekskul Palang Merah Remaja. Di usianya yang belum genap 40 tahun, Dunant dikenal sebagai pendiri organisasi Palang Merah Internasional.
Henry Dunant lahir di Swiss pada 8 Mei 1828 dari keluarga kaya da relijius. Dunant banyak menghabiskan waktu mudanya dengan bepergian ke Prancis, Belgia dan Belanda karena aktivitasnya sebagai perwakilan di Young Men's Christian Association.
Babak kedua hidupnya dimulai ketika Dunant menunjukkan ketertarikannya dengan dunia bisnis. Dia mendapat jabatan sebagai presiden Mons-Gémilla Mills, perusahaan di Aljazair yang bergerak di sektor keuangan dan industri.
Karena membutuhkan akses air untuk pengembangan lahan oleh perusahaannya, Dunant harus menghadap Kaisar Napoleon III yang saat itu tengah berada dalam misinya di Italia. Siapa sangka, kepergian Dunant ke Italia menjadi titik balik besar dalam hidupnya.
Sesampainya di Solferino, sebuah kota dekat markas pusat Napoleon III, Dunant justru dikejutkan dengan pemandangan memilukan pasca pertempuran di kawasan tersebut. Dia pun menuangkan pengalaman tersebut serta gagasannya untuk membantu korban peperangan, dalam sebuah buku berjudul Un Souvenir de Solférino atau A Memory of Solferino.
Pada 7 Februari 1863, Dunant bersama empat anggota komite yang dibentuk Geneva Society of Public Welfare mengadakan pertemuan untuk membahas penerapan ide Dunant sebagaimana tertulis dalam bukunya. Pertemuan ini berujung pada pembentukan Palang Merah Internasional dan dilanjutkan dengan Konvensi Jenewa I tahun 1864 tentang netralitas dan jaminan keamanan bagi petugas palang merah.
Karena aktivitasnya yang intens di Palang Merah Internasional, Dunant tidak lagi mengurusi bisnisnya dan berujung pada kebangkrutan perusahaan di tahun 1867. Dia dikucilkan dari para kolega bisnis-nya di Swiss dan hidup berpindah-pindah dalam kemiskinan selama bertahun-tahun.
Pada 1892, Dunant diketahui tengah dirawat di rumah singgah di Heiden, sebuah pedesaan kecil di Swiss. Dunant menghabiskan waktu terakhirnya di ruang kamar No. 12 hingga ajal menjemputnya pada 30 Oktober 1910.
Di tengah keadaannya yang sakit, Dunant sempat menerima penghargaan Nobel kategori perdamaian di tahun 1895. Akan tetapi, Dunant memilih untuk tidak mengambil hadiah uang yang didapatkannya. Dia memilih untuk memberikannya kepada orang-orang yang telah merawatnya selama sakit serta mendonasikan sebagian uang tersebut ke yayasan kemanusiaan di Norwegia dan Swiss, dikutip dari The Nobel Prize.