TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Benarkah Kita Langsung Membeku saat Berada di Ruang Angkasa?

Sering ditampilkan dalam film-film sci-fi, nih

Astronaut Mark Vande Hei mengamati Bumi dari dalam the seven-windowed cupola, International Space Station. (commons.wikimedia.org/NASA)

Kalau melihat film atau animasi tentang ruang angkasa, salah satu hal menarik yang terlihat adalah tubuh manusia atau makhluk hidup yang langsung membeku tanpa baju khusus. Hal tersebut jelas jadi pertanyaan yang menarik untuk dijawab. Benarkah kita langsung membeku saat berada di ruang angkasa tanpa pelindung apa pun?

Untuk menjawab pertanyaan itu, mula-mula kita harus mengetahui terlebih dahulu soal karakteristik dari ruang angkasa itu sendiri. Setelah itu, mengetahui soal dampak apa saja yang akan dialami makhluk hidup di ruang angkasa dengan atau tanpa pelindung khusus juga perlu untuk dijawab. Barulah dari situ kita bisa mengambil kesimpulan dari pertanyaan awal. Makin penasaran untuk mengetahui jawabannya, kan? Yuk, simak ulasan lengkapnya di bawah ini!

1. Berapa suhu di ruang angkasa?

potret Lagoon Nebula Messier 8 dan objek ruang angkasa lain di sekitarnya (pixabay.com/WikiImages)

Di ruang angkasa, kita bisa menemui berbagai objek dengan berbagai suhu. Ada permukaan Matahari dengan suhunya bisa mencapai 5.600 derajat celsius hingga Uranus yang dikenal sebagai planet paling dingin dengan suhu -224 derajat celsius. Selain kedua objek itu, kita juga bisa menemukan begitu banyak objek lain dengan suhu tinggi maupun rendah. Akan tetapi, bagaimana dengan suhu dari ruang angkasa itu sendiri?

Sebelum menjawab pertanyaan itu, kita perlu untuk mengetahui apa itu suhu dan apa saja yang mempengaruhinya. Menurut Space, suhu merupakan ukuran dari kecepatan gerakan suatu partikel. Artinya, semakin cepat gerakan suatu partikel, suhu yang dihasilkan akan semakin tinggi. 

Pada bagian ruang angkasa yang dipenuhi objek lain, khususnya penghasil panas seperti bintang, radiasi dari bintang dapat mempengaruhi partikel di ruang angkasa sehingga menaikkan suhu di sekitarnya. Sementara, pada bagian ruang angkasa yang benar-benar hampa, proses ini tidak bisa terjadi dengan sendirinya sekalipun di ruang angkasa ada begitu banyak partikel. Oleh karena itu, seharusnya ruang angkasa tidak memiliki suhunya sendiri. Biarpun demikian, ini belum sepenuhnya menjawab soal berapa suhu asli dari ruang angkasa.

Union University melansir bahwa pada bagian ruang angkasa yang sangat minim partikel dan efek radiasi dari objek lain sekalipun, tempat ini akan tetap memiliki radiasi yang bernama Cosmic Microwave Background (CMB). Radiasi ini merupakan jenis radiasi yang memenuhi seluruh alam semesta dan disebut-sebut sebagai sisa-sisa Big Bang. Ketika peristiwa Big Bang terjadi, CMB ini diperkirakan ada pada suhu yang sangat panas. Sebab, foton-foton yang terbentuk setelah Big Bang bergerak dengan bebas dan sangat cepat.

Akan tetapi, seiring berjalannya waktu dan keadaan alam semesta yang terus meluas, foton-foton ini memiliki tingkat energi yang lebih rendah dan mulai mendingin. CMB yang ada dalam masing-masing foton sebenarnya punya suhu yang berbeda-beda. Hanya saja, kisaran energi yang dilepaskan CMB saat ini diperkirakan ada pada suhu 2,7 derajat kelvin atau sekitar -240,75 derajat celsius. Olah karena itu, kalau kita menjadikan CMB sebagai patokan, suhu dari ruang angkasa berada pada angka -240,75 derajat celsius.

Baca Juga: Pesawat Ruang Angkasa India Sukses Mendarat di Kutub Selatan Bulan

2. Apa yang akan dirasakan manusia di ruang angkasa?

Astronaut NASA sedang bersiap untuk melakukan spacewalk dari ISS. (commons.wikimedia.org/NASA)

Sejak 1960-an, kita sudah berulang kali mengirimkan manusia ke ruang angkasa. Ada yang melintasinya dalam waktu beberapa jam atau beberapa hari dan ada pula yang tinggal di atas sana selama berbulan-bulan di dalam stasiun ruang angkasa atau International Space Station (ISS). Di sana, astronaut-astronaut terpilih harus mengenakan pakaian pelindung khusus atau selalu berada di dalam ruangan ISS. Meski sudah mengenakan itu semua, para astronaut tetap merasakan beberapa efek pada tubuhnya ketika ada di ruang angkasa.

Menurut Japan Aerospace Exploration Agency, awak yang ada di ISS akan merasakan sesuatu yang diberi nama space sickness. Hal ini terjadi ketika para astronaut merasakan kekuatan gravitasi yang lemah di ruang angkasa pertama kali. Umumnya, space sickness yang dirasakan oleh astronaut dapat menimbulkan rasa sakit kepala, pusing, sampai muntah-muntah.

Kondisi ini terjadi karena salah satu organ kecil di telinga kita yang bernama vestibular tidak berfungsi secara maksimal. Di Bumi dengan kekuatan gravitasi yang normal, vestibular dapat menjaga keseimbangan tubuh dan secara konstan mengirim sinyal yang berkaitan dengan informasi gravitasi dan kecepatan ke otak. Hal ini tidak bisa dilakukan vestibular ketika tubuh manusia berada di ruang angkasa sehingga otak kita akan merasa bingung dengan kondisi di sekitar yang kemudian menimbulkan space sickness. Beruntungnya, kondisi ini hanya berlangsung selama beberapa saat saja, setidaknya sampai tubuh si astronaut mulai beradaptasi dengan kondisi ruang angkasa.

Selain space sickness, wajah para astronaut yang ada di ruang angkasa akan tampak lebih membengkak. Kondisi ini bukan penyakit, melainkan disebabkan oleh keadaan minim gravitasi di ruang angkasa yang menyebabkan cairan di tubuh astronaut, khususnya bagian wajah, tidak dapat turun ke bawah seperti di Bumi. Selain itu, selaput lendir di hidung para astronaut juga akan membengkak sehingga akan menyebabkan hidung mereka tersumbat. Sama seperti space sickness, kondisi ini bisa diatasi sendiri oleh astronaut setelah tubuhnya terbiasa berada di ruang angkasa.

Kemudian, kalau astronaut yang sudah berada lama di ruang angkasa, mereka biasanya akan merasakan pelemahan pada otot dan tulangnya, khususnya pada bagian kaki dan punggung bawah. Hal ini juga terjadi akibat kekuatan gravitasi yang lemah di ruang angkasa. Jika biasanya otot secara konstan bekerja untuk menjaga postur tubuh di Bumi dengan gravitasi yang cukup, di ruang angkasa otot-otot tersebut tidak dapat bekerja karena postur tubuh astronaut akan berada dalam kondisi yang tetap. Akibatnya, otot itu lama-lama akan melemah dan massa pada tulang juga akan berkurang. 

Terakhir, paparan radiasi yang tinggi di ruang angkasa dapat meningkatkan risiko penyakit bagi para astronaut. Kalau tubuh mereka terekspos radiasi dalam waktu yang lama, bisa saja astronaut terjangkit kanker. Paparan radiasi tinggi ini terjadi karena di ruang angkasa tidak memiliki atmosfer yang berfungsi sebagai pelindung tubuh makhluk hidup dari paparan radiasi.

Verified Writer

Anjar Triananda Ramadhani

Penulis yang suka menulis dengan tema sains, alam, dan teknologi

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya