Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Banjir menerjang rumah di Aceh.
Banjir menerjang rumah di Aceh. (dok. Badan Nasional Penanggulangan Bencana)

Intinya sih...

  • Hentikan deforestasi dan pulihkan hutan agar mampu menyerap air dan mencegah limpasan.

  • Revitalisasi daerah aliran sungai agar aliran air lancar dan tidak meluap.

  • Perbaiki tata kelola pembangunan dengan mitigasi lingkungan dan aturan lahan yang lebih ketat.

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Peristiwa banjir yang melanda tiga provinsi di Sumatra sejak akhir November 2025 kemarin membawa banyak duka dan pertanyaan besar soal apa penyebabnya sampai bisa sebesar itu. Sejauh ini, ratusan korban jiwa sudah berjatuhan, ribuan lainnya terpaksa harus mengungsi, dan seluruh akses jalan beserta infrastruktur umum rusak total, yang mengakibatkan masih ada daerah-daerah terisolasi dari bantuan. Besarnya bencana banjir yang terjadi di Sumatra ini sering dikaitkan dengan adanya fenomena langka bernama Siklon Tropis Senyar yang memang muncul di Selat Malaka pada akhir bulan kemarin.

Akan tetapi, faktor kemunculan siklon tropis itu tidak semata-mata jadi penyebab banjir yang sangat luas. Ada banyak faktor lain yang ikut mendorong terjadinya bencana banjir besar. Mirisnya, semua faktor itu ada kaitannya dengan keserakahan manusia atau lebih tepatnya orang-orang nirempati. Pada kesempatan ini, yuk, kita cari tahu apa saja faktor penyebab luasnya banjir di tiga provinsi Pulau Sumatra dan bagaimana cara mengatasinya. Simak sampai selesai, ya!

Faktor yang mendorong banjir besar di Sumatra

Banjir merusak infrastruktur di Aceh Tenggara. (dok. Badan Nasional Penanggulangan Bencana)

Seperti yang sudah disebutkan sebelumnya, Siklon Tropis Senyar sebenarnya bukan penyebab utama terjadinya banjir di Pulau Sumatra. Sebab, sekalipun fenomena siklon tropis sangat langka di wilayah Indonesia, seharusnya kita masih punya tempat untuk menampung maupun mengaliri curah hujan yang meningkat seiring dengan datangnya siklon tropis. Ya, tempat itu adalah hutan dan sungai yang sayangnya justru jadi faktor pendukung bencana banjir di Indonesia.

Kenapa bisa demikian? Pakar hidrologi Universitas Gadjah Mada, Prof. Dr.-Ing. Ir. Agus Maryono menyebut kalau banjir bandang beserta longsor di Sumatra itu terjadi karena saluran hidrolik mengalami penyumbatan dan faktor meteorologi ekstrem. Maksudnya, hutan yang seharusnya menyerap air hujan justru sudah dibabat habis untuk dialihkan menjadi kebun sawit ataupun konsesi tambang. Akibatnya, ada peningkatan limpasan air ke permukaan tanah yang menghasilkan genangan air banjir.

Banjir bandang seperti yang terjadi di Sumatra juga didorong oleh terjadinya longsoran tebing di sepanjang sungai berukuran menengah dan kecil. Tak heran, ada begitu banyak material yang terbawa dari limpasan air tersebut sampai menghancurkan rumah dan infrastruktur umum. Bahkan, gelondongan kayu dari para penebang liar pun turut terbawa yang menandakan sudah separah itu deforestasi yang terjadi di Sumatra, terlebih yang dilakukan secara liar oleh pihak-pihak nirempati, serakah, dan tak bertanggung jawab.

Dari sederet faktor tersebut, sudah jelas kalau solusi yang bisa kita lakukan untuk memulihkan keadaan agar bencana serupa tak terulang lagi besar kaitannya dengan mengembalikan rona alam. Semua dari langkah berikut ini bisa dilakukan oleh berbagai pihak, mulai dari individu, komunitas masyarakat, swasta, pemerintah, sampai dunia internasional. Penasaran, kan? Berikut ini langkah-langkah untuk mencegah banjir di Pulau Sumatra pada masa yang akan datang.

1. Lindungi hutan supaya tidak gundul

Hutan dataran rendah di Gunung Leuser, Aceh. (commons.wikimedia.org/gbohne)

Dari awal, disebutkan jelas kalau penyebab membesar dan meluasnya banjir di tiga provinsi di Pulau Sumatra itu disebabkan lahan yang gundul. Parahnya, penggundulan hutan itu sering terjadi secara ilegal atau sebenarnya memperoleh izin, tapi dilakukan secara serampangan. Kalau sudah demikian, sudah jadi tugas kita bersama untuk mengawasi masalah tersebut dari berbagai lini dan lewat berbagai cara.

Bagi masyarakat setempat, membantu melaporkan tindakan pembalakan liar kepada pihak berwenang jadi salah satu langkah yang bisa ditempuh. Selain itu, ikut serta dalam kegiatan menanam kembali lahan yang sudah gundul dengan berbagai tanaman juga dapat diikuti masyarakat, komunitas atau organisasi tertentu, pihak swasta, sampai pemerintah setempat. Tak hanya hutan, pelindungan ini juga termasuk pada ekosistem yang ada di dalamnya, semisal turut menjaga keberadaan hewan-hewan yang hidup di dalam hutan agar tidak berkonflik dengan masyarakat.

Sementara itu, dari sisi pemerintah, ada banyak pekerjaan rumah yang bisa dilakukan. Pemerintah perlu memperkuat peran polisi hutan agar mampu memberikan penindakan tegas bagi para pembalak hutan liar, membuat area konservasi alam yang berimbang tanpa bisa disentuh orang lain untuk membuka lahan, sampai mengatur regulasi dan penegakan hukum tentang restorasi hutan beserta perlindungannya. Poin yang satu ini sangat erat kaitannya dengan keberadaan lahan sawit dan tambang di Pulau Sumatra yang kian mengkhawatirkan.

Dilansir MapBiomas, pada 1990 Pulau Sumatra masih ditutupi hutan dalam berbagai jenis seluas 17.934.735 hektare. Namun, angka itu menyusut drastis pada 2024 kemarin yang hanya menyisakan 12.685.507 hektare. Sementara itu, peningkatan tajam justru terlihat pada lahan sawit dari yang hanya sekitar 1.079.077 hektare pada 1990 menjadi 10.311.941 hektare pada 2024. Ini menunjukkan adanya alih fungsi lahan yang sangat besar menjadi perkebunan sawit. Area hutan di sepanjang Pulau Sumatra telah dikorbankan.

Dari periode yang sama, ada peningkatan konsesi tambang sampai lima kali lipat di Sumatra. Pada 1990, hanya ada sekitar 32.037 hektare lahan tambang di sana, tapi jumlahnya naik jadi 145.892 hektare pada 2024. Jadi, jangan heran kalau ada banyak citra satelit yang menunjukkan lahan-lahan botak di beberapa titik Pulau Sumatra akibat aktivitas pembukaan lahan tersebut.

2. Memulihkan daerah aliran sungai agar tetap asri

daerah aliran sungai (commons.wikimedia.org/MrNamineSinten)

Selain hutan, satu lagi ekosistem penting yang seharusnya kita jaga agar banjir di Pulau Sumatra tak terulang adalah aliran sungai. Dosen sekaligus pakar teknik sipil dan lingkungan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Jazaul Ikhsan, ST, MT, Ph.D., IPM., menyebut kalau salah satu faktor penyebab besar beserta luasnya banjir di Aceh, Sumatra Utara, serta Sumatra Barat itu disebabkan longsoran material dari sungai yang tak mampu membendung arus air. Padahal, daerah aliran sungai (DAS) merupakan salah satu lokasi vital untuk mengatasi peningkatan aliran air ketika musim hujan atau cuaca ekstrem melanda.

Dengan demikian, upaya revitalisasi DAS jadi salah satu langkah yang dapat dimulai dari sekarang guna mencegah terjadinya banjir di Pulau Sumatra pada masa yang akan datang. Revitalisasi tersebut bisa dilakukan dengan menanam pohon di sekitar DAS, menertibkan bangunan yang berada terlalu dekat dengan DAS, mengontrol endapan yang mungkin tertimbun di dasar sungai, sampai membersihkan sampah. Lewat langkah yang satu ini, harapannya air hujan yang turun punya ruang yang cukup untuk terus mengalir ke hilir tanpa harus meluap dan membanjiri pemukiman masyarakat yang ada di sekitar.

3. Khusus untuk pemerintah, buat tata kelola pembangunan yang tepat

kerusakan infrastruktur umum dan pribadi setelah bencana (commons.wikimedia.org/Michael L. Bak)

Pekerjaan rumah lain bagi pemerintah selaku pembuat kebijakan ialah mengevaluasi total tata kelola pembangunan yang ada di Pulau Sumatra. Menurut Jazaul Ikhsan, saat ini pemerintah perlu membuat perencanaan tata ruang berbasis risiko dan menyelaraskan kebijakan pembangunan dengan mitigasi lingkungan. Sebab, paradigma pembangunan yang diterapkan saat ini terbilang sudah usang karena tak mampu mengontrol aliran air penyebab banjir, misalnya sistem pembuangan air yang terlalu kecil ketimbang curah hujan, akumulasi sedimen sungai, dan desain infrastruktur secara keseluruhan yang harus mulai dibangun berdasarkan data historis serta curah hujan riil yang terjadi dalam beberapa tahun ke belakang.

Selain itu, banjir besar yang melanda Pulau Sumatra saat ini sudah jadi sinyal kuat untuk evaluasi kebijakan pemberian izin konsesi lahan kepada perusahaan negara maupun swasta. Standar yang diberikan harus ketat. Dengan begitu, pelaku usaha turut bertanggung jawab atas alih fungsi lahan yang diberikan oleh negara.

Selain itu, pemerintah harus segera mengadaptasi arsitektur yang menyesuaikan dengan kondisi perubahan iklim yang ada saat ini. Soalnya, kita tak boleh mengesampingkan fakta kalau iklim semakin tidak dapat diprediksi. Alhasil, salah satu langkah agar masyarakat tidak menjadi korban lagi ialah mempersiapkan segala infrastruktur pribadi maupun umum yang terbukti mampu menahan berbagai jenis bencana yang mungkin terjadi di Sumatra, termasuk banjir.

4. Edukasi dan ajakan aksi pada masyarakat untuk jaga kebersihan lingkungan

masyarakat bergotong royong untuk membersihkan sungai (commons.wikimedia.org/Galeri ega)

Seluruh langkah di atas tentu mustahil sukses tanpa kerja sama berbagai elemen. Masyarakat tidak dapat bergerak sendiri tanpa uluran tangan pemerintah, organisasi pemerhati lingkungan, maupun swasta. Sebaliknya, ketiga pihak itu tidak mungkin bisa menyukseskan upaya perbaikan di Sumatra tanpa bantuan dari masyarakat sekitar. Karena itu, hal paling penting yang perlu dilakukan ialah mengedukasi secara intensif kepada semua pihak.

Edukasi ini pastinya berkaitan dengan cara menjaga alam, menumbuhkan pemahaman soal pentingnya ekosistem yang seimbang, sampai ajakan untuk melakukan aksi nyata. Pastinya, soal aksi nyata itu, ada banyak salurannya. Selain ikut menanam pohon seperti yang sudah disebutkan sebelumnya, membiasakan hal-hal kecil juga bisa dilakukan dari sekarang, misalnya membuang sampah pada tempatnya hingga menumbuhkan semangat gotong royong untuk membersihkan lingkungan sekitar.

Bagi masyarakat yang jauh dari Sumatra, kita juga bisa berkontribusi untuk mencegah kejadian yang sama terulang di Sumatra maupun wilayah lain di Indonesia. Membuat konten edukasi tentang lingkungan, mengawasi laporan dan kinerja yang dilakukan pemerintah terhadap lingkungan, sampai mengawasi aktivitas pihak swasta di media sosial jadi salah satu saluran utama yang dapat kita manfaatkan. Belum lagi, penggalangan dana atau pencarian relawan untuk membantu memulihkan alam bisa jadi cara lain bagi kita untuk berkontribusi di mana pun dan kapan pun.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team

EditorYudha ‎