ilustrasi digigit semut (pixabay.com/Hans)
Semut api biasanya menggigit dan menyengat menggunakan mandibula, yaitu sepasang bagian mulut semut untuk menggigit atau memotong dan memegang makanan. Mandibula ini akan menancap pada kulit manusia dan alat penyengatnya juga menyuntikkan racun.
Saat digigit semut api, kebanyakan orang awalnya akan merasakan nyeri yang mirip dengan sengatan lebah. Rasa nyeri tersebut diikuti dengan sensasi terbakar. Jika reaksinya parah, harus segera mencari pertolongan medis.
Dalam waktu sekitar 1 jam, area yang disengat semut api akan timbul bentol yang terasa nyeri dan gatal, lalu menjadi lepuh berisi nanah. Sering kali, reaksi terjadi di dekat tempat terjadinya gigitan. Lepuh akibat gigitan semut api juga biasanya hilang dalam waktu 7 hingga 10 hari. Pengobatannya cukup dengan membersihkan area kulit yang tergigit dan bisa juga dioleskan dengan krim antihistamin dan krim hidrokortison.
Lalu bagaimana dengan kasus kematian akibat semut api? Dalam beberapa kasus, gigitan serangga itu bisa menimbulkan reaksi sistemik yang serius, seperti menyebabkan muntah dan diare. Sekitar 5 persen gigitan semut api menyebabkan anafilaksis, reaksi alergi yang mengancam jiwa. Seperti yang dikatakan ahli entomologi Mike Raupp kepada ABC News, "Dengan terjadinya anafilaksis, tenggorokan membengkak dan orang itu akan mati lemas."
Syok anafilaksis itu berisiko menimbulkan serangan jantung. Jadi, gigitan semut api terhadap seseorang yang punya alergi memang bisa mengancam keselamatan. Reaksi ini memang jarang terjadi, tapi tetap harus diwaspadai.