Insecure Melihat Karier Orang Lain di Clubhouse, Kok Bisa?

"Gila, semua orang di Clubhouse petinggi. Cuma gue doang yang remah-remah,"
"Di Clubhouse, semua orang founder, cuma aku yang minder,"
Sejak pertengahan Februari lalu, dunia maya diramaikan dengan kehadiran aplikasi media sosial baru. Ialah Clubhouse. Kehadirannya disambut bahagia dengan para internet-savvy karena platform ini menawarkan pengalaman yang berbeda dengan para pendahulunya.
Tak perlu sentuhan filter, video estetik, lantunan background music, dan kemampuan menulis yang strategis, komunikasi di Clubhouse dilakukan melalui audio-chat. Pengguna bisa mengobrol dengan satu sama lain secara real time di berbagai room yang tersedia. Sembari melakukannya, kita juga dipersilakan untuk melihat profil satu sama lain untuk membangun koneksi.
Ramai di awal, redup kemudian. Setelah tren Clubhouse berjalan sekitar 2-3 minggu, sebagian pengguna mulai menemukan pengalaman yang kurang menyenangkan. Media sosial yang ada sejak 2020 itu dianggap berdampak buruk terhadap kesehatan mental. Lebih tepatnya, pengguna merasa insecurity-nya meningkat setelah akses Clubhouse. Bagaimana hal ini bisa terjadi?
1. Curhatan para pengguna Clubhouse yang merasa insecure
Menyoal Clubhouse yang dianggap memantik rasa insecure, fenomena ini awalnya diungkapkan sejumlah pengguna melalui media sosial lain, seperti Twitter dan Instagram. Kemudian, akun-akun overheard pun mulai membagikan berbagai testimoni lainnya.
Untuk memperjelas dan memahami fenomena ini secara lebih mendalam, IDN Times melakukan survei kepada pengguna Clubhouse. Di antara 103 responden yang berpartisipasi, inilah beberapa curahan hati mereka mengenai apa yang dirasakan selama mengakses media sosial baru itu:
"Minder setiap mendengar cerita orang-orang yang sudah sukses di masa mudanya. Jadi ngerasa gak setara,"
"Aku gak sehebat yang orang-orang lain di Clubhouse,"
"Merasa seperti remah-remah M*lkist di antara jajaran permata,"
"Obrolan terlalu tinggi dan merasa bahwa diri ini tidak sepintar orang lain,"
Rasa insecure yang datang saat mengakses media sosial tersebut bahkan membuat sebagian pengguna dihampiri oleh prasangka buruk terhadap orang lain, seperti:
"Banyak orang pencitraan dan kadang sotoy (sok tahu),"
"Banyak yang berlomba-lomba cari panggung di Clubhouse,"
"I feel like a lot of people are being pretentious (aku merasa banyak orang berpura-pura),"
Perasaan itu datang setelah mereka melihat begitu banyaknya pengguna Clubhouse yang ternyata berasal dari "kalangan atas". Misalnya para petinggi perusahaan, influencer, artis, dan lain sebagainya. Hal ini tak ayal membuat sebagian pengguna merasa "kecil" dan terintimidasi karena baginya, diri mereka tak sehebat orang-orang tersebut.