KOI Minta Maaf Bali Gagal Jadi Tuan Rumah AWBG 2023
Anggaran jadi masalah utama
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times - Insiden pencabutan status tuan rumah terhadap Indonesia kembali terjadi. Setelah Piala Dunia U-20, giliran ANOC World Beach Games 2023 yang pada akhirnya gagal digelar di Indonesia.
Pada Selasa (4/7/2023), ANOC menyatakan kalau Bali dicabut statusnya sebagai tuan rumah. Lewat pernyataan resminya, ANOC menyatakan Bali gagal jadi tuan rumah akibat masalah anggaran.
Terkait hal ini, Komite Olimpiade Indonesia (KOI) selaku pelaksana kegiatan meminta maaf kepada seluruh masyarakat. KOI berdalih keterbatasan waktu dalam proses administrasi dan birokrasi menjadi alasan urung terlaksananya AWBG 2023 di Indonesia.
"Kami menyampaikan permohonan maaf sebesar-besarnya kepada ANOC serta para Federasi Internasional, atlet, dan segenap NOC yang sudah berjuang sejak proses kualifikasi," kata Ketua KOI, Raja Sapta Oktohari, dalam pernyataannya, Rabu (5/7/2023).
Baca Juga: ANOC World Beach Games 2023 Alami Pembengkakan Biaya, Nyaris Rp1 T
1. Banyak sponsor mundur
Menurut Okto, pemerintah Indonesia sejatinya telah menyetujui pembiayaan 2nd ANOC World Beach Games Bali 2023. Namun, sistem mekanisme birokrasi anggaran sulit dilakukan mengingat sempitnya waktu yang dimiliki. Situasi semakin sulit setelah sejumlah sponsor menyatakan mundur.
"Kami hanya pelaksana. Tapi, tepat hari ini, waktu yang kami miliki hanya 30 hari dan proses anggaran masih panjang. Pil pahit ini terpaksa kami telan karena dengan keterbatasan waktu, kami melihat sulit mempersiapkan multievent kelas dunia," kata Okto.
Pernyataan yang berbeda dilayangkan oleh Menpora Dito Ariotedjo. Anggaran yang diajukan untuk ANOC World Beach Games 2023, menurut Dito, begitu besar, setidaknya nyaris Rp1 triliun.
Namun, menurut perhitungan ulang dari pemerintah, anggaran ANOC World Beach Games 2023 tak sampai Rp500 miliar.
"Kemenpora dalam meninjau proposal awal pada Februari 2023, sebelum saya menjabat, memang ada gap yang sangat jauh dari pengajuan hampir 1 triliun. Sementara, hasil peninjauan sebesar 221 miliar. Saat saya mulai menjabat dilakukan peninjauan ulang bersama BPKP dan DJA juga sehingga menghasilkan angka 446 miliar," ujar Dito.