Taktik manipulatif segera terlihat sejak balapan dimulai. Tim-tim seperti Williams dan Racing Bulls memperlambat salah satu mobil mereka agar rekan setim di depan bisa masuk pit dan kembali ke lintasan tanpa kehilangan posisi. Pembalap Williams, Carlos Sainz, menjadi salah satu yang paling vokal mengkritik metode ini.
“Intinya, kamu berkendara 2 atau 3 detik lebih lambat dari kecepatan yang seharusnya bisa dilakukan mobil. Ini berarti kamu secara tidak langsung mengatur jalannya dan sedikit memanipulasi hasil balapan. Di Monako, hal itu sangat mudah dilakukan. Berbeda dengan trek lain yang punya DRS dan trek lurus, di sana kamu tak bisa melakukan ini.
Aku sepenuhnya mengerti mengapa dia (George Russell) melakukannya, karena aku nyaris melakukannya. Dulu, ada penalti besar akibat memanipulasi balapan. Pada akhirnya, kami tidak menabrak, tetapi kami mengemudi sangat lambat sehingga kami memanipulasi balapan,” ungkap Sainz dikutip Motorsport.
Max Verstappen pun melontarkan kritik dengan nada sarkastik. Juara dunia F1 empat kali itu menyamakan balapan kali ini dengan permainan video Mario Kart. Ia menyindir, mereka (pembalap) hanya tinggal melemparkan pisang di lintasan agar lebih ‘menarik’. Ia mencoba strategi menunda pitstop hingga lap terakhir dengan harapan munculnya red flag, tetapi tak membuahkan hasil dan finis ke-4.
George Russell mengambil pendekatan ekstrem ketika merasa frustasi terjebak di belakang mobil Williams yang sengaja memperlambat laju. Ia memilih untuk menyalip secara ilegal di chicane, sebuah keputusan yang membuatnya menerima penalti drive-through. Dirinya mengaku melakukannya demi bisa menikmati sisa balapan dengan kecepatan penuh. Menurutnya, mengemudi 4 detik lebih lambat dari batas kemampuan mobil adalah bentuk pembalap ‘bermain catur’, bukan balapan.