Terlepas dari tindak diskriminasi yang didapat, Tan tetap mencintai Indonesia. Usai pensiun, dia mengabdi sebagai pelatih. Sempat melatih di Meksiko dan Hong Kong, dia jadi pelatih PB Djarum pada 1982.
Momen besar terjadi pada 1984 ketika Tan dipercaya melatih Indonesia di Piala Thomas. Di bawah kepemimpinannya, Indonesia kembali jadi juara setelah menaklukkan China di final.
Disiplin, semangat nasionalisme, dan integritas, menjadi ciri khas Tan. Dia bahkan menolak penghargaan uang dari Presiden Sukarno, dengan alasan rakyat Indonesia lebih memerlukan bantuan tersebut.
Kini, Tan telah berpulang. Duka itu ada, tetapi kepergiannya juga menghadirkan warisan yang tak ternilai. Dia adalah pembuka jalan dan pengangkat harkat serta martabat bulu tangkis Indonesia di level internasional. Selamat jalan, legenda!