Setahun Tragedi Kanjuruhan, Dosa yang Sulit Dimaafkan
Renungan atas bobroknya sepak bola Indonesia
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times - Hari ini, Minggu (1/10/2023) merupakan pengingat bobroknya sepak bola dan hukum di Indonesia. Tepat setahun lalu, sepak bola merenggut 135 nyawa dalam Tragedi Kanjuruhan.
Insiden kelam ini terjadi selepas laga Arema FC versus Persebaya Surabaya dalam lanjutan Liga 1 musim lalu, 1 Oktober 2022. Kejadian ini bak dosa yang tidak bisa dimaafkan.
Terasa seperti ada 'pembantaian' karena rentetan gas air mata yang ditembakkan. Tentu tragedi kelam ini sulit dimaafkan karena korban tak mendapat keadilan.
Bayangkan, gas air mata dilepas secara mambabi-buta guna memukul mundur suporter Arema yang turun ke lapangan. Ini membuat Stadion Kanjuruhan menjadi 'kuburan'.
Baca Juga: Setahun Petaka di Kanjuruhan, Mencari Keadilan yang Ditiup Angin
1. Tak ada yang mau disalahkan
Pihak yang harusnya maju untuk pasang badan justru saling lempar kesalahan. Khususnya PSSI periode 2019-2023, selaku pemangku tertinggi sepak bola tanah air yang tak mau disalahkan.
Bahkan saat tengah menjadi sorotan, Mochamad Iriawan yang menjadi Ketum PSSI kala itu justru membuat blunder memalukan. Iwan Bule (sapaannya) membuka konferensi pers di Kanjuruhan dengan ucapan hadirin yang berbahagia dalam suasana penuh duka.
Kontroversi dipertontonkan dan baru terang-terangan siap bertanggung jawab setelah sepekan dari Tragedi Kanjuruhan. Iwan Bule juga sempat memakai jurus gocek pintu belakang, saat menghindar dari kejaran wartawan selepas pemeriksaan.
Tim Gabungan Independen Pencari Fakta (TGIPF) baru memanggil semua pihak yang terlibat, termasuk PSSI, PT Liga Indonesia Baru, dan Emtek Group selaku pemegang hak siar 10 hari setelah tragedi. Namun, pertemuan ini malah menjadi momen saling lempar tanggung jawab.
Baca Juga: Tragedi Kanjuruhan Sudah Setahun dan Mantan Dirut LIB Masih Bebas