Tiap tim yang terdegradasi dari Premier League mendapatkan dana hibah sebagai realisasi dari program parachute payments. Menurut The Athletic, untuk 2024/2025, Luton Town menerima uang sekitar 50 juta poundsterling (Rp1,1 triliun). Hampir setengahnya dipakai manajemen untuk urusan transfer pemain (26 juta poundsterling). Sisanya, Luton Town memakainya demi berbagai keperluan. Salah satunya pembangunan stadion baru.
Bagi klub, proyek tersebut memang menjadi sebuah kewajiban. Ketika promosi ke Premier League pada 2023/2024, mereka bahkan sempat harus menunda pertandingan kandang pembuka akibat Kenilworth Road yang masih dalam proses renovasi demi bisa memenuhi standar kompetisi. Kini, klub mengambil keputusan besar untuk meninggalkan stadion yang sudah dipakai sejak 1905 itu. Arena yang hanya berkapasitas 12.000 kursi tersebut tidak lagi bisa menampung visi klub untuk bertarung di level teratas.
Sebagai penggantinya, Luton Town bakal mulai pembangunan kandang anyar pada musim panas 2025. Stadion yang dinamai Power Court Stadium itu direncakan mulai bisa digunakan pada 2028/2029. Rumah baru nantinya memiliki 25.000 kursi. Mereka juga menunjuk Limak International sebagai kontraktor. Perusahaan asal Turki tersebut merupakan pihak yang bertanggung jawab atas renovasi stadion Barcelona, Camp Nou.
Di satu sisi, pembangunan stadion baru jelas bagus bagi masa depan klub. Namun, tidak dapat dimungkiri, kegagalan mereka di Championship 2024/2025 ikut disebabkan rencana tersebut. Fokus klub menjadi terbagi, termasuk dalam urusan anggaran. Mereka tidak bisa sepenuhnya menghabiskan uang yang dimiliki untuk mendatangkan para pemain terbaik. Pada akhirnya, pilihan yang diambil klub pun dibayar mahal dengan terdegradasi ke League One.
Luton Town harus segera menemukan solusi di tengah segala masalah yang sedang terjadi. Rencana jangka panjang bakal terhambat jika prestasi di lapangan terus-menerus menurun. Mampukah klub yang terbentuk pada 1885 ini bangkit di League One 2025/2026?