Salah satu faktor utama penurunan performa Aston Villa yaitu tekanan aturan finansial. Klub harus mematuhi Profit and Sustainability Rules (PSR) serta UEFA Squad Cost Ratio, yang membatasi pengeluaran gaji di angka 70 persen dari pendapatan. Pada 2024/2025, rasio gaji Villa bahkan mencapai 91 persen dari pendapatan, sehingga mereka menerima denda 9,5 juta pound sterling (Rp213,7 miliar). Kondisi ini memaksa manajemen melepas pemain penting, seperti Jacob Ramsey kepada Newcastle United dengan nilai awal 39 juta pound sterling (Rp878 miliar), serta mengembalikan Marcus Rashford dan Marco Asensio yang berstatus pinjaman.
Selain kehilangan amunisi utama, Villa juga mengalami guncangan internal dengan perginya Ramon Rodriguez Verdejo, atau yang lebih dikenal Monchi, President of Football Operations Aston Villa, yang menjadi tangan kanan Unai Emery. Monchi berperan besar dalam membentuk strategi transfer dan keberhasilan merekrut pemain seperti Rashford musim sebelumnya. Kepergiannya menimbulkan kekosongan dalam pengambilan keputusan penting serta menciptakan ketidakpastian arah kebijakan rekrutmen.
Rata-rata usia skuad Aston Villa kini 28,5 tahun, tertua di Premier League. Kondisi tersebut membuat intensitas permainan menurun dan variasi taktik terbatas. Situasi ini juga menyulitkan tim untuk beradaptasi dengan tren strategi modern yang semakin cepat dan dinamis.
Emery sendiri mengakui, identitas timnya telah hilang. Ia bahkan tak segan menyebut para pemainnya terlalu malas dan tidak lagi menunjukkan soliditas serta determinasi yang pernah membuat Villa disegani. Identitas permainan yang dulu agresif kini tergantikan dengan performa lamban, kaku, dan jauh dari ekspektasi.