Pep Guardiola dikenal sebagai pelatih yang sangat disiplin (commons.wikimedia.org/Steffen Prößdorf)
Taktik tiki-taka boleh saja runtuh setelah gelaran Piala Dunia 2014. Namun, Pep Guardiola punya cara untuk beradaptasi dengan keadaan. Ia dikenal sebagai pelatih yang sangat tegas dan tak segan untuk “mengucilkan” pemain yang tidak mau mengikuti instruksinya sekalipun pemain itu adalah bintang dalam klubnya. Hal tersebut menunjukkan jiwa kepemimpinan sekaligus dominasi total di dalam maupun luar lapangan yang tidak boleh diganggu oleh siapa pun.
Dilansir Sporf, Pep Guardiola bukan sekadar tegas, tetapi juga mau mengajarkan hal-hal baru pada pemainnya, termasuk memopulerkan lagi konsep inverted full-back alias bek sayap yang masuk ke area tengah lapangan sehingga membuka banyak opsi. Konsep ini mulai diberlakukan saat dirinya melatih Bayern München dan langsung mendulang kesuksesan hingga sekarang. Akhirnya, sampai saat ini, konsep inverted full-back yang serupa dengan versi Pep Guardiola sudah banyak diadopsi oleh klub-klub top Eropa.
Kontrol dan penerapan disiplin pada pemain juga banyak ditiru oleh pelatih top lain, terutama yang pernah ikut sebagai asisten pelatihnya. Sebut saja nama yang mulai bersinar seperti Mikel Arteta bersama Arsenal dan Enzo Maresca bersama Chelsea, mereka sama-sama sedang naik daun setelah “menimba ilmu” sebagai asisten pelatih Pep Guardiola untuk Manchester City. Sampai saat ini pun, Pep Guardiola masih terus meracik berbagai terobosan dalam sepak bola, tapi tetap dengan mempertahankan konsep penguasaan bola total selama pertandingan.
Faktor lain yang tak bisa disingkirkan atas kesuksesan Pep Guardiola ialah keberadaan pemain bintang dan klub yang royal dalam memenuhi permintaannya saat jendela transfer dibuka. Dilansir The Guardian, dalam klub Barcelona Pep Guardiola ditopang oleh punggawa yang sudah matang dan berstatus bintang, seperti Messi, Iniesta, Xavi, Eto’o, Puyol, Sergio Busquets, dan sebagainya.
Masuk ke Bayern München, Pep Guardiola langsung bekerja sama dengan veteran Bundesliga, seperti Philip Lahm dan Neuer. Lalu, ada beberapa transfer pemain fantastis, seperti Lewandowski, Xabi Alonso, Kimmich, dan Thiago Alcântara makin memperkuat kedalaman skuad raksasa Jerman tersebut. Lalu, Manchester City kembali memberi dukungan dengan mendatangkan begitu banyak pemain bintang sejak Pep Guardiola menjabat pada 2016. Sebut saja ada nama Kevin de Bruyne, Haaland, Bernardo Silva, Rodri, Ruben Dias, dan masih banyak lagi.
Sadar tak sadar, transfer gila-gilaan yang dilakukan klub asuhan Pep Guardiola lama-lama membentuk stigma kalau klub besar itu harus mampu menggaet pemain bintang dengan harga fantastis, tapi tetap punya pemasukan yang tinggi. Selain itu, royalitas pemilik klub pada pelatih terbukti membawa kesuksesan pada klub lewat cara yang dilakukan Pep Guardiola ini. itu sebabnya, jangan heran kalau pada era modern ini, ada begitu banyak pemain sepak bola potensial yang dilabeli harga fantastis, tapi mampu dibeli oleh klub-klub besar Eropa.