Mengurai Skandal Perjudian yang Mengguncang Sepak Bola Turki

- Skandal dimulai dari 371 wasit di Turki yang memiliki akun taruhan, memicu penyelidikan hukum dan krisis kepercayaan publik.
- 1.024 pemain di liga Turki terlibat dalam aktivitas judi, menyebabkan penangguhan dan tuntutan reformasi menyeluruh dari TFF.
- TFF berjanji akan membersihkan sepak bola Turki, sementara UEFA dan FIFA memantau dengan ketat untuk mengembalikan kepercayaan publik.
Sepak bola Turki tengah diguncang skandal terbesar dalam sejarah sepak bola mereka. Dalam hitungan minggu, publik menyaksikan bagaimana ratusan wasit dan ribuan pemain terseret dalam pusaran kasus taruhan yang mengikis kredibilitas kompetisi domestik. Federasi Sepak Bola Turki (TFF) kini menjadi sorotan tajam dan menghadapi tekanan publik dan lembaga internasional untuk membersihkan nama sepak bola nasional mereka.
Skandal ini lebih dari sekadar persoalan disiplin. Ini merupakan krisis kepercayaan yang mencerminkan bobroknya landasan moral dalam sistem olahraga Turki. Ketika skandal ini mencuat pada akhir Oktober 2025, gelombang keterlibatan makin membesar hingga menjerat berbagai lapisan, dari wasit, pemain, hingga pejabat klub. Dalam waktu singkat, Turki menghadapi krisis etika yang disebut sebagai pembersihan terbesar dalam sejarah sepak bola modern.
1. Skandal bermula ketika TFF mengungkap ada 371 wasit di Turki memiliki akun taruhan
Skandal ini bermula dari pengumuman Federasi Sepak Bola Turki (TFF) pada 27 Oktober 2025. Dalam konferensi pers di Istanbul, Presiden TFF, Ibrahim Haciosmanoglu, mengungkapkan hasil investigasi internal yang mengejutkan. Dilansir The Athletic, dari 571 wasit aktif, sebanyak 371 orang memiliki akun taruhan, dan 152 di antaranya aktif berjudi. Beberapa bahkan menempatkan ribuan taruhan, dengan 1 wasit mencatat 18.277 kali taruhan dalam kurun 5 tahun sejak 2020. Temuan ini menunjukkan pola perjudian yang sistematis di kalangan pengadil lapangan.
Investigasi yang awalnya dilakukan secara internal kian melebar menjadi kasus hukum. Kantor Kejaksaan Istanbul dan Antalya mengambil alih penyelidikan dengan dugaan pelanggaran etika serta potensi manipulasi hasil laga. Meski belum ada bukti para wasit bertaruh pada pertandingan yang mereka pimpin, skala keterlibatan mereka sudah cukup mengguncang kepercayaan publik. Di tengah tekanan, Haciosmanoglu berjanji akan membersihkan sepak bola Turki dari segala “kotoran” dan menegaskan tidak akan ada toleransi bagi pihak yang terbukti bersalah.
Masalah ini memperparah krisis kepercayaan yang telah lama membayangi sepak bola Turki. Dalam beberapa tahun terakhir, publik kerap menuding wasit berpihak kepada klub tertentu dan mempertanyakan integritas keputusan di lapangan. Bahkan, insiden kekerasan terhadap wasit pada Desember 2023 pernah memaksa otoritas menunda liga sementara. Maka, temuan ini hanya memperkuat keyakinan mengenai persoalan utama bukan sekadar kualitas kepemimpinan pertandingan, melainkan integritas moral di baliknya.
2. Investigasi TFF meluas dengan 1.024 pemain di liga Turki terlibat dalam aktivitas judi
Belum genap 2 minggu setelah skandal wasit mencuat, TFF kembali mengguncang dunia sepak bola pada 11 November 2025. Dalam pernyataannya, federasi mengumumkan penangguhan 1.024 pemain yang terlibat dalam aktivitas taruhan. Dari jumlah tersebut, 27 pemain berasal dari Super Lig, termasuk nama-nama besar, seperti Eren Elmali dan Metehan Baltaci dari Galatasaray serta Necip Uysal dan Ersin Destanoglu dari Besiktas. Data resmi TFF menunjukkan, pemain-pemain ini sedang menunggu proses disipliner di bawah Dewan Disiplin Profesional (PFDK).
Selain para pemain, 149 wasit dan 45 delegasi pertandingan juga ikut ditangguhkan. Bahkan, Murat Ozkaya, Presiden Klub Eyupspor, ditahan oleh pengadilan Istanbul bersama beberapa pejabat lain atas tuduhan manipulasi hasil pertandingan. Federasi mengambil langkah cepat dengan menunda kompetisi divisi kedua dan ketiga selama 2 minggu, sementara Super Lig dan 1. Lig tetap berjalan. Untuk mengatasi krisis personel, TFF meminta izin kepada FIFA agar jendela transfer musim dingin 2026 diperpanjang 15 hari sehingga klub bisa mengganti pemain yang terkena sanksi.
Kasus ini menimbulkan gelombang reaksi keras di kalangan publik dan klub. Beberapa pemain membela diri, mengklaim jika taruhan dilakukan oleh pihak lain menggunakan identitas mereka, atau terjadi sebelum mereka menjadi profesional. Eren Elmali, misalnya, menegaskan transaksinya terjadi 5 tahun lalu tanpa keterlibatannya secara langsung. Namun, skala kasus ini yang melibatkan lebih dari 1.000 pemain dari berbagai divisi, membuat publik sulit percaya pada klaim pembelaan tersebut.
Situasi ini menandai titik nadir bagi sepak bola Turki, yang selama ini sudah dikenal dengan konflik internal dan tuduhan bias wasit. Ketika jumlah tersangka mencapai ribuan, sejauh mana akar masalah ini telah merasuki struktur sepak bola nasional? Publik kini menuntut reformasi menyeluruh, sementara TFF harus menyeimbangkan antara menjaga kelangsungan kompetisi dan menegakkan integritas olahraga.
3. TFF berjanji akan bersih-bersih, sementara UEFA dan FIFA memantau dengan ketat
Presiden TFF menyebut skandal ini bukan hanya pelanggaran administratif, melainkan juga krisis moral yang melanda seluruh ekosistem sepak bola Turki. Ia berjanji akan melakukan reformasi menyeluruh agar sepak bola nasional dapat bangkit dari keterpurukan. Pernyataan ini menjadi simbol tekad TFF untuk mengembalikan kepercayaan publik yang sudah lama hilang akibat serangkaian kontroversi.
Klub-klub besar, seperti Galatasaray, Besiktas, dan Fenerbahce segera menanggapi dengan menyerukan transparansi penuh dalam proses penyelidikan. Fenerbahce, yang tidak memiliki pemain terlibat dalam daftar awal, menyebut skandal ini sebagai kesempatan untuk membangun ulang kepercayaan publik. Sementara, Galatasaray menekankan pentingnya penyelesaian yang adil agar hak individu tidak dikorbankan demi kepentingan citra sepak bola. Dalam nada serupa, Besiktas menyatakan keyakinan penuh pada integritas pemain mereka sambil menyerukan penegakan hukum yang transparan.
Di tingkat internasional, UEFA dan FIFA memantau situasi ini dengan ketat, terutama karena beberapa wasit dan pemain yang terlibat juga bertugas di level internasional. Walaupun hingga kini belum ditemukan bukti kuat mengenai pengaturan skor sistematis, skala pelanggaran ini sudah cukup untuk menjadikannya skandal taruhan terbesar dalam sejarah sepak bola modern. Ibrahim Haciosmanoglu menggambarkan langkah TFF sebagai upaya “mengeringkan rawa” demi menumbuhkan kembali integritas permainan yang telah lama tercemar.
Namun, apakah TFF benar-benar mampu membersihkan sepak bola Turki atau justru terjebak dalam lumpur yang mereka gali sendiri? Krisis ini telah menyingkap persoalan struktural yang lebih dalam, mulai dari lemahnya pengawasan internal hingga ketergantungan klub pada struktur lama yang sarat kepentingan. Jika langkah reformasi hanya bersifat reaktif, maka krisis moral ini berisiko berulang pada masa depan dengan bentuk yang berbeda.
Kepercayaan publik terhadap sepak bola Turki kini berada di titik terendah. Namun, jika momentum ini digunakan untuk membenahi sistem dari akar hingga pucuk, skandal bisa menjadi awal dari kebangkitan moral dan profesionalisme yang sesungguhnya.
















