Mengutip BBC, Mohamed Ali Amar, atau yang lebih dikenal dengan sapaan Nayim, merupakan pesepak bola muslim pertama yang bermain di Premier League pada 1992. Pada era 90-an, jumlah pemain muslim di liga masih sangat terbatas, sehingga kehadiran Nayim yang kala itu berseragam Tottenham Hotspur menjadi sesuatu yang unik. Meski demikian, kedatangannya menandai awal dari perjalanan panjang dalam penerimaan budaya Islam di Premier League.
Sebelum Premier League memberlakukan peraturan yang lebih inklusif bagi pemain muslim, mereka kerap dilanda tantangan besar. Salah satu isu terbesar adalah sponsor klub yang terkait dengan industri perjudian dan alkohol. Pada 2013, Papiss Cisse menolak sempat mengenakan jersey Newcastle United yang disponsori oleh Wonga, perusahaan peminjaman uang yang bertentangan dengan prinsip keuangan Islam. Sikap ini menimbulkan perdebatan panjang hingga akhirnya Cisse mencapai kompromi dengan klub.
Tak hanya itu, Yaya Toure, yang dikenal sebagai muslim yang taat, sempat menolak menerima penghargaan Man of the Match dalam bentuk sampanye (minuman anggur putih). Hal ini karena bertentangan dengan ajaran Islam. Kejadian itu mendorong Premier League mengganti bentuk penghargaan menjadi trofi kecil yang lebih inklusif bagi pemain muslim dan non-konsumsi alkohol.
Selain isu sponsor klub dan alkohol, pemain muslim juga berulang kali menjadi sasaran pelecehan Islamofobia, baik di dalam maupun di luar lapangan. Salah satu contoh nyata terjadi kepada Ahmed Hossam 'Mido', mantan striker Tottenham Hotspur dan Middlesbrough, yang beberapa kali mengalami perlakuan tidak menyenangkan dari suporter lawan. Pada 2008, saat bermain untuk Middlesbrough, ia menjadi korban ejekan bernada Islamofobia, di mana pendukung lawan meneriakkan kata-kata bernada rasis dan menyebutnya sebagai teroris.