Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
ilustrasi logo Liga Champions (unsplash.com/Dexter Fernandes)
ilustrasi logo Liga Champions (unsplash.com/Dexter Fernandes)

Intinya sih...

  • Pengamat Teknis Liga Champions merupakan panel ahli yang menentukan Player of the Match (POTM) dan penghargaan lainnya.
  • Pengamat teknis terdiri dari mantan pemain dan pelatih ternama, dengan empat indikator utama dalam memilih POTM.
  • Keputusan pengamat teknis sering menimbulkan perdebatan, seperti ketika Gianluigi Donnarumma tidak terpilih sebagai POTM meski tampil gemilang.

Tiap kali sebuah pertandingan Liga Champions selesai, seorang pemain akan mendapat trofi yang berbentuk logo kompetisi. Ini artinya, sosok itu terpilih sebagai player of the match (POTM) alias penampil terbaik.

Namun, karena hanya bisa memilih satu nama sedangkan sepak bola adalah olahraga tim, UEFA sebagai pihak penyelenggara kerap membuat publik berdebat atas pilihan mereka. Lantas, bagaimana sebenarnya cara UEFA menentukan pemain terbaik dalam pertandingan Liga Champions?

1. UEFA memiliki panel khusus untuk memilih player of the match di Liga Champions

Player of the match (POTM) di Liga Champions tidak dipilih secara sembarangan. UEFA menyerahkan tugas tersebut kepada panel khusus yang disebut sebagai pengamat teknis (technical observers). Panel ini diisi sederet ahli yang memiliki latar belakang mumpuni. Mereka merupakan para mantan pemain atau orang-orang yang kini berkarier sebagai pelatih. Untuk 2024/2025, pengamat teknis di Liga Champions pun dipenuhi nama-nama besar, di antaranya adalah Rafael Benitez, Roberto Martinez, David Moyes, Michael O'Neill, Ole Gunnar Solskjaer, Gareth Southgate, Frank de Boer, Avram Grant, dan Aitor Karanka. 

2. Alur pemilihan player of the match di Liga Champions

Dalam situs resminya, UEFA menjelaskan, pengamat teknis yang ditugaskan dalam sebuah pertandingan akan memberikan perspektif dari sisi pelatih. Setelah itu, mereka akan berkolaborasi dengan tim analis dari UEFA untuk membedah sejumlah data secara mendalam dan menyeluruh. UEFA menekankan, ada empat indikator utama dalam memilih pemain yang berhak menerima penghargaan player of the match.

Pertama, sang pemain tampil dengan kemampuan yang luar biasa, baik saat menyerang atau bertahan. Kedua, mereka memainkan peran yang menentukan ketika menyerang atau bertahan. Ketiga, menunjukkan kedewasaan serta efisiensi dalam bermain. Terakhir, bermain dengan sikap yang positif dan penuh penghormatan.

Selain memilih POTM pada setiap pertandingan, pengamat teknis juga mendapat tanggung jawab lain pada akhir musim Liga Champions. Mereka harus menentukan siapa yang berhak meraih empat penghargaan tambahan. Keempat penghargaan tersebut adalah player of the season (pemain terbaik dalam semusim), young player of the season (pemain muda terbaik dalam semusim), team of the season (tim yang berisi sebelas pemain terbaik dalam semusim), dan goal of the season (gol terbaik dalam semusim).

3. Gianluigi Donnarumma dua kali diacuhkan pengamat teknis UEFA

Pengamat teknis menjadi cara UEFA agar penghargaan player of the match dipilih seprofesional dan seobjektif mungkin. Namun, perdebatan pada akhirnya tetap tidak bisa dihindarkan. Beberapa pilihan dari pengamat teknis kerap mengundang pertanyaan.

Gianluigi Donnarumma merupakan salah satu contoh teranyarnya. Dalam dua pertandingan terakhir bersama Paris Saint-Germain di Liga Champions 2024/2025, kiper asal Italia ini tidak terpilih sebagai POTM meski tampil menawan. Itu terjadi saat PSG kalah dari Aston Villa (16/4/2025) dan menang atas Arsenal (29/4/2025).

Saat PSG kalah dari Aston Villa dengan skor 2-3, pengamat teknis memilih Ousmane Dembele sebagai POTM. Sementara, kala Les Parisiens menaklukkan Arsenal dengan skor 1-0, mereka menyerahkan trofi kepada Vitinha. Bukti keputusan pengamat teknis tidak bisa diterima bahkan datang dari kedua pemain tersebut langsung. Dembele dan Vitinha justru mengakui Donnarumma seharusnya menjadi pemain yang lebih layak untuk menjadi POTM.

Keputusan pengamat teknis pada laga Aston Villa kontra PSG bahkan sampai mendapat kritik pedas dari dua legenda. Zvonimir Boban dan Fabio Capello menilai orang yang memilih Dembele menjadi POTM pada pertandingan tersebut tidak memahami sepak bola. Mereka bahkan menuntut agar sosok yang bertanggung jawab tidak dipercaya lagi oleh UEFA untuk memilih POTM.

Boban dan Capello bisa dibilang cukup memiliki otoritas untuk menyampaikan pendapat tersebut. Pasalnya, mereka memang mempunyai pengalaman dalam urusan ini. Boban pernah menjabat posisi kepala sepak bola di UEFA pada 2021 hingga 2024. Sementara, Capello merupakan salah satu pengamat teknis di Euro 2024.

Layaknya seperti ketika wasit memutuskan pelanggaran, pemilihan POTM oleh pengamat teknis memang dipastikan tidak akan sepenuhnya selalu bisa disetujui semua pihak. Perdebatan akan hadir karena manusia menjadi aktor utama dari olahraga ini. UEFA lantas berusaha untuk meminimalisir situasi tersebut lewat pembentukan sebuah panel khusus yang dibekali dengan indikator yang jelas.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team