Secara garis besar, perbedaan gaya bermain Juventus di bawah dua pelatih ini sangat mencolok. Thiago Motta mengusung pendekatan yang lebih kaku. Juventus bermain, terutama dengan formasi 4-2-3-1, yang berfokus kepada membangun serangan dari lini belakang, intensi penguasaan bola tinggi, dan menarget kontrol ritme permainan absolut. Namun, serangan Juve era Motta kurang variatif dan agresif sehingga kerap kesulitan saat menghadapi tim yang menerapkan pertahanan rapat.
Awal kiprah Juve di Serie A era Thiago Motta memang menjanjikan. Mereka meraup kemenangan besar 3-0 melawan Como dan Hellas Verona. Rataan penguasaan bola di atas 60 persen dari 2 pertandingan tersebut juga termasuk suatu perubahan yang progresif setelah terbiasa bermain di bawah arahan Massimiliano Allegri yang cenderung pasif. Namun, celah negatif itu mulai muncul pada pertandingan ketiga ketika Juve bertemu AS Roma, tim yang di atas kertas punya materi pemain lebih baik dari dua tim sebelumnya. Di laga ini, upaya Juve untuk lebih mengontrol bola bisa diimbangi lawan. Tanpa penguasaan bola lebih sering, permainan mereka stagnan. Terlalu banyak upaya serangan yang tak sanggup dikonversi menjadi peluang yang sampai membahayakan gawang lawan. Pertandingan sendiri akhirnya berakhir 0-0.
Di sisi lain, Igor Tudor mengusung dinamika berbeda. Tudor mengimplementasikan pakem 3-4-2-1 yang memberikan keseimbangan antara soliditas pertahanan dan lebar permainan. Wing back sangat aktif menyerang sisi lapangan dengan memanfaatkan kecepatan dan intensitas pressing yang tinggi. Gaya bermain Tudor lebih vertikal dengan transisi cepat. Juve lebih agresif. Variasi serangan pun lebih beragam.
Lebih dari itu, Igor Tudor lebih fleksibel dan dinamis. Berbeda dari Motta, Tudor tak segan membiarkan lawan menguasai bola lebih banyak sambil menunggu di garis pertahanan rendah. Namun, ia punya penerapan transisi cepat yang bisa diandalkan untuk menghukum lawan ketika kehilangan bola di area berbahaya.
Meski begitu, bukan berarti Igor Tudor selalu pasif layaknya Juventus era Massimiliano Allegri. Ketika momentumnya pas, ia akan menginstruksikan anak asuhnya menekan agresif garis pertahanan lawan yang mencoba membangun serangan dari belakang. Tiga laga awal Juventus pada musim baru Serie A menunjukkan, baik Motta dan Tudor sama-sama bisa mengimplementasikan gaya menekan dengan garis pertahanan tinggi yang agresif. Namun, tiga laga awal musim ini membuktikan, Tudor berhasil membuat anak asuhnya menekan lebih kompak dan tidak mudah ditembus umpan-umpan vertikal dibandingkan gaya menekan Motta yang menyisakan banyak celah untuk dieksploitasi. Inter Milan, misalnya, terbiasa memainkan progresi bola vertikal dari lini belakang dan dipaksa melepaskan umpan-umpan panjang ke jantung pertahanan Juve ketika Igor Tudor memutuskan untuk mulai menekan mereka pada menit-menit akhir pertandingan ketiga Serie A 2025/2026. Juventus akhirnya memenangi laga dengan skor 4-3.