Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
ilustrasi pemain sepak bola menggiring bola
ilustrasi pemain sepak bola menggiring bola (unsplash.com/@piensaenpixel)

Intinya sih...

  • Asma adalah kondisi kronis yang umum di kalangan atlet, termasuk pesepak bola

  • Manajemen penanganan yang tepat dan komunikasi terbuka dengan tim medis penting bagi atlet dengan asma

  • Sejarah menunjukkan bahwa banyak atlet elite, termasuk David Beckham, mampu meraih prestasi meski mengidap asma

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Ada pemandangan unik pada pekan pertama English Premier League (EPL) 2025/2026 antara Chelsea dan Crystal Palace. Pemain Crystal Palace, Eberechi Eze, tampak menggunakan inhaler asma pada pertengahan pertandingan. Pemandangan itu memunculkan pertanyaan: mungkinkah seorang pemain sepak bola atau atlet tetap tampil prima meski hidup dengan asma?

Banyak awam mengira jika seseorang yang mengidap asma tak bisa tampil kompetitif dalam olahraga. Faktanya, asma merupakan salah satu kondisi medis kronis paling umum yang dihadapi atlet profesional, termasuk pesepak bola. Meski tampak menjadi hambatan, berbagai penelitian dan kisah nyata para atlet membuktikan, asma bukan akhir dari sebuah karier.

1. Asma disebut sebagai kondisi kronis paling umum di kalangan atlet

Asma adalah kondisi pernapasan kronis yang ditandai dengan penyempitan saluran napas. Gejala yang umum meliputi batuk, sesak napas, dan mengi. Dalam sepak bola, gejala ini sering dipicu oleh aktivitas intens, suhu udara dingin, atau paparan alergen di lapangan.

Kondisi tersebut jelas dapat mengganggu performa. Napas yang terasa berat bisa menurunkan stamina, mengurangi konsentrasi, bahkan menghambat pergerakan pada momen penting. Pada level kompetitif seperti Premier League, detail kecil semacam ini berpotensi menentukan hasil pertandingan. Namun, perlu disadari, asma tidak serta-merta menutup peluang seorang pemain untuk tetap bersaing.

Sejarah mencatat, banyak atlet elite mampu menjaga performa meski memiliki asma. Bahkan, asma disebut sebagai kondisi kronis paling umum di kalangan atlet Olimpiade. Menurut Allergy & Asthma Network, sekitar 8 persen atlet Olimpiade antara 2002--2010 mengidap asma. Pada Olimpiade Musim Panas 2022 di Eropa, angkanya meningkat menjadi 16,5 persen. Fakta ini menegaskan, sepak bola, seperti cabang olahraga lain, tetap dapat dijalani mereka yang memiliki kondisi tersebut.

2. Strategi mengendalikan asma bagi atlet agar tetap kompetitif di arena

Kunci keberhasilan atlet dengan asma adalah manajemen penanganan yang tepat. Pemain sepak bola dianjurkan untuk selalu mengikuti rencana pengobatan pribadi, yang biasanya melibatkan inhaler kontrol maupun obat pereda cepat. Langkah ini memastikan saluran pernapasan tetap terjaga dan gejala tidak muncul tiba-tiba saat pertandingan berlangsung.

Selain pengobatan, rutinitas fisik juga memiliki peran penting. Pemanasan yang konsisten membantu meminimalisasi risiko bronkokonstriksi akibat latihan atau pertandingan intens, sementara pendinginan menjaga otot dan paru-paru tetap rileks setelah aktivitas. Selain itu, pemain perlu mengenali pemicu pribadi, seperti udara dingin, debu, atau polusi, lalu mengambil langkah pencegahan. Misalnya, penggunaan balaclava atau syal saat cuaca dingin bisa menjadi solusi sederhana, tetapi efektif.

Terlebih lagi, komunikasi secara terbuka dengan pelatih dan tim medis sangatlah penting. Penjelasan mengenai kondisi serta pemicu asma membantu mereka memahami situasi yang mungkin terjadi. Dengan begitu, rekan setim dapat lebih sigap memberikan bantuan ketika gejala muncul secara tiba-tiba.

Di sisi lain, ada tantangan tambahan yang dihadapi atlet, yaitu regulasi antidoping. Menurut ketentuan World Anti-Doping Agency (WADA), beberapa obat asma diperbolehkan dengan batasan dosis, sedangkan yang lain memerlukan izin khusus berupa Therapeutic Use Exemption (TUE). Sebagai contoh, inhaler salbutamol diizinkan hingga 1.600 mcg per 24 jam dengan batas maksimal 600 mcg dalam 8 jam. Aturan ini memastikan penggunaan obat tetap sesuai kebutuhan medis tanpa disalahgunakan untuk keuntungan kompetitif.

Dengan kesadaran penuh terhadap strategi medis, rutinitas olahraga, serta regulasi antidoping, pesepak bola dengan asma dapat menjaga kesehatannya sekaligus tampil maksimal. Kombinasi pengobatan dan disiplin gaya hidup membuktikan, asma bisa dikelola secara efektif, sehingga tidak lagi menjadi hambatan utama di lapangan hijau.

3. Asma tidak menjadi hambatan bagi pesepak bola dan atlet meraih prestasi

Sejarah olahraga telah menunjukkan asma tidak menjadi penghalang untuk berprestasi. Banyak atlet berkelas dunia justru mampu mencapai puncak karier meski membawa kondisi ini. Pada Olimpiade Beijing 2008, beberapa atlet sepeda dan renang yang mengidap asma justru berhasil medali di cabang masing-masing. Fenomena ini bahkan melahirkan istilah “asthma advantage,” yaitu kondisi ketika atlet dengan asma mampu melampaui batas dirinya berkat manajemen yang ketat dan persiapan yang matang.

Dalam sepak bola, David Beckham menjadi salah satu pesepak bola pengidap asma yang berprestasi. Mantan bintang Manchester United dan Timnas Inggris ini diketahui mengidap asma sejak lama, meski baru terungkap kepada publik pada final Major Soccer League (MLS) Cup 2009 ketika ia tertangkap kamera menggunakan inhaler. Beckham tetap sukses meraih 6 trofi Premier League, 2 trofi MLS Cup, dan 1 trofi Liga Champions Eroopa. Mantan rekan setimnya, Paul Scholes, juga tercatat sebagai pesepak bola profesional yang berhasil mengelola asma hingga diakui sebagai salah satu gelandang terbaik dalam sejarah Inggris.

Terdapat salah satu kisah inspiratif dari seorang atlet yang hidup dengan asma. Paula Radcliffe, mantan pelari maraton asal Inggris, sudah didiagnosis exercise-induced asthma sejak remaja. Meski demikian, ia tetap berhasil berkompetisi di empat edisi Olimpiade dan mempertahankan rekor dunia maraton selama 16 tahun.

Asma memang menjadi tantangan bagi pemain sepak bola. Namun, dengan manajemen yang tepat, regulasi medis, dan dukungan tim, kondisi ini bisa dikendalikan. Banyak atlet, termasuk Eberechi Eze hingga David Beckham, mampu membuktikan asma tidak menghalangi mereka untuk bersaing di level tertinggi dan meraih prestasi.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team